![]() |
Foto/Ilustrasi |
Manajemen modern berkembang berdasarkan nilai-nilai rasionalitas, efisiensi, dan produktivitas yang bersumber dari paradigma Barat. Sementara itu, dalam konteks masyarakat Muslim, praktik manajerial tidak hanya dituntut untuk mencapai hasil duniawi, tetapi juga harus memenuhi nilai-nilai spiritual dan moral berdasarkan syariah.
Ilmu manajemen saat ini menjadi salah satu elemen penting dalam menjalankan organisasi, baik di sektor pemerintahan maupun swasta. Banyak teori dan pendekatan yang telah dikembangkan, seperti Taylorisme yang fokus pada efisiensi kerja, pendekatan hubungan manusia (Human Relations) yang menekankan aspek sosial di tempat kerja, sampai teori sistem dan kontingensi yang melihat organisasi sebagai bagian dari lingkungan yang kompleks.
Tapi kalau kita lihat lebih dalam, kebanyakan pendekatan ini masih berakar pada pemikiran Barat. Artinya, aspek nilai-nilai religius dan spiritual belum terlalu diperhatikan secara serius, padahal bagi masyarakat Muslim, hal itu seharusnya jadi bagian penting dalam setiap aktivitas, termasuk dalam praktik manajemen.
Dalam Islam, segala bentuk aktivitas manusia, termasuk manajemen, adalah bagian dari ibadah apabila dilakukan dengan niat yang benar dan sesuai syariah. Oleh karena itu, integrasi antara manajemen modern dengan nilai-nilai syariah menjadi suatu keharusan, khususnya dalam masyarakat Muslim yang terus berkembang di bidang ekonomi dan industri.
Syariah tidak hanya nilai sebagai dasar dari etika manajemen syariah, tetapi juga etika lembaga nilai dan kehidupan. Dalam konteks manajemen, beberapa prinsip utama Syariah yang dapat digunakan sebagai dasar adalah:
1. Tauhid (Keesaan Tuhan)
Tauhid adalah fondasi utama islam. Dalam konteks manajemen, prinsip ini menegaskan bahwa semua bentuk kegiatan harus berorientasi pada penghambaan kepada Allah SWT, bukan semata-mata pada keuntungan material. Tauhid juga menanamkan rasa tanggung jawab spiritual dalam setiap pengambilan keputusan.
2. Amanah (Kepercayaan)
Manajer dalam Islam dianggap sebagai pemegang amanah yang harus bertanggung jawab kepada stakeholders dan kepada Allah SWT. Pengelolaan sumber daya harus dilakukan secara jujur, transparan, dan tidak zalim.
3. Adl (Keadilan)
Dalam manajemen, keadilan mencakup pembagian kerja yang adil, kompensasi yang proporsional, dan kesempatan yang setara tanpa diskriminasi.
4. Syura (Musyawarah)
Musyawarah adalah metode pengambilan keputusan yang partisipatif dan demokratis. Dalam konteks organisasi, syura melibatkan semua pihak yang berkepentingan untuk mencapai konsensus yang menguntungkan bersama.
5. Maslahaah (kepentingan umum)
Prinsip ini mengarah pada tercapainya manfaat dan terhindarnya kerusakan. Dalam praktik manajerial, hal ini diwujudkan dalam tanggung jawab sosial perusahaan, kepedulian terhadap lingkungan, dan keberpihakan pada masyarakat.
Integrasi nilai -nilai syariah dalam fungsi manajemen:
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan dalam Islam bukan hanya tentang target dan strategi bisnis, tetapi juga memperhatikan aspek halal-haram, etika, dan niat. Seorang manajer Muslim merancang visi dan misi organisasi tidak hanya untuk sukses di dunia, tetapi juga di akhirat.
"...Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal." (QS. Ali Imran: 159)
2. Pengorganisasian (Organizing)
Struktur organisasi syariah mengedepankan kejelasan peran dan tanggung jawab, efisiensi, serta keadilan. Setiap individu dalam organisasi diperlakukan sebagai khalifah, yang berarti bahwa setiap pekerja dipandang mulia dan memiliki potensi untuk berkembang.
3. Pengarahan (Leading)
Kepemimpinan dalam Islam adalah amanah besar. Pemimpin harus menjadi teladan dalam hal integritas, kerja keras, keadilan, dan kasih sayang. Kepemimpinan yang Islami bukan hanya mengarahkan, tetapi juga membimbing dan melayani.
Nabi SAW bersabda: “Setiap kamu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Pengawasan (Controlling)
Dalam Islam, pengawasan tidak hanya dilakukan oleh pihak eksternal, melainkan juga melalui kesadaran batin atau muraqabah. Karyawan dan manajer harus merasa diawasi oleh Allah SWT dalam setiap aktivitasnya.
Studi Kasus dan Implementasi
1. Lembaga Keuangan Syariah
Lembaga keuangan syariah merupakan contoh nyata penerapan manajemen berbasis nilai syariah. Fungsi manajemen seperti pengambilan keputusan investasi dilakukan berdasarkan prinsip halal, menghindari riba, gharar, dan maysir. Prinsip profit and loss sharing menggantikan sistem bunga.
2. Bisnis Berbasis Etika Islam
Banyak perusahaan modern yang mulai mengadopsi nilai-nilai Islam seperti kejujuran, tanggung jawab sosial, dan transparansi. Misalnya, beberapa produsen halal di Indonesia dan Malaysia mengembangkan sistem manajemen mutu yang terintegrasi dengan nilai religius.
Tantangan dalam Integrasi Nilai Syariah ke Manajemen
Meskipun integrasi nilai syariah dalam manajemen terlihat ideal, nyatanya masih banyak tantangan. Pendidikan manajemen saat ini masih didominasi oleh pemikiran Barat yang kurang mengakomodasi nilai-nilai religius. Literatur dan riset yang menggabungkan syariah dan manajemen juga masih minim, sehingga referensi integratif sulit ditemukan.
Selain itu, masih ada anggapan bahwa nilai religius tidak sejalan dengan efisiensi, padahal justru bisa jadi dasar etika kerja. Ditambah lagi, minimnya sumber daya Manusia (SDM) yang menguasai dua bidang sekaligus: manajemen modern dan pemahaman syariah. Semua ini menunjukkan bahwa integrasi ini butuh usaha serius dari berbagai pihak.
Jadi Manajemen modern tidak harus bertentangan dengan nilai-nilai syariah. Justru kalau prinsip seperti tauhid, amanah, dan keadilan diterapkan, manajemen bisa jadi lebih etis dan manusiawi. Organisasi pun tidak cuma fokus ke keuntungan, tapi juga ke keberkahan dan dampak sosial.[]
Penulis :
Silfya Maharani, domisili di Desa Peusing, Dusun Manis, Kecamatan Jalaksana, RT02/01, Kabupaten Kuningan, 45554, Email : maharanisilfya@gmail.com