Notification

×

Iklan

Iklan

UUPT vs UU Cipta Kerja : Dua Wajah Hukum Korporasi, Mana yang Lebih Berpihak?

Senin, 21 April 2025 | April 21, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-21T08:20:26Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Foto/Ilustrasi

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) adalah tonggak hukum utama yang mengatur tubuh dan nyawa korporasi di Indonesia. Di sisi lain, hadirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (beserta revisinya) membawa angin perubahan—yang katanya demi penyederhanaan birokrasi dan kemudahan berusaha. Namun pertanyaannya: apakah perubahan ini benar-benar berpihak pada semua, atau hanya memuluskan jalan bagi pemilik modal?


UUPT memuat prinsip-prinsip dasar pendirian dan pengelolaan perseroan, termasuk tanggung jawab direksi, organ perusahaan, hingga perlindungan terhadap pemegang saham minoritas. Hukum ini mengusung prinsip kehat-hatan, keterbukaan, dan akuntabilitas, meski dalam praktknya masih sering disalahgunakan. Tapi setdaknya, norma-norma dalam UUPT mengandung logika perlindungan dan kontrol.


Lalu datanglah UU Cipta Kerja, yang secara langsung mengubah sejumlah pasal dalam UUPT—dan secara tdak langsung, mengubah arah hukum korporasi itu sendiri. Contoh paling nyata adalah kemudahan pendirian Perseroan Terbatas (PT) perorangan. Dengan modal minimum yang dihapus dan proses legalisasi yang disederhanakan, siapa pun bisa mendirikan PT. Di satu sisi, ini terlihat sebagai langkah demokratsasi bisnis. Tapi di sisi lain, ini juga membuka peluang maraknya “PT siluman”, yang bisa jadi hanya alat pencucian uang, penghindaran pajak, atau bahkan penyamaran praktk bisnis ilegal.


UU Cipta Kerja memacu efsiensi, tetapi sering kali dengan mengorbankan aspek kehathatan. Banyak norma dibongkar atas nama investasi dan percepatan ekonomi, tapi tak dibarengi dengan pengawasan yang ketat. Hasilnya, perusahaan semakin mudah lahir, tapi tanggung jawabnya semakin kabur.


Jika UUPT mengatur perusahaan dengan semangat tata kelola, UU Cipta Kerja justru menekankan kemudahan usaha tanpa memperhatkan seberapa siap infrastruktur hukum dan sosial kita menanggung konsekuensinya. Maka tak heran jika UU Cipta Kerja dianggap lebih pro-korporasi daripada pro-keadilan.


Dalam benturan dua wajah hukum ini, muncul pertanyaan besar: apakah hukum kita masih berpijak pada perlindungan dan keadilan, atau justru menjelma jadi alat percepatan kapitalisasi yang abai terhadap etka?


Pengirim :

Egie Aszacky Asrozi, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung

×
Berita Terbaru Update