Notification

×

Iklan

Iklan

Kajian Yuridis dan Impikasinya Terhadap Perusahaan dan Kreditur pada Kepailitan PT Sritex

Kamis, 10 April 2025 | April 10, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-10T03:04:41Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Foto/Ilustrasi

PT  Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex merupakan  perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara, yang didirikan pada tahun 1966 oleh HM Lukminto sebagai perusahaan perdagangan tradisional di Pasar Klewer, Solo. Perusahaan ini kemudian berkembang menjadi perusahaan tekstil dan garmen terbesar di Indonesia.

 

Pada tahun 2021, PT Sritex mengalami kesulitan keuangan dan tidak mampu membayar utang sindikasi senilai US$350 juta. Hal ini menyebabkan perusahaan ini digugat oleh beberapa kreditur dan kemudian dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada 24 Oktober 2024  berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Semarang atas perkara nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.

 

PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex yang telah dinyatakan pailit, kemudian menghentikan seluruh operasionalnya pada 1 Maret 2025 dan dampak dari kebangkrutan ini, sebanyak 10.669 karyawan di berbagai unit usaha Sritex mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). PHK massal ini berlangsung dalam dua gelombang. Pada Januari 2025, sebanyak 1.065 karyawan PT Bitratex Semarang terkena PHΚ. kemudian, pada 26 Februari 2025, PHK dilakukan terhadap 8.504 karyawan PT Sritex Sukoharjo, 956 karyawan PT Primayuda Boyolali, 40 karyawan PT Sinar Pantja Jaya Semarang, serta 104 karyawan PT Bitratex Semarang.

 

Sejumlah alasan yang membuat Sritex tak mampu bertahan, yaitu tidak mau berinvestasi pada mesin-mesin baru dan tidak membuka atau memperluas market. Kondisi ini sudah menjadi persoalan bagi Sritex sebelum kehadiran tantangan lainnya.

 

Kepailitan PT Sritex, salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, telah menimbulkan perdebatan dan pertanyaan tentang bagaimana perusahaan ini dapat mengalami kepailitan dan apa implikasinya terhadap perusahaan dan kreditur.

 

Beberapa Faktor Penyebab

 

1. Faktor Eksternal : 1) Persaingan ketat di industri tekstil global; 2) Gangguan supply chain akibat perang di Eropa (Rus-Ukrn); dan 3) Over supply tekstil dari China di Indonesia Regulasi pemerintah.

 

2. Faktor Internal : 1) Gagal melunasi utang sindikasi sebesar US$350 juta pada 2021; 2) Penurunan pendapatan drastis akibat pandemi Covid-19; dan 3) Daya beli masyarakat menurun.

 

3. Faktor Lain; 1) Sritex dinilai lalai memitigasi risiko utang; 2) Sritex lengah karena menganggap masalah kecil, padahal berdampak fatal.

 

Latar Belakang Hukum

 

Kepailitan PT Sritex didasarkan pada Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Pasal 1 Undang-Undang ini mendefinisikan kepailitan adalah keadaan di mana seorang debitur tidak mampu membayar utangnya dan dinyatakan pailit oleh pengadilan.

 

Dalam kajian yuridis, kita dapat melihat bahwa kepailitan PT Sritex telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004. Dimana perusahaan ini tidak mampu membayar utangnya dan telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga.

 

Impikasi Terhadap Perusahaan

 

Kepailitan PT Sritex telah berdampak besar pada perusahaan ini. Perusahaan ini telah menghentikan operasionalnya dan melakukan likuidasi aset untuk membayar utang-utangnya. Hal ini telah menyebabkan ribuan karyawan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Selain itu, kepailitan PT Sritex juga telah merusak reputasi perusahaan ini. Perusahaan ini telah kehilangan kepercayaan dari kreditur dan investor, sehingga sulit untuk mendapatkan pendanaan dan melakukan ekspansi bisnis.

 

Impikasi Terhadap Kreditur

 

Kepailitan PT Sritex juga telah berdampak besar pada kreditur. Kreditur telah kehilangan uang yang telah dipinjamkan kepada perusahaan ini. Selain itu, kreditur juga telah mengalami kerugian karena perusahaan ini telah tidak mampu membayar utangnya. Namun, kreditur juga memiliki hak untuk mengajukan gugatan terhadap perusahaan ini dan meminta pembayaran utang. Kreditur juga dapat mengajukan permohonan untuk melakukan likuidasi aset perusahaan ini untuk membayar utang-utang PT tersebut kepada para kreditur.

 

Analisis terhadap PT Sritex

 

Kepailitan PT Sritex telah menimbulkan perdebatan dan pertanyaan tentang bagaimana perusahaan ini dapat mengalami kepailitan dan apa implikasinya terhadap perusahaan dan kreditur. Dalam kajian yuridis, kita dapat melihat bahwa kepailitan PT Sritex telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004. Kepailitan PT Sritex telah berdampak besar pada perusahaan ini dan kreditur.

 

Perusahaan ini telah menghentikan operasionalnya dan melakukan likuidasi aset untuk membayar utang-utangnya. Kreditur telah kehilangan uang yang telah dipinjamkan kepada perusahaan ini dan telah mengalami kerugian karena perusahaan ini telah tidak mampu membayar utangnya. Dalam kesimpulan, kepailitan PT Sritex telah menunjukkan pentingnya pengelolaan keuangan yang baik dan pengawasan yang ketat terhadap perusahaan. Kepailitan PT Sritex juga telah menunjukkan pentingnya perlindungan hak-hak kreditur dan perusahaan.

 

Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi dan perbaikan terhadap sistem pengelolaan keuangan, tidak hanya itu saja sebuah PT juga harus bisa melihat peluang dan melakukan berbagai inovasi dan mementingkan apa yang dibutuhkan konsumen saat ini, supaya mampu bersaing dengan perusahaan lain, dan juga melakukan pengawasan perusahaan untuk mencegah kepailitan yang serupa di masa depan.[]

 

Penulis :

Najiatul Farihah, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung 

×
Berita Terbaru Update