Notification

×

Iklan

Iklan

Nasib Bumi dan Problem Sampah yang Tak Pernah Usai

Rabu, 25 Desember 2024 | Desember 25, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-12-25T14:56:34Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik


Oleh: Dinda Oktav Ramadhani

Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta


Ahli sampah Indonesia, Professor Enri Damanhuri mengatakan bahwa ”Sampah merupakan sumber energi yang dapat dipanaskan pada proses pembakaran. Ia juga mengatakan bahwa teknologi pengolahan sampah sudah banyak, tetapi yang sulit adalah mengubah perilaku manusia dalam mengelola sampah”.


Sampah merupakan sesuatu yang sudah tidak digunakan atau tidak diinginkan lagi. Ada beberapa jenis sampah yang sering kita dengar atau jumpai, beberapa diantaranya adalah sampah rumah tangga biasanya berupa sampah organik, seperti sisa makanan, kulit buah, sayuran, daun, ranting, tepung, dan sampah anorganik seperti plastik, alat-alat make up yang sudah habis, dan  perabotan rumah tangga. 


Kemudian, ada juga sampah industri. Contohnya, limbah padat, limbah cair, dan limbah gas. Ketika sudah tidak digunakan atau tidak diinginkan lagi, sampah tersebut akan dibuang, karena dianggap sudah tidak berguna. Jika pembuangan sampah-sampah tersebut tidak tepat, kemudian sampah menumpuk dalam jumlah besar, maka sampah tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah serius bagi lingkungan dan kesehatan manusia. 


Dalam beberapa dekade terakhir, produksi sampah telah meningkat pesat di seluruh dunia, dan tidak ada tanda-tanda akan melambat. Lebih dari dua miliar metrik ton sampah padat kota (MSW) dihasilkan di seluruh dunia setiap tahun , dan angka ini diperkirakan akan meningkat sekitar 70 persen pada tahun 2050. 


Dengan populasi lebih dari 1,4 miliar orang – terbesar di dunia – Tiongkok bertanggung jawab atas bagian terbesar dari sampah padat kota global, sekitar 15,5 persen, menurut data terbaru. Negara Asia ini diperkirakan menghasilkan lebih dari 200 juta metrik ton MSW per tahun. Di sisi lain dunia, Amerika Serikat menghasilkan sekitar 12 persen dari MSW global pada tahun 2018, sementara menyumbang kurang dari lima persen dari populasi global.


AS adalah salah satu generator MSW per kapita besar, dengan rata-rata orang Amerika menghasilkan lebih dari 800 kilogram sampah per tahun. Namun, di antara negara-negara OECD, Denmark menempati peringkat sebagai produsen sampah per kapita teratas, dengan 845 kilogram yang dihasilkan pada tahun 2022. Ini hampir dua kali lipat rata-rata MSW per kapita di UE. Tingginya produksi sampah negara Nordik dikaitkan dengan sebagian besar populasi perkotaan yang dikombinasikan dengan daya beli yang tinggi.


Beberapa persen sampah global tersebut adalah puntung rokok. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kebiasaan membuang puntung rokok sembarangan dilakukan oleh jutaan orang. Setidaknya dua pertiga puntung rokok ditemukan berserakan di trotoar atau selokan, dan akhirnya berujung di lautan. Sekitar 6 triliun rokok diproduksi setiap tahun dan lebih dari 90 persen filternya mengandung plastik. Ini artinya ada lebih dari 1 juta ton plastik setiap tahun yang diproduksi dari rokok. "Banyak perokok berasumsi penyaring rokok terbuat dari bahan yang bisa terbiodegradasi atau bisa diolah. Padahal, filter rokok terbuat dari selulosa asetat (jenis plastik yang butuh sekitar satu dekade untuk bisa terurai)," jelas Elizabeth Smith yang bekerja di kebijakan pengendalian tembakau di 

Universitas California San Francisco.


Jika kita lihat dari data yang disajikan, hanya dalam kurun waktu 2018 sampai 2022. Bagaimana jika populasi sampah terus-menerus mengalami peningkatan pesat dari tahun ke tahun, apakah kita sebagai penduduk bumi akan diam saja? Sedangkan, manusialah faktor utama yang sangat dominan dalam mempengaruhi persentase sampah terbesar, khususnya di negara-negara dengan populasi besar dan tingkat konsumsi tinggi. Apakah kita hanya akan diam menjadi beban bumi? Data yang diberikan hanya mewakili sebagian kecil dari kompleksitas masalah sampah global. Jika kita menganalisis lebih dalam lagi, data yang dihasilkan akan lebih banyak daripada itu.


Dampak yang akan terjadi di masa depan jika kita tidak menjaga lingkungan dari sampah, diantaranya akan menyebabkan krisis kesehatan global melalui penyebaran penyakit, pencemaran udara dan air. Juga dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem. Seperti pencemaran tanah, kematian satwa, dan kerusakan hutan.


Kesadaran masyarakat terhadap sampah masih sangat kurang, karena masih banyak masyarakat yang belum menyadari pentingnya menjaga lingkungan. Hal inilah yang menyebabkan banyak masyarakat masih membuang sampah sembarangan, sehingga lingkungan pun menjadi tercemar. Kita sebagai manusia perlu meningkatkan kesadaran akan perbuatan yang dapat berakibat fatal untuk masa yang akan datang. 


Hidup ini bukan hanya soal kita saja. Tetapi, soal kemaslahatan umat (Kepentingan bersama) di masa yang akan datang. Apakah kita akan egois dan menutup mata atas perbuatan kita sendiri? Tidakkah kita berfikir, bahwa kehidupan ini akan terus berlanjut hingga nanti? Dimana jika kita terus bersikap egois, maka generasi selanjutnya kelak  akan merasakan dampak negatif dari perilaku yang kita lakukan saat ini. 


Contohnya, apabila kita mencemari lingkungan dengan membuang limbah ke sungai, jika dilakukan terus menerus, maka sungai akan tercemar. Jika sudah seperti itu, apakah anak cucu kita akan merasakan keasrian sungai yang kita cemari? Jawabannya jelas tidak. Hal itu dikarenakan perbuatan kita yang masih jauh dari kata sadar akan pencemaran lingkungan yang kita lakukan saat ini.

 

Maka dari itu, untuk mencegah dampak negatif yang mungkin terjadi di masa depan, hendaknya kita sebagai masyarakat peduli terhadap lingkungan. Peduli terhadap lingkungan bisa dilakukan dengan berbagai cara. Seperti melakukan kerja bakti agar lingkungan terbebas dari sampah, memilah sampah organik dan anorganik, mengubah sampah organik menjadi pupuk kompos, dan masih banyak lagi. Kemudian, pemerintah hendaknya memberikan edukasi tentang pengelolaan sampah yang benar kepada masyarakat. Dan yang paling penting, hendaknya kesadaran itu timbul karena kepedulian kita terhadap lingkungan, dan bukan hanya karena paksaan.[]

×
Berita Terbaru Update