Notification

×

Iklan

Iklan

Pemanfaatan Zat Hirudin (Senyawa Peptida) pada Lintah (Hirudo Medicinalis) yang Termasuk Filum Annelida Untuk Pengobatan

Senin, 30 Desember 2024 | Desember 30, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-12-30T11:17:52Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

(Foto/Ilustrasi)

Sakinatun Najwa 1), Khoirunisa Nurul Azijah 2), Neneng Nurhayati 3)

1)Jurusan Tadris Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Indonesia Siber Syekh Nurjati Cirebon  

2) Jurusan Tadris Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Indonesia Siber Syekh Nurjati Cirebon

3) Jurusan Tadris Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Indonesia Siber Syekh Nurjati Cirebon


ABSTRAK


Lintah termasuk dalam filum Hirudinea dan berasal dari genus Hirudo, yang artinya lintah, sehingga pengobatan dengan lintah dikenal sebagai Hirudoterapi. Terapi lintah merupakan salah satu bentuk pengobatan tradisional yang telah berkembang sejak dahulu hingga kini, dengan menggunakan lintah medis (Hirudo medicinalis) sebagai alat bantu penyembuhan. Lintah akan menghasilkan zat hirudin sebagai zat antikoagulan (agar darah tidak beku). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan dan mekanisme kerja zat hirudin pada lintah untuk pengobatan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data kualitatif yakni dengan teknik wawancara dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lintah medis (Hirudo medicinalis) mengandung zat aktif dalam air liurnya, seperti hirudin, yang dapat memperlancar peredaran darah dan memperbaiki jaringan rusak. Terapi lintah digunakan untuk mengatasi gangguan sirkulasi dan penyakit seperti varises, eksim, serta mendukung penyembuhan pasca-operasi. Implikasinya, terapi lintah dapat menjadi alternatif pengobatan yang efektif, terutama dalam dunia kesehatan modern, dengan potensi memperbaiki sirkulasi dan mengurangi peradangan.


Keywords: Lintah, Zat Hirudin, dan Pengobatan


PENDAHULUAN


Lintah, yang termasuk dalam filum Hirudinea dan berasal dari genus Hirudo (berarti lintah), menjadi dasar pengobatan yang dikenal sebagai Hirudoterapi. Dari sekitar 600 jenis lintah, hanya beberapa spesies yang digunakan untuk terapi ini, seperti Hirudo medicinalis, Hirudinaria manillensis, dan Haemadipsa ghilianii. Meskipun fungsinya serupa, perbedaan utama ada pada ukuran tubuhnya, dengan Hirudo medicinalis sebagai yang paling populer. Penelitian terus dilakukan untuk mengeksplorasi potensi air liur lintah, yang mampu mencegah atau menghentikan pembekuan darah. Air liur lintah mengandung senyawa aktif seperti hirudin, callin, histamin, dan lainnya. Kini, lintah mulai dimanfaatkan oleh dokter untuk memulihkan aliran darah pada jaringan yang dicangkok atau anggota tubuh seperti jari dan kaki yang disambung. (Ma’arif dkk., 2022)


Lintah merupakan salah satu spesies dari filum Annelida yang memiliki tubuh pipih dengan segmen-segmen yang jelas. Hirudo medicinalis, yang termasuk dalam kelas Hirudinea, tidak memiliki rambut maupun parapodia, tetapi memiliki dua alat penghisap di kedua ujung tubuhnya. Lintah ini menghasilkan hirudin, yakni zat antikoagulan yang mencegah pembekuan darah. Sistem pencernaannya lengkap, terdiri dari mulut, usus, dan anus. Lintah umumnya bersifat hemafrodit dan dapat hidup di berbagai habitat, seperti air laut, air tawar, dan daratan. Makanan utamanya adalah cacing dan larva serangga. Dengan sistem peredaran darah tertutup, lintah mulai diteliti di Amerika untuk pengobatan berbagai gangguan, seperti masalah darah, hati, dan paru-paru. Selain itu, Hirudo medicinalis juga dipromosikan untuk mengatasi komplikasi setelah pembedahan mikro, seperti pencangkokan kulit. (Widyawanti, 2019)


Penggunaan lintah dalam dunia pengobatan telah dikenal selama lebih dari 4000 tahun. Terapi lintah sudah dipraktikkan sejak masa Hippocrates. Dalam teks-teks Sanskerta, Dhavantari, yang dianggap sebagai bapak kedokteran India, digambarkan membawa nektar dan lintah. Metode ini juga digunakan dalam pengobatan tradisional Tiongkok, bahkan ditemukan lukisan lintah obat di makam Firaun. Dalam tradisi kedokteran Yunani, lintah disebutkan dalam puisi Alexpharmacia karya Nicandros, dan oleh dokter Romawi, Galen, terapi lintah diklasifikasikan sebagai cara untuk mencapai keseimbangan kesehatan. (Ma’arif dkk., 2022)


Pengobatan tradisional dapat menjadi alternatif bagi masyarakat dalam menangani berbagai penyakit. Secara umum, terdapat dua jenis jalur pengobatan yang dikenal, yaitu jalur medis (metode kedokteran) dan jalur non-medis (metode tradisional). Keduanya saat ini sama-sama dianggap penting. Namun, pengobatan modern yang menggunakan obat berbahan kimia sintesis sering kali memiliki kekurangan. Penggunaan obat-obatan sintetis dalam jangka panjang dapat menimbulkan efek samping yang berpotensi merusak organ seperti hati dan ginjal. (Soraya dkk., 2021)


Penyakit terus berkembang dengan cepat, mendorong masyarakat untuk mencari berbagai metode pengobatan guna menghindari berbagai jenis gangguan kesehatan. Di Indonesia, keragaman budaya turut memengaruhi beragam cara pengobatan tradisional yang dilakukan. Salah satu metode yang menarik perhatian adalah terapi lintah, yang dalam istilah medis dikenal sebagai Hirudo medicinalis. Pengobatan ini mulai diperluas dengan mengirim delegasi ke Malaysia untuk mempelajari teknik terapi lintah. Di sana, perwakilan dari Indonesia mendapatkan pelatihan mengenai metode pengobatan ini. (Rosmita dkk., 2024)


Terapi lintah adalah salah satu metode pengobatan tradisional yang telah digunakan sejak lama, memanfaatkan lintah medis (Hirudo medicinalis) sebagai alat untuk penyembuhan. Di Indonesia, praktik ini semakin populer, baik untuk pencegahan maupun perawatan kesehatan. Terapi lintah bekerja dengan cara mengisap darah, mirip dengan metode bekam atau fashdu, tetapi menggunakan lintah sebagai media penghisap. Manfaat utama dari terapi ini meliputi pengurangan peradangan, pereda nyeri, dan peningkatan sirkulasi darah. Selain itu, terapi lintah efektif dalam mengobati berbagai penyakit seperti abses, artritis, glaukoma, miastenia gravis, trombosis, gangguan vena, masalah sirkulasi darah, hingga penyakit jantung iskemik. (Firasora dkk., 2021)


Terapi lintah, atau hirudoterapi, adalah metode pengobatan yang memanfaatkan lintah untuk mengeluarkan darah dari jaringan yang mengalami edema pada berbagai kondisi penyakit dengan tujuan penyembuhan. Praktik ini telah dilakukan sejak lama dan terus berkembang. Awalnya, terapi lintah hanya digunakan untuk prosedur sederhana dalam mengeluarkan darah. Namun, seiring waktu, penggunaannya didasarkan pada ilmu fisiologi dengan penerapan klinis yang lebih rasional dan terarah. (Ariawa dkk., 2020)


Terapi lintah merupakan salah satu metode pengobatan unik yang bisa juga dikenal dengan sebutan Hirudotherapy. Lintah merupakan hewan hematofagus yang telah diketahui mengandung banyak senyawa aktif biologis dalam air liur dan sekresi lainnya. Dokter juga banyak merekomendasikan terapi lintah untuk pengobatan, karena sejumlah studi dan laporan ilmiah telah mengkonfirmasi manfaat dari metode perawatann ini. Hingga abad ke-19, lintah secara umum digunakan untuk menghisap darah pasien. Dalam ilmu pengobatan di berbagai budaya sejak zaman kuno, hal ini dianggap dapat menyembuhkan beberapa penyakit tertentu. (Waryanta, 2024)


Manfaat Terapi lintah tentunya begitu banyak manfaat yang tersimpan di dalamnya. Air liur yang dimiliki oleh lintah mengandung sifat antikoagulan yang dapat bermanfaat dalam mencegah penyumbatan atau penggumpalan darah. Adapun kandungan protein dan peptida di dalam air liur lintah yang juga dipercaya dapat bermanfaat untuk mencegah adanya penyumbatan pembuluh darah. Terapi lintah sangat efektif untuk melancarkan aliran atau peredaran darah. Hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengobati gangguan sirkulasi darah maupun adanya penyakir kardiovaskular. (Latif, 2022)


Terapi alternatif dengan lintah (Hirudo Medicinalis) telah digunakan sejak abad ke 18, namun sejak berkembangnya dunia medis kedokteran di abad 19, perlahan terapi lintah mulai dilupakan orang. Terapi ini kembali digunakan pada awal 1990 dimana dalam sebuah riset medis dengan terapi lintah berhasil membuktikan bahwa terapi ini dapat menyembuhkan tumor tanpa kemoterapi dan pembedahan. Anti koagulan yang terkandung pada lintah juga dapat menyebabkan hemodilution hipovolemik yang dapat mengurangi tekanan aliran darah pada dinding pembuluh darah. (Widaswara & Utoyo, 2012)


Penggunaan lintah dalam dunia medis, yang dikenal sebagai terapi hirudo, dipercaya mampu mengatasi berbagai penyakit, mulai dari gangguan di kepala hingga hemoroid. Menurut pengobatan klasik Unani dari India, terapi lintah efektif untuk mengobati blefaritis, varises vena, faringitis, elephantiasis, tinea corporis, vitiligo, osteoartritis, dan eksim. Selain itu, terapi ini juga dapat digunakan untuk menangani abses, artritis, glaukoma, miastenia gravis, trombosis, serta beberapa gangguan vena. Lintah medis sering dimanfaatkan dalam operasi plastik dan untuk mengatasi masalah sirkulasi darah, termasuk penyakit jantung iskemik. (Taqiyyah & Anggraini, 2017)


METODE PENELITIAN


Metode penelitian menjelaskan jenis penelitian dan metode analisis data yang dilakukan. Jenis metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian kualitatif melalui Teknik pengambilan data yaitu observasi, wawancara, serta diperkuat dengan studi literatur, dimana peneliti akan melakukan pengamatan mengenai tata cara pemanfaatan zat hirudin pada lintah dalam pengobatan terapi lintah serta  peneliti akan melakukan wawancara kepada narasumber yakni pemilik atau penanggung jawab tempat terapi lintah. Kemudian, hasil yang didapatkan dilanjutkan dengan analisis data secara deskriptif. 



HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN HASIL 


Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan di di Bekam pijat saraf Cirebon, Jl. Yudhistira 1 No.8, Tukmudal, Kec. Sumber, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Disertai Narasumber Bapak Na’im yang bertanggung jawab dalam tempat terapi lintah di tempat tersebut, berikut beberapa hasil wawancara yang telah didapat:


Zat yang terkandung pada air liur lintah


Menurut pengurus tempat terapi bekam, lintah (Hirudo medicinalis) terdapat beberapa zat yang terkandung pada air liur lintah yaitu Hirudin Berfungsi menghambat pembekuan darah, sehingga darah dapat mengalir lebih lancar. Histamin untuk membantu memperlebar pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah ke area yang dibekam. Enzim untuk membantu memecah bekuan darah dan jaringan yang rusak.


Langkah-langkah dalam Terapi Lintah


Hasil wawancara dari pengurus tempat terapi, langkah-langkah yang dilakukan dalam terapi lintah yakni diantaranya pertama, setelah menentukan titik tubuh yang akan diterapi, kulit ditusuk sedikit untuk mengeluarkan darah agar lintah lebih mudah menempel. Lintah kemudian ditempatkan pada luka tusukan dengan kepala mengarah ke dalam. Untuk mencegah lintah berpindah, biasanya lintah ditutup dengan tisu. Setelah menghisap darah secukupnya, lintah akan lepas dengan sendirinya. Jika tidak, dapat dibantu dengan menggunakan zat yang berbau menyengat. Setelah lintah lepas, luka bekas gigitan dibersihkan dan ditutup dengan kain kassa yang diberi bubuk kopi atau daun bandotan untuk menghentikan pendarahan.

Gambar1. Hasil Darah yang Keluar (Sumber: https://g.co/kgs/GrytiFW)




Gambar 2. Penempatan Lintah (Sumber: https://g.co/kgs/GrytiFW)








Kendala dalam terapi lintah Terkait Persediaan dan Kualitas Bahan


Hasil wawancara dengan pengurus tempat terapi bahwa kendala atau tantangan yang dihadapi mencakup lintah yang digunakan haruslah lintah medis yang steril dan bebas penyakit. Kualitas lintah yang buruk dapat menyebabkan infeksi atau reaksi alergi.  Lintahnya juga tidak mengalami setres dengan kata lain lintah tidak bereaksi dimana lintah mungkin mengalami kesulitan bertahan hidup atau berkembang biak jika ditempatkan di lingkungan yang tidak sesuai, seperti air yang tercemar.


Upaya yang harus dilakukan Apabila terjadi Efek samping


Menurut hasil wawancara yang dilakukan, menyatakan bahwa efek samping jarang terjadi, bila pun terjadi mungkin disebabkan pasien yang tidak dalam kondisi yang fit yang akan menimbulkan efek samping seperti mual dan pusing, cara mengatasinya bisa saat setelah dilakukan terapi sevaiknya istirahat dan hindari beraktivitas berat.


Bagian tubuh yang Sering dijadikan Tempat Terapi


Menurut hasil wawancara yang telah dilakukan, menyatakan bahwa Bagian tubuh yang sering dijadikan tempat untuk terapi yaitu pada punggung karena area ini sering dibekam karena banyak titik akupunktur yang berkaitan dengan berbagai organ dalam tubuh, pada lengan dan kaki untuk mengatasi masalah pada sendi dan otot ataupun gejala diabetes, pada kepala untuk mengatasi penyakit tumor otak.


Gambar 4. Proses Wawancara kepada Narasumber (Foto/Ist)


Gambar 5. Lintah yang digunakan Narasumber untuk Proses Terapi (Foto/Ist)


PEMBAHASAN


Sejak dulu hingga kini, terapi lintah menggunakan lintah medis (Hirudo medicinalis) tetap menjadi pilihan pengobatan alternatif yang populer. Minat masyarakat terhadap terapi ini tidak pernah surut, terutama karena kandungan air liur lintah yang kaya akan zat-zat berkhasiat untuk berbagai jenis penyakit.


Lintah termasuk kedalam filum Annelida yang dimana termasuk kedalam kelas Hirudenia merupakan kelas filum Annelida yang tidak memiliki seta (rambut) dan tidak memiliki parapodium di tubuhnya. Tubuh Hirudinea yang pipih dengan ujung depan serta di bagian belakang sedikit runcing. Di segmen awal dan akhir terdapat alat penghisap yang berfungsi dalam bergerak dan menempel. Gabungan dari alat penghisap dan kontraksi serta relaksasi otot adalah mekanisme pergerakan dari Hirudinea. Kebanyakan dari Hirudinea merupakan ekstoparasit yang sering didapati di permukaan luar inangnya. Ukuran Hirudinea beragam dari 1-30 cm. Tubuhnya pipih dengan ujung anterior dan posterior yang meruncing. Pada anterior dan posterior terdapat alat pengisap yang digunakan untuk menempel dan bergerak. Hirudinea memiliki zat antikoagulas dan umumnya hidup di air tawar, darat, dan air laut.(Maya & Nurhidayah, 2020) 


Sebagian besar Hirudinea adalah hewan ektoparasit pada permukaan tubuh inangnya. Inangnya adalah vertebrata dan termasuk manusia. Hirudinea parasit hidup dengan mengisap darah inangnya, sedangkan Hirudinea bebas hidup dengan memangsa invertebrata kecil seperti siput. Hirudinea hidup pada inangnya untuk menghisap darah dengan cara menempel. Sebagian mereka membuat luka pada permukaan tubuh inang sehingga dapat menghisap darahnya, sedangkan sebagian lain mensekresikan suatu enzim yang dapat melubangi kulit, dan jika itu terjadi maka waktunya mensekresikan zat anti pembeku darah, kebanyakan tidak terasa saat kelas ini menempel pada inangnya karena ia menghasilkan suatu zat anastesi yang dapat menghilangkan rasa sakit.(Yanuhar, 2018)


Berikut klasifikasi dari Lintah medis (Hirudo medicinalis)

Klasifikasi Ilmiah

Kingdom : Animalia 

Fillum : Annelida 

Kelas : Clitellata

Ordo : Arhynchobdellida 

Family : Hirudinidae 

Genus : Hirudo 

Spesies : Hirudo medicinalis                    


Lintah memiliki bentuk tubuhnya pipih dan segmen-segmennya jelas. Hirudo medicinalis merupakan kelas dari Hirudinea. Lintah ini tidak mempunyai rambut dan parapodia serta mem-punyai dua alat penghisap pada kedua ujung tubuhnya. Lintah akan menghasilkan zat hirudin sebagai zat antikoagulan (agar darah tidak beku). Saluran pencernaannya sempurna (mulut, usus, dan anus).Pada umumnya hemafrodit. Hidupnya di air laut,air tawar dan darat.Makanannya cacing dan larva serangga. Memiliki sistem peredaran tertutup. Di Amerika, lintah mulai diteliti untuk mengobati gangguan darah, hati, dan paru-paru. (Rahmadina & Eriri, 2018)


Lintah (Hirudo medicinalis) adalah salah satu makroinvertebrata yang termasuk dalam makrozoobentos. Lintah ini memiliki sistem osmoregulasi yang memungkinkan mereka beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Dalam situasi lingkungan yang tidak mendukung, lintah akan mengeluarkan lendir sebagai mekanisme adaptasi fisiologis. Struktur tubuh lintah lunak, dengan integumen yang dilapisi lendir untuk ekskresi dan osmoregulasi. Selain itu, kulit lintah memiliki banyak kapiler darah, yang rentan mengalami pendarahan jika terpapar kondisi lingkungan ekstrem, seperti larutan hipertonis. Lintah juga menunjukkan respons adaptasi terhadap perubahan lingkungan dengan mengatur tekanan osmotik dalam tubuhnya untuk mempertahankan keseimbangan cairan. (Juliantara dkk., 2018)


Seekor lintah mungkin mengambil waktu 15-30 menit untuk menyedot darah dari badan manusia. Selama waktu tersebut, ia dapat mengisap kira-kira 2,5-5,5 gm darah. Kuantitas darah tersebut sudah cukup bagi lintah untuk bertahan selama 6 bulan. Di kerongkongan tempat isapan lintah, terdapat tiga rahang yang berbentuk seperti setengah gergaji yang dihiasi sampai 100 gigi kecil. Saat mengisap darah, lintah akan menghasilkan cairan yang mampu mencegah terjadinya penggumpalan dan pengeringan darah. Air ludahnya diketahui mengandung zat aktif yang sekurang-kurangnya berisi 15 unsur, yaitu hirudin, hyaluronidase, pseudohirudin, destabilase, apyrase, bdellines, eglines, kininases, histamine, collagenase, prostanoids, proteases, lipolytic enzymes, thrombin, dan antikolagen. (Widyawanti, 2019)


Berikut penjelasan kandungan zat aktif pada lintah :

1. Hirudin adalah zat yang dapat menghalangi terjadinya pembekuan darah. Umumnya, hirudin digunakan untuk membuat darah tetap mengalir atau tidak membeku. Hirudin terdiri atas 65 asam amino yang berpotensi menghambat pendarahan atau pembekuan darah. Hirudin akan mengurangi gumpalan darah yang terbentuk dan meningkatkan aliran darah pada bagian-bagian tertentu dalam tubuh.


2. Histamine merupakan zat yang berfungsi sebagai pengembang. Zat pengembang ini ditemukan pada bagian ludah lintah. Adapun hyaluronidase adalah zat yang berasal dari ludah lintah yang termasuk dalam jenis obat bius, pencegah pembekuan darah (hirudin), vasodilator lokal (histamine) dan satu enzim (hyaluronidase).


3. Thrombin adalah zat yang mengaktifkan konversi fibrin dari fibrinogen dan meningkatkan pembekuan. Sedangkan, antikolagen adalah zat yang keluar dari air liur lintah atau spesies sejenis. Berdasarkan hasil penelitian, ternyata zat ini dapat digunakan untuk perawatan dan pengendalian trombosit. Zat ini dapat berfungsi sebagai penunda penuaan dan dapat digunakan sebagai bagian bahan dasar kosmetik.


Hasil observasi mengenai informasi metode pengobatan terapi lintah yang dipakai oleh Bekam pijat saraf Cirebon sudah sesuai dan memenuhi standar instansi kesehatan dengan langkah-langkah terapi sebagai berikut: 

a) Mengambil lintah dengan menggunakan sarung tangan atau tissue. 

b) Menentukan titik bagian tubuh yang menjadi tempat lintah untuk menggigit. 

c) Menusukkan jarum pada titik bagian tubuh guna mengeluarkan darah agar lintah mudah untuk mengisap. 

d) Mengarahkan ujung yang lebih kecil (kepala) ke bagian tubuh yang akan diterapi, kemudian bagian belakang lintah atau ekor (ujung bagian besar) akan menempel di sekitarnya.

e) Menutup lintah dengan tissue untuk menyerap air yang keluar dari tubuh lintah.

f) Memantau terus lintah untuk memastikan lintah tidak berpindah tempat.

g) Jika lintah sudah terisi dengan cukup darah, biasanya lintah jatuh dengan sendirinya. Jika tidak, gunakan garam, minyak kayu putih, parfume, atau sesuatu yang memiliki bau yang menyengat dan arahkan ke kepalanya. 

h) Meletakkan lintah ke dalam bejana yang berisikan air.

i) Setelah lintah lepas, letakkan tissue atau gulungan pembalut untuk menyerap darah yang keluar.

j) Menutup luka bekas gigitan menggunakan kain kassa yang sebelumnya sudah diberi sedikit bubuk kopi atau sedikit robekan dari daun bandotan guna menghentikan pendarahan di kulit akibat gigitan lintah.

k) Terakhir, merekatkan kain kassa menggunakan plester.


Menurut Hentu (2022) Terapi   lintah   atau   hirudoterapi   telah   digunakan   dalam   pengobatan   tradisional   untuk meningkatkan  aliran  darah  dan  mengurangi  pembengkakan.  Lintah  menghasilkan  enzim  hirudin yang   bersifat   antikoagulan,   membantu   mengencerkan   darah,   mencegah   pembekuan,   dan memperbaiki aliran darah di area yang bermasalah. Penelitian menunjukkan bahwa  hirudoterapi  efektif  dalam  mengatasi  masalah  gangguan  sirkulasi  seperti  penyakit  vena kronis dan trombosis.


Menurut Ariawa dkk., (2020) terapi  lintah juga dapat  mengatasi jerawat  dikarenakan  air  liur  dalam  gigitan  lintah mengandung  zat  aktif  yang  bersifat  anti-inflamasi dan  mampu  membantu  penyembuhan  jerawat membantu  mengeluarkan  darah  kotor  yang mengandung  bakteri  penyebab  jerawat    dan kemudian  digantikan  dengan  darah  bersih  tinggi oksigen.


Menurut pengobatan klasik Unani dari India, terapi lintah efektif untuk mengobati blefaritis, varises vena, faringitis, elephantiasis, tinea corporis, vitiligo, osteoartritis, dan eksim. Selain itu, terapi ini juga dapat digunakan untuk menangani abses, artritis, glaukoma, miastenia gravis, trombosis, serta beberapa gangguan vena. Lintah medis sering dimanfaatkan dalam operasi plastik dan untuk mengatasi masalah sirkulasi darah, termasuk penyakit jantung iskemik. (Taqiyyah & Anggraini, 2017)


Terapi lintah merupakan suatu jenis terapi dengan memanfaatkan hisapan lintah. Teknik pengobatan bekam ini memanfaatkan lintah sebagai media penghisap darah untuk memperlancar aliran darah. Khasiat dari pengobatan ini yang paling populer yaitu untuk mengobati peradangan, meringankan nyeri, dan melancarkan peredaran darah. Manfaat lainnya untuk mengobati abses, artritis, glaukoma, miastenia gravis, thrombosis, dan beberapa kelainan vena lainnya. Lintah medis juga dapat digunakan dalam operasi plastik dan beberapa masalah sirkulasi darah lainnya serta penyakit jantung iskemik.(Soraya dkk., 2021)


SIMPULAN


Berdasarkan data dan pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa lintah medis (Hirudo medicinalis) memiliki air liur yang kaya zat aktif seperti hirudin, histamin, dan enzim yang membantu melancarkan peredaran darah, memperlebar pembuluh, serta memecah jaringan yang rusak. Langkah-langkah terapi dimulai dari menyiapkan lintah, menentukan titik tubuh yang akan diterapi, hingga membersihkan luka gigitan dengan bahan alami seperti bubuk kopi atau daun bandotan. Terapi ini banyak digunakan pada bagian tubuh tertentu, seperti punggung, lengan, kaki, dan kepala, untuk mengatasi masalah kesehatan seperti gangguan sirkulasi, penyakit jantung iskemik, dan peradangan. Terapi lintah juga dikenal efektif mengobati berbagai penyakit, termasuk blefaritis, varises vena, eksim, dan trombosis, serta membantu penyembuhan setelah operasi plastik. Air liur lintah mengandung enzim antikoagulan, anti-inflamasi, dan antikolagen yang mendukung proses pengobatan, termasuk dalam kasus jerawat dan luka. Penelitian menunjukkan bahwa terapi lintah dapat meningkatkan aliran darah, mencegah pembekuan, dan memperbaiki sirkulasi, menjadikannya pilihan alternatif yang bermanfaat dalam dunia kesehatan modern. 


Berikut beberapa saran terkait penelitian ini: 1.) Untuk masyarakat yang berminat menggunakan terapi lintah, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi yang dibutuhkan mengenai terapi tersebut. 2.) Masyarakat yang hendak menjalani terapi lintah sebaiknya terlebih dahulu berkonsultasi dengan praktisi berpengalaman. 3.) Penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan secara kuantitatif untuk meningkatkan kualitas hasil penelitian dan difokuskan pada jenis penyakit lain yang dapat diobati dengan terapi lintah.


REFERENSI


Ariawa, D. C., Cahyaningrum, P. L., & Suta, I. B. P. (2020). TERAPI LINTAH (HIRUDOTHERAPY) TERHADAP PENDERITA JERAWAT (ACNE VULGARIS) DI SURYA TERAPI LINTAH PERSPEKTIF AYURWEDA (STUDI KASUS). Widya Kesehatan, 2(1), 36–43.


Firasora, S. S., Sari, T. A., & Noer, S. (2021). Analisis Terapi Lintah (Hirudotherapy) di Rumah Sehat Klasik Bekasi Utara. EduBiologia: Biological Science and Education Journal, 1(2), 91. https://doi.org/10.30998/edubiologia.v1i2.9308


Hentu, A. S. (2022). Implementasi Terapi Lintah untuk Mengurangi Nyeri pada Pasien dengan Masalah Gangguan Sirkulasi di Griya Sehat Muslimah Srengseng Kembangan, Jakarta Barat. Jurnal Antara Keperawatan, 3(2), 467–470.


Juliantara, I. K. P., Sutrisna, I. G. P. A. F., & Damara, A. S. R. S. (2018). Toksisitas Detergen Terhadap Lintah (Hirudo medicinalis). Jurnal Media Sains, 2(2).


Latif, I. (2022). Untuk Melimpah dari Budidaya Lintah. Elementa Agro Lestari.


Ma’arif, H., Kurniasih, P., & Listya, A. (2022). Perancangan Infografis Hirudoterapi sebagai Pengobatan untuk Memperlancar Sirkulasi Darah. Jurnal Desain, 9(2), 213. https://doi.org/10.30998/jd.v9i2.11987


Maya, S., & Nurhidayah. (2020). Zoologi Invertebrata. Penerbit WIDINA BHAKTI PERSADA BANDUNG.


Rahmadina, R., & Eriri, L. (2018). IDENTIFIKASI HEWAN INVERTEBRATA PADA FILUM ANNELIDA DI DAERAH PENANGKARAN BUAYA ASAM KUMBANG DAN PANTAI PUTRA DELI. KLOROFIL: Jurnal Ilmu Biologi dan Terapan, 2(2). https://doi.org/10.30821/kfl:jibt.v2i2.9011


Rosmita, R., Mahmuddin, R., Aisyiah, N., & Nasaruddin, N. (2024). Terapi Lintah Perspektif Hukum Islam dan Relevansinya Terhadap MaqᾹṣid Al-Syarī’ah. Islamadina : Jurnal Pemikiran Islam, 1. https://doi.org/10.30595/islamadina.v0i0.14596


Soraya, S., Sari, T. A., & Noer, S. (2021). Analisis Terapi Lintah (Hirudotherapy) di Rumah Sehat Klasik Bekasi Utara.


Taqiyyah, I., & Anggraini, D. I. (2017). Terapi lintah sebagai alternatif pengobatan pada dermatitis atopik. Medula, 7(5), 171-176.


Waryanta. (2024). Bagaikan Pohon yang Menggugurkan Daunnya: Kisah Perjuangan sembuh dari Penyakit Kelelahan Kronis. Guepedia.


Widaswara, H., & Utoyo, B. (2012). PENGARUH TERAPI LINTAH TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI KLINIK TERAPI LINTAH MEDIS PURBA KAWEDUSAN KEBUMEN. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 8(3).


Widyawanti, V. (2019). Ampuhnya Lintah dan Undur-Undur Tebas Beragam Penyakit. Laksana.


Yanuhar, U. (2018). Avertebrata. Malang : UB Press.

×
Berita Terbaru Update