Penulis : Agung Fadilah Ramadhan, Mahasiswa Prodi Akuntansi Universitas Jambi
Pada Sabtu, 7 Desember, ribuan demonstran berkumpul di luar gedung parlemen Korea Selatan untuk mendukung mosi pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol. Aksi protes ini terjadi di tengah perdebatan sengit di dalam gedung parlemen mengenai apakah Yoon harus dimakzulkan atau tidak.
Sebelumnya, Presiden Yoon menyampaikan permintaan maaf kepada rakyat Korea Selatan atas keputusannya yang sempat memberlakukan darurat militer secara singkat. Ini adalah penampilan publik pertama Yoon sejak ia mencabut keputusan tersebut pada pagi hari Rabu.
Langkah mencabut darurat militer itu diambil setelah anggota parlemen berhasil menentang upaya militer dan polisi yang membatasi akses ke gedung parlemen untuk memberikan suara menentang keputusan tersebut. Dalam pidato singkat yang disiarkan televisi, Yoon mengungkapkan bahwa keputusan tersebut diambil karena rasa putus asa yang ia rasakan sebagai presiden. “Keputusan untuk memberlakukan darurat militer adalah bentuk keputusasaan saya sebagai presiden,” ujarnya.
Lebih lanjut, Yoon menyatakan bahwa ia tidak berniat menghindar dari tanggung jawab hukum dan politik atas keputusannya. Ia menegaskan bahwa ia akan menghadapi konsekuensi dari langkah yang dianggap pertama kali dalam sejarah Korea Selatan sejak 1980 tersebut. Yoon tidak menghindari pertanggungjawaban meskipun langkah ini telah menuai banyak kecaman, baik dari masyarakat maupun politikus yang menentangnya.
Demonstrasi dan Pemakzulan
Di luar gedung parlemen, lebih dari 150.000 orang berkumpul untuk menuntut agar Yoon mundur dari jabatannya. Berdasarkan laporan Yonhap, jumlah peserta demonstrasi mencapai 149.000 orang pada pukul 17.30 waktu setempat, meskipun penyelenggara mengklaim bahwa jumlahnya bisa mencapai satu juta orang. Para demonstran menuntut agar pemakzulan Yoon segera dilakukan, dengan alasan bahwa tindakan darurat militer yang diberlakukannya telah merusak demokrasi di negara tersebut.
Di dalam gedung parlemen, para anggota legislatif juga tengah bersidang untuk memberikan suara terhadap mosi pemakzulan. Proses ini berlangsung dalam situasi yang penuh ketegangan. Hanya satu anggota dari partai berkuasa People Power Party (PPP), yaitu Kim Sang-wook, yang memilih untuk memberikan suara dalam mosi pemakzulan. Meskipun ada beberapa anggota parlemen dari PPP yang hadir, jumlah suara yang terkumpul masih jauh dari cukup untuk meloloskan mosi pemakzulan tersebut. Untuk memakzulkan Yoon, dibutuhkan setidaknya dua pertiga suara anggota parlemen, yang tampaknya sulit tercapai karena banyak anggota partai berkuasa memilih untuk tidak memberikan suara atau memilih untuk walkout.
Ketua Majelis Nasional Korea Selatan, Woo Won-shik, mendesak anggota PPP yang telah meninggalkan ruang sidang untuk kembali dan berpartisipasi dalam pemungutan suara. Menurut Woo, memberikan suara adalah cara untuk melindungi demokrasi dan memastikan bahwa keputusan yang diambil di parlemen mencerminkan kehendak rakyat. Sementara itu, para anggota partai oposisi tetap berada di ruang sidang, menunggu kemungkinan bergabungnya anggota partai berkuasa dalam mosi pemakzulan. Agar mosi ini dapat disahkan, oposisi membutuhkan setidaknya delapan suara dari anggota PPP.
Ketegangan di Parlemen
Saat perdebatan di parlemen berlangsung, situasi semakin memanas. Hanya satu anggota PPP yang masih bertahan di ruang sidang untuk memberikan suara, sementara yang lainnya memilih meninggalkan sidang. Keputusan ini menambah keraguan apakah mosi pemakzulan dapat tercapai atau tidak. Para anggota partai oposisi berusaha keras untuk mendapatkan dukungan dari anggota PPP, namun sejauh ini upaya mereka belum membuahkan hasil yang signifikan.
Ketegangan semakin memuncak saat beberapa anggota PPP yang hadir memberikan suara untuk mosi terpisah mengenai pengangkatan jaksa khusus untuk menyelidiki ibu negara, Kim Keon Hee. Momen ini memicu reaksi keras dari publik, yang menyoraki dan mencaci para anggota parlemen yang mereka anggap telah mengkhianati demokrasi. Di tengah ketegangan ini, para pemimpin oposisi menyatakan bahwa jika mosi pemakzulan kali ini gagal, mereka akan mengajukannya kembali pada hari Rabu mendatang.
Selain itu, parlemen yang dipimpin oleh oposisi juga telah menolak usulan RUU yang mengusulkan penyelidikan terhadap ibu negara Kim Keon Hee. Meskipun demikian, hampir semua anggota partai berkuasa meninggalkan ruang sidang sebelum pemungutan suara pemakzulan dimulai. Proses pemungutan suara sendiri dilakukan dengan cara anggota parlemen mengambil surat suara, memasukkannya ke dalam kotak pemungutan suara, dan hasilnya dihitung di akhir sesi.
Suasana di gedung parlemen semakin tegang. Teriakan dan interupsi keras terdengar selama sesi langsung, dengan beberapa anggota parlemen berdiri dan saling menunjuk. Ketegangan ini menggambarkan betapa besar perbedaan pandangan yang ada di dalam parlemen mengenai nasib Presiden Yoon.[]