![]() |
Annastasya Dwi Febianti, Adinda Vania Kinanti dan Dwi Puspitasari (foto/Ist) |
Dalam Islam, konsep riba (bunga) dan gharar (ketidakpastian atau ketidakjelasan) menjadi perhatian utama dalam sistem ekonomi. Keduanya dilarang dalam syariat karena diyakini membawa dampak negatif bagi individu dan masyarakat secara luas. Riba dan gharar dianggap merugikan pihak-pihak yang terlibat, menciptakan ketidakadilan, dan menyebabkan ketidakstabilan dalam perekonomian.
Secara bahasa, riba berarti “tambahan” atau “kelebihan”. Dalam konteks ekonomi, riba merujuk pada bunga yang ditambahkan dalam transaksi utang piutang atau jual beli. Islam menganggap riba sebagai bentuk eksploitasi terhadap pihak yang lemah atau membutuhkan bantuan. Dalil yang sering dijadikan landasan adalah firman Allah dalam Al-Qur’an:
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (QS. Al-Baqarah: 275)
Ayat ini menunjukkan bahwa praktik riba dianggap sama dengan perilaku orang yang kehilangan kendali atas akal sehatnya. Allah melarang riba karena dianggap menghancurkan keharmonisan sosial dan membawa ketidakadilan. Riba mendorong orang untuk mencari keuntungan tanpa kontribusi produktif, yang berpotensi memperlebar kesenjangan ekonomi antara kaya dan miskin. Selain itu, praktik riba juga merusak sikap empati dan solidaritas antarindividu dalam masyarakat.
Gharar adalah praktik yang melibatkan ketidakpastian atau spekulasi berlebihan dalam suatu transaksi. Ketidakpastian ini bisa berupa ketidakjelasan tentang objek, harga, atau waktu transaksi. Gharar dilarang karena bisa menyebabkan perselisihan, ketidakadilan, dan ketidaktentuan yang merugikan salah satu pihak.
Hadis ini memberikan contoh bahwa transaksi yang melibatkan sesuatu yang tidak pasti atau belum jelas dilarang dalam Islam.
Gharar berisiko menyebabkan pihak tertentu mengalami kerugian karena ketidakjelasan dalam transaksi tersebut. Ketidakpastian ini dapat mengakibatkan perselisihan, yang bertentangan dengan prinsip keadilan dan transparansi yang dijunjung tinggi dalam ekonomi Islam.
Islam melarang riba dan gharar sebagai upaya untuk menciptakan sistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan. Kedua konsep ini dilarang untuk mencegah ketidakadilan dan ketidakstabilan sosial. Larangan terhadap riba dan gharar mendorong umat Islam untuk menerapkan transaksi yang transparan, adil, dan berlandaskan etika, sehingga keseimbangan dalam masyarakat dan ekonomi bisa tercapai.[]
Penulis :
Annastasya Dwi Febianti, Adinda Vania Kinanti dan Dwi Puspitasari