![]() |
Foto/Ilustrasi |
Proses menuju dewasa pasti akan dilalui oleh setiap kalangan manusia, terutama pada fase remaja, akhir-akhir ini sedang banyak dibahas tentang masalah kesehatan mental. Quarter life crisis adalah fase emosional yang umum dialami oleh setiap individu berusia antara 19 hingga 30 tahun di mana mereka merasakan ketidakpastian dan kecemasan, Seseorang yang mengalami kondisi ini sering merasa tidak memiliki arah dan khawatir tentang masa depan. Data menunjukkan bahwa 6,1% penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan kesehatan mental (Kemkes, 2023). Kondisi ini diperparah dengan tingkat pengangguran yang mencapai 4,82% atau 7,2 juta jiwa per Februari 2024, dengan kelompok umur 15-24 tahun menyumbang angka tertinggi sebesar 16,42% (Badan Pusat Statistik, 2024).
Pada periode ini, individu sering kali mulai mempertanyakan identitas diri, tujuan hidup, masalah keluarga, perihal keuangan, serta pilihan karier dan hubungan mereka. Quarter life crisis dapat terjadi ketika seseorang merasa terjebak dalam kebingungan dan keraguan mengenai arah hidupnya. Hal ini sering dipicu oleh berbagai faktor seperti tekanan untuk mencapai kesuksesan, perbandingan sosial dengan teman sebaya, hubungan percintaan, serta masalah pekerjaan dan ekonomi. Quarter life crisis bisa menjadi masalah serius ketika individu mulai tidak meyakini eksistensinya sebagai manusia dan tidak percaya diri ketika bertemu atau bersosialisasi dengan orang lain serta tidak memiliki tujuan hidup.
Quarter life crisis dapat bermula pada fase remaja, dimana semua hal terasa klise dan sulit untuk beradaptasi dengan dunia luar, tentu setiap individu memiliki kondisi yang berbeda-beda pada tiap tahap proses pendewasaan, namun seringkali masalah ini muncul bedasarkan beberapa sebab, yaitu : 1) Mengalami masalah keluarga atau masalah pertemanan; 2) Sulit beradaptasi untuk menjalankan hidup yang baru; 3) Membandingkan diri dengan teman sebaya yang sudah berhasil; 4) Masalah hubungan romansa yang rumit; 5) Memiliki kondisi ekonomi yang tidak terlalu bagus; dan 6) Kecewa dalam mengambil keputusan yang sudah dijalani.
Hal tersebut dapat mempengaruhi bagaimana Quarter life crisis dapat terjadi, namun tidak memupuni bahwa lingkungan juga dapat mempengaruhi terjadinya Quarter life crisis. Tanda tanda seorang individu mengalami Quarter life crisis adalah merasa cemas berlebih dengan apa yang belum terjadi, terlalu membandingkan diri dengan pencapaian orang lain, merasa khawatir dengan fase kehidupannya, kurangnya semangat dalam menjalani hari, sulit merasa percaya diri ketika mengambil keputusan, dan dalam menjalani masa seperti itu sudah pasti kita beertanya-tanya kepada diri sendiri mengenai apa yang sedang kita pikirkan dan apa yang sedang kita jalani yang akhirnya menjadi tekanan terhadap diri sendiri.
Quarter life crisis harus cepat disadari, mulailah dengan mengungkapkan afirmasi positif kepada diri sendiri, merefleksi diri sendiri di depan cermin, bercerita kepada orang lain yang dipercaya, mengatakan hal hal baik setiap harinya seperti “ini sulit, tetapi aku bisa bertahan dengan kuat seperti sebelumnya” . “terimakasih sudah melewati hari hari yang sulit dengan baik” kegiatan seperti ini dapat meredakan pikiran buruk tentang diri sendiri. Dan yang terpenting adalah berhenti untuk membandingkan diri kita dengan orang lain karena setiap individu memiliki fase yang berbeda beda, standar kehidupan setiap orang pun berbeda, kita tidak bisa menyamakan diri dengan oranglain sebab tujuan setiap individu dalam mencapai kesukesannya tentu tidak sama dengan yang lainnnya.
Sosial media pun dapat berpengaruh pada masa-masa seperti ini, individu yang mengalami Quarter life crisis sebaiknya memilah hal yang membuat rasa cemas dan khawatir itu terjadi ketika bermain media sosial. Kita dapat memulai untuk memperhatikan kebutuhan diri kita, dan kebaikan kebaikan yang dapat kita jalani. Quarter life crisis dapat terjadi pada siapa saja, hal ini adalah sesuatu yang sangat wajar di masa masa pendewasaan. Apabila masih mengalami kesulitan dalam menghadapi Quarter life crisis, individu disarankan untuk berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater yang professional agar hal tersebut tidak memburuk dan mempengaruhi kesehatan jiwa, Dengan memahami quarter life crisis, individu dapat lebih siap untuk menghadapi tantangan emosional yang muncul selama fase transisi ini.[]
Pengirim :
Luth Malia Audri Yanti, mahasiswi Prodi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Pamulang, email: luthmaliaa@gmail.com