Notification

×

Iklan

Iklan

Tren Gerakan Feminisme dalam Media Sosial Menurut Pandangan Feminisme Islam

Jumat, 21 Maret 2025 | Maret 21, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-03-21T07:53:19Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Foto/Ilustrasi

Gerakan feminisme telah berkembang selama berabad-abad untuk memperjuangkan hak-hak perempuan yang sering kali mengalami diskriminasi dan ketidakadilan. Awalnya, feminisme berkembang di Barat karena adanya dominasi patriarki yang diperkuat oleh struktur sosial dan keagamaan. Namun, seiring waktu, gerakan ini menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk negara-negara Muslim.  

 

Dalam Islam sendiri, tidak ditemukan istilah feminisme secara eksplisit. Namun, nilai-nilai keadilan dan penghormatan terhadap perempuan telah diatur dalam Al-Qur’an dan hadis. Sejumlah intelektual Muslim melakukan interpretasi terhadap ayat-ayat suci untuk memperkuat legitimasi perjuangan hak-hak perempuan dalam Islam. Dalam konteks modern, media sosial memainkan peran penting dalam menyebarkan pemikiran feminisme, termasuk di dunia Islam.  

 

Sejarah Feminisme dan Latar Belakang Kemunculannya

 

Gerakan feminisme secara luas dikatakan mulai berkembang pada abad ke-18 dan semakin kuat di tahun 1960-an. Kemunculannya di Barat dipicu oleh diskriminasi sosial dan budaya yang membatasi hak perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, pekerjaan, dan hak politik.  

 

Di beberapa periode sejarah, perempuan di Barat sering kali dianggap lebih rendah dibandingkan laki-laki. Misalnya, dalam beberapa interpretasi keagamaan, perempuan mengalami perlakuan yang tidak adil. Situasi ini memunculkan perlawanan dari para pemikir perempuan maupun laki-laki yang menyuarakan keadilan gender.  

 

Namun, penting untuk memahami bahwa feminisme yang berkembang di Barat memiliki karakteristik dan latar belakang yang berbeda dengan perjuangan hak-hak perempuan dalam Islam.  

 

Pengertian Feminisme  

 

Feminisme merupakan sebuah gerakan sosial, politik, dan intelektual yang bertujuan untuk mencapai kesetaraan gender dalam berbagai aspek kehidupan. Gerakan ini muncul sebagai respon terhadap dominasi patriarki yang telah berlangsung selama berabad-abad, dimana perempuan seringkali mengalami ketidakadilan dalam akses terhadap pendidikan, pekerjaan, hak politik, dan kebebasan pribadi. Feminisme tidak hanya memperjuangkan hak-hak perempuan, tetapi juga menekankan pentingnya kesetaraan bagi semua gender, termasuk lakilaki dan kelompok non-biner. Feminisme adalah gerakan yang bertujuan untuk memperjuangkan kesetaraan gender di berbagai aspek kehidupan.

 

Secara konseptual, feminisme menantang sistem patriarki yang selama ini mendominasi berbagai aspek kehidupan masyarakat. Misalnya, dalam dunia kerja perempuan sering menghadapi diskriminasi dalam bentuk ketimpangan upah dan terbatasnya akses terhadap posisi kepemimpinan. Hal ini di perkuat oleh teori feminis seperti “Glass Ceiling” yang menjelaskan hambatan tak kasatmata yang menghalangi perempuan untuk mencapai posisi tertinggi dalam karir mereka (Cotter et al., 2001).

 

Namun, gerakan feminisme seringkali mengalami berbagai tantangan, termasuk sterotip negatif dan resistensi dari kelompok tertentu yang menganggapnya sebagai ancaman terhadap nilai-nilai tradisional. Beberapa pihak juga mengkritik bahwa feminisme lebih banyak berfokus pada pengalaman di negara maju, sehingga kurang memperhatikan permasalahan perempuan di negara berkembang yang memiliki tantangan berbeda (Mohanty, 1988). Oleh karna itu, feminisme terus berkembang dengan pendekatan interseksional yang mempertimbangkan faktor-faktor seperti ras, kelas sosial, dan budaya dalam perjuangannya.

 

Secara keseluruhan, feminisme tetap relevan dalam mendorong kesetaraan gender dan keadilan sosial. Namun, untuk mencapai perubahan yang lebih inklusif, penting bagi gerakan ini untuk terus beradaptasi dengan realitas sosial yang beragam dan memperjuangkan keadilan bagi semua kelompok yang terpinggirkan.

 

Feminisme dalam Islam

 

Islam hadir sebagai agama yang membawa keadilan bagi laki-laki maupun perempuan. Sebelum Islam datang, perempuan di berbagai masyarakat mengalami diskriminasi yang sangat berat, termasuk dalam tradisi Arab Jahiliah, di mana bayi perempuan bahkan dikubur hidup-hidup karena dianggap tidak berharga.  

 

Nabi Muhammad SAW membawa ajaran yang mengangkat derajat perempuan, memberikan mereka hak waris, hak untuk mendapatkan pendidikan, serta hak dalam rumah tangga. Dalam Al-Qur’an, terdapat banyak ayat yang menegaskan kedudukan perempuan yang setara di hadapan Allah SWT, di antaranya:  

 

QS. Al-Hujurat (49:13):

يٰۤاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقۡنٰكُمۡ مِّنۡ ذَكَرٍ وَّاُنۡثٰى وَجَعَلۡنٰكُمۡ شُعُوۡبًا وَّقَبَآٮِٕلَ لِتَعَارَفُوۡا‌ ؕ اِنَّ اَكۡرَمَكُمۡ عِنۡدَ اللّٰهِ اَ تۡقٰٮكُمۡ‌ ؕ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيۡمٌ خَبِيۡرٌ

 

Yang artinya:”Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha teliti”.

 

QS. An-Nisa’ (4:7):

لِلرِّجَالِ نَصِيۡبٌ مِّمَّا تَرَكَ الۡوَالِدٰنِ وَالۡاَقۡرَبُوۡنَ ۖ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيۡبٌ مِّمَّا تَرَكَ الۡوَالِدٰنِ وَالۡاَقۡرَبُوۡنَ مِمَّا قَلَّ مِنۡهُ اَوۡ كَثُرَ ‌ؕ نَصِيۡبًا مَّفۡرُوۡضً

 

Yang artinya: “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”.

 

QS. Al-Imran (3:195):

فَاسۡتَجَابَ لَهُمۡ رَبُّهُمۡ اَنِّىۡ لَاۤ اُضِيۡعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنۡكُمۡ مِّنۡ ذَكَرٍ اَوۡ اُنۡثٰى‌‌ۚ بَعۡضُكُمۡ مِّنۡۢ بَعۡضٍ‌‌ۚ فَالَّذِيۡنَ هَاجَرُوۡا وَاُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِيَارِهِمۡ وَاُوۡذُوۡا فِىۡ سَبِيۡلِىۡ وَقٰتَلُوۡا وَقُتِلُوۡا لَاُكَفِّرَنَّ عَنۡهُمۡ سَيِّاٰتِهِمۡ وَلَاُدۡخِلَنَّهُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِىۡ مِنۡ تَحۡتِهَا الۡاَنۡهٰرُ‌ۚ ثَوَابًا مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰهِ ‌ؕ وَ اللّٰهُ عِنۡدَهٗ حُسۡنُ الثَّوَابِ

 

Yang artinya: “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang lain. Maka orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang terbunuh, pasti akan Aku hapus kesalahan mereka dan pasti Aku masukkan mereka ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, sebagai pahala dari Allah. Dan di sisi Allah ada pahala yang baik.”

 

QS. Ghafir(40:40):

مَنۡ عَمِلَ سَيِّـئَـةً فَلَا يُجۡزٰٓى اِلَّا مِثۡلَهَا ۚ وَمَنۡ عَمِلَ صَالِحًـا مِّنۡ ذَكَرٍ اَوۡ اُنۡثٰى وَهُوَ مُؤۡمِنٌ فَاُولٰٓٮِٕكَ يَدۡخُلُوۡنَ الۡجَـنَّةَ يُرۡزَقُوۡنَ فِيۡهَا بِغَيۡرِ حِسَابٍ

 

Yang artinya:”Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat maka dia akan dibalas sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia dalam keadaan beriman maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tidak terhingga.

 

Dalam sejarah Islam, banyak tokoh perempuan yang memainkan peran penting, seperti Khadijah binti Khuwailid, seorang pengusaha sukses dan istri Nabi Muhammad SAW, serta Aisyah binti Abu Bakar, yang dikenal sebagai cendekiawan Islam dan perawi hadis terkemuka.  

 

Al-Ghazali menegaskan dalam bukunya “Qadaya al-Mar’ah baina alTaqaalid al-Raakidah wa al-Wafidah” yang intinya diskriminasi yang terjadi pada kaum perempuan dalam Islam datang dari budaya maupun adat yang masih dipelihara, bukan dari syariat Islam. Islam mempunyai misi yang mulia yang dapat menyamakan derajat laki-laki dan perempuan itu sama (Zulfahani Hasyim, 2012).

 

Sejumlah pemikir Muslim modern seperti Fatima Mernissi, Amina Wadud, dan Murtadha Mutahhari mencoba memberikan perspektif feminisme Islam, yakni feminisme yang tetap berlandaskan pada ajaran Islam dan menolak paham feminisme sekuler yang bertentangan dengan nilai-nilai agama.  

 

Pengaruh Media Sosial terhadap Gerakan Feminisme di Dunia Islam

 

Seiring dengan perkembangan teknologi, media sosial telah menjadi platform utama dalam menyebarkan ide-ide feminisme. Banyak perempuan Muslim menggunakan media sosial untuk menyuarakan hak-hak mereka, membagikan pengalaman pribadi, serta mengkritik sistem yang dianggap tidak adil bagi perempuan.  

 

Salah satu tren yang muncul di media sosial adalah “Marriage is Scary”  atau “Pernikahan itu Menakutkan.” Tren ini muncul karena banyak perempuan merasa khawatir terhadap ketidakadilan dalam pernikahan, seperti:  

- Tingginya angka kekerasan dalam rumah tangga.  

- Beban domestik yang tidak seimbang antara suami dan istri.  

- Kesulitan ekonomi yang mempengaruhi kehidupan rumah tangga.  

- Stigma sosial terhadap perempuan yang memilih untuk fokus pada karier atau pendidikan.  

 

Tren ini mendapat reaksi beragam. Sebagian orang mendukung tren ini sebagai bentuk kesadaran terhadap isu pernikahan, sementara yang lain mengkritiknya karena dianggap menanamkan ketakutan terhadap institusi pernikahan yang dalam Islam dianggap sakral.  

 

Pandangan Islam terhadap Feminisme dan Peran Perempuan

 

Islam mengajarkan keseimbangan dalam kehidupan, termasuk dalam peran laki-laki dan perempuan. Islam tidak menempatkan perempuan sebagai subordinat laki-laki, tetapi juga tidak membenarkan konsep feminisme yang menolak kodrat biologis antara laki-laki dan perempuan.  

 

Dalam rumah tangga, Islam menekankan pentingnya kerja sama antara suami dan istri. Nabi Muhammad SAW sendiri dikenal sebagai sosok yang membantu pekerjaan rumah tangga, menunjukkan bahwa tugas domestik bukan hanya kewajiban istri.  

 

Namun, Islam juga mengatur tanggung jawab laki-laki sebagai pemimpin keluarga yang wajib menafkahi istri dan anak-anaknya. Hal ini bukan berarti menempatkan perempuan dalam posisi yang lebih rendah, tetapi sebagai bentuk perlindungan terhadap perempuan agar tidak terbebani tanggung jawab yang berlebihan.  

 

Feminisme dalam Islam memiliki karakteristik yang berbeda dari feminisme di Barat. Islam telah sejak awal mengajarkan keadilan dan penghormatan terhadap perempuan. Dalam dunia modern, media sosial telah menjadi alat penting dalam menyuarakan hak-hak perempuan, tetapi perlu bijak dalam menyikapi tren yang berkembang agar tidak bertentangan dengan ajaran Islam.  

 

Perempuan Muslim memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan, bekerja, dan berperan dalam masyarakat, tetapi juga tetap harus menjaga nilai-nilai Islam dalam setiap langkah perjuangannya. Dengan memahami esensi feminisme dalam Islam, perempuan dapat memperjuangkan hak-haknya tanpa harus meninggalkan identitas keislamannya.  

 

Kesimpulan

 

Feminisme dalam Islam sejatinya bukanlah hal yang bertentangan dengan ajaran agama, melainkan merupakan suatu gerakan yang berupaya menegaskan prinsip kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan yang sudah tercermin dalam banyak ayat Al-Qur'an dan hadis. Islam, sejak awal, memberikan perhatian besar pada hak-hak perempuan, mulai dari hak untuk memperoleh pendidikan, hak untuk bekerja, hingga hak untuk memilih pasangan hidup. Namun, dalam praktiknya, interpretasi yang keliru terhadap ajaran agama sering kali menghambat pencapaian kesetaraan gender.

 

Feminisme dalam konteks Islam berusaha mengembalikan esensi hak-hak perempuan yang diberikan oleh Allah, dengan menolak segala bentuk penindasan yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Penting untuk diingat bahwa feminisme dalam Islam bukanlah bentuk pemberontakan terhadap sistem sosial atau agama, melainkan perjuangan untuk menegakkan keadilan dan hak asasi manusia. Dengan demikian, feminisme dalam Islam dapat dilihat sebagai upaya untuk memperkuat posisi perempuan dalam masyarakat sesuai dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil-‘alamin, yaitu membawa kedamaian dan kebaikan bagi seluruh umat manusia.[]

 

Pengirim :

Shinta Lestari Oktaviarini, Vely Lestari, Alexa Camaly Putri, Suhidbal, Revarelina Putri Meilary, dan Zainul (mahasiswa Universitas Bangka Belitung)

 

×
Berita Terbaru Update