![]() |
Irawan Faizein (Foto/IST) |
Kepailitan menjadi perhatian yang kerap kita jumpai dalam dunia bisnis meskipun terjadi dalam ranah khusus dan private. Kepailitan merupakan sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas dan biasanya penyelesaian sengketa melalui pengadilan niaga sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU.
Dalam pokok perkara kali ini bahwa Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Tiga sebagai pemohon kepada Tim Kurator PT Industri Gelas sebagai termohon terhadap kasası yang berdasarkan dari surat-surat bersangkutan ternyata bahwa Pemohon Kasasi telah mengajukan permohonan Keberatan (Renvoi Prosedur) dalam perkara Kepailitan di depan persidangan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya dan memohon untuk memberikan putusan agar Menerima keberatan yang diajukan Pemohon terhadap kedudukan KPP Wajib Pajak Besar Tiga sebagai Kreditor Preferen, memerintahkan dan menghukum Tim Kurator PT lndustri Gelas (Dalam Pailit) in casu Termohon untuk memperbaiki Daftar Piutang Tetap tersebut dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yakni memasukkan KPP Wajib Pajak Besar Tiga sebagai Kreditor Preferen dengan Tagihan Pajak sebesar total Rp49.997.742.359,00 (empat puluh sembilan miliar sembilan ratus sembilan puluh tujuh juta tujuh ratus empat puluh dua ribu tiga ratus lima puluh sembilan rupiah), Memerintahkan dan menghukum Tim Kurator PT lndustri Gelas (dalam Pailit) in casu Termohon untuk mendahulukan atau mengutamakan pelunasan Utang Pajak sebesar total Rp49.997.742.359,00 (empat puluh sembilan miliar sembilan ratus sembilan puluh tujuh juta tujuh ratus empat puluh dua ribu tiga ratus lima puluh sembilan rupiah) dari kreditur lainnya, membebankan semua biaya perkara yang timbul sebagai akibat adanya perlawanan ini pada boedel pailit (harta kekayaan milik individu atau badan yang telah dinyatakan pailit atau bangkrut).
Adapun terhadap permohonan tersebut Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya menerima dengan amar yang jelas pada tanggal 9 Juli 2024 sesuai berdasarkan permohonan kasasi. Namun, kembali dipertimbangkan permohonan kasasi oleh pihak yang sebelumnya menjadi termohon.
Pada tanggal 16 Juli 2024, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan- alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, oleh karena itu permohonan kasasi tersebut secara formal dapat diterima. Akan tetapi, setelah diteliti seksama melalui memori kasasi yang diterima pada tanggal 16 Juli 2024 beserta adanya kontra memori kasası diterima pada tanggal 6 Agustus 2024 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya, Mahkamah Agung berpendapat bahwa putusan Judex Facti tidak terdapat kesalahan dalam menerapkan hukum.
Oleh karena itu, menolak permohonan kasasi dan menghukum pemohon kasasi/termohon untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi yang ditetapkan sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Berdasarkan in casu terjadinya renvoi prosedur yang diatur dalam pasal 127 UU No 37 Tahun 2004 dalam kasasi karena tim kurator PT Industri Gelas tidak menjalankan amanah sesuai kewenangannya yang seharusnya sudah diatur secara eksplisit dalam pasal 15 ayat (3) UU No 37 Tahun 2004.
Dalam hal ini, KPP Wajib Pajak Besar Tiga yang menangani kewajiban pajak PT Industri Gelas, berhak untuk memperoleh pembayaran lebih dahulu dari harta pailit yang tersedia meskipun otoritas pajak bukanlah pihak yang langsung mengelola atau mengurus kepailitan, melainkan mereka yang berperan sebagai salah satu kreditor preferen dalam hal pembayaran utang pajak yang belum dilunasi oleh debitur (PT Industri Gelas). Nah, seharusnya peran kurator dalam kasus ini adalah untuk mengelola dan memisahkan harta pailit dari PT Industri Gelas untuk kemudian dibagikan kepada kreditor sesuai dengan prioritasnya.
Kurator yang memastikan bahwa kewajiban pajak kepada otoritas pajak (sebagai kreditor preferen) dipenuhi terlebih dahulu, setelah itu barulah pembayaran kepada kreditor lainnya sesuai dengan ketentuan hukum. Dengan demikian, putusan kasasi oleh pengadilan dalam kasus tersebut menemukan titik terang sehingga pihak termohon wajib melaksanakan putusan yang sudah valid dan relevan tersebut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.[]
Penulis :
Irawan Faizein, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung