Notification

×

Iklan

Iklan

Konsekuensi Hukum Pasca Sritex Diputus Pailit

Jumat, 28 Maret 2025 | Maret 28, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-03-28T02:32:47Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik


Pada Oktober 2024 Pengadilan Niaga semarang memutuskan dan mengabulkan permohonan pailit yang diajukan oleh PT Indo Bharat Rayon (IBR) atas ketidakmampuan PT Sri Rejeki Isman (Sritex) membayar utang utangnya, upaya hukum yang ditempuh Sritex yakni mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atau MA terkait putusan Pengadilan Niaga.


PT Sri Rejeki Isman atau di kenal dengan nama Sritex merupakan perusahaan tekstil yang berdiri sejak tahun 1966 pernah di juluki dengan sebutan raksasa tekstil  di Asia Tenggara. Dalam perjalanannya Sritex harus menyerah setelah 58 tahun berdiri, perusahaan tersebut di putusan Mahkamah Agung (MA) dengan Nomor Perkara: 1345 K/PDT.SUS-PAILIT/2024, bahwa MA menolak permohonan kasasi PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex.


Kilas balik sebelum kasasi lantas bagaimana konsekuensinya pasca di putus pailit oleh pengadilan?


Kepailitan adalah suatu kondisi dimana perusahaan tidak mampu menjalankan kewajiban membayar utang yang telah jatuh tempo. Kepailitan sendiri di atur dalam Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Menurut pasal 1 angka 1 Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 


Berdasarkan pasal 2 ayat 1 Undang - Undang KPKPU syarat - syarat kepailitan utamanya adalah : 1) Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor; 2) Harus adanya hutang; 3) Satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih; dan 4) Adanya permohonan pailit dari lembaga - lembaga kredit. 


Jika syarat - syarat tersebut terpenuhi Pengadilan dapat menetapkan keputusan kepailitan terhadap debitur. Di balik putusan pailit tentu saja ada konsekuensi hukum yang di tanggung oleh Sritex, pasca diputusnya pailit kewenangan Sritex sebagai debitur menjadi terbatas dalam mengelola harta. Kewenangan mengurus dan membereskan harta perusahaan dialihkan pengadilan ke kurator, kurator inilah yang mengurus harta si debitur pailit. 


Pasal 1 angka 5 menjelaskan kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitur Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-Undang ini. Pasal 16 menjelaskan bahwa kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.


Debitur pailit hanya dapat melakukan perbuatan hukum dalam bidang kekayaan apabila perbuatannya itu mendatangkan keuntungan atau menambah harta si debitur, langkah - langkah yang di ambil harus memberikan keuntungan bagi perusahaan namun apabila perbuatan atau langkah langkah tersebut dianggap dapat merugikan si kreditur atau mengurangi harta pailit maka kurator dapat meminta pembatalan atas langkah - langkah yang akan di ambil si debitur.


Dan untuk mencegah terjadinya perbuatan yang  merugian harta pailit, debitur wajib mengkonsultasikan langkah yang akan di ambil dan memberitahukannya kepada kurator terlebih dahulu, jadi setelah di putus pailit Sritex kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus harta kekayaaannya karena yang mengurus harta kekayaan adalah kurator, apabila Sritex ingin mengambil perbuatan atau langkah langkah untuk mengelola harta maka langkah yang di ambil harus terlebih dahulu melaporkannya ke kurator, hal ini menyebabkan Sritex kesulitan untuk bergerak dan menyebabkan PHK besar besaran.[]


Penulis :

Aulia Sungkar, Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung

×
Berita Terbaru Update