Notification

×

Iklan

Iklan

Perlindungan Hukum Hak-Hak Pekerja di Bangka Belitung atas Tindakan PHK

Jumat, 08 November 2024 | November 08, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-11-08T03:12:04Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Siti Zakiyah Ramadhani (foto/Ist)

Berdasarkan Pasal 1 angka 15 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 menyatakan bahwa “Pemutusan Hubungan Kerja adalah Pengakhiran Hubungan Kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara Pekerja/Buruh dan Pengusaha’’. 


Akhir-akhir ini  pengangguran menjadi kabar buruk yang mendorong anjloknya perekonomian di Indonesia. Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) terbaru, pada periode Agustus 2024 terjadi tingkatan angka tenaga kerja yang ter-PHK sebesar 27,72% menjadi 46.240, dibandingkan periode Agustus 2024 sebesar 37.375. Tercatat secara tahunan, Bangka Belitung mencatat peningkatan jumlah tenaga kerja ter-PHK tertinggi, dimana per Agustus 2024 kenaikan tercatat 5.375,76% menjadi 1.807 tenaga kerja, dari Agustus 2023 sebesar 33 tenaga kerja. 


Dinas Tenaga Kerja Provinsi Bangka Belitung menyatakan jumlah kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat kasus timah di Kepulauan Babel mencapai 1.329 pekerja, karena pemilik Perusahaan tambang timah menjalani proses hukum. Industri timah menjadi salah satu sektor ekonomi utama bagi masyarakat Bangka Belitung, dan ketika terjadi krisis atau penurunan komoditas sehingga perusahaan pertambangan timah terpaksa melakukan efisiensi termasuk tindakan PHK. Dampak ini tentu saja sangat dirasakan oleh pekerja yang kehilangan mata pencahariannya, sekaligus memperburuk situasi ketenagakerjaan di wilayah Babel. 


Saat perusahaan mengambil keputusan PHK terhadap seorang pekerja, maka perusahaan juga harus bisa memenuhi kewajibannya atas hak yang harus diterima pekerja tersebut. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2021 Pasal 40 ayat 1 menjelaskan bahwa “ Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/ atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima”. 


Ayat 2 berbunyi “ Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan dengan ketentuan sebagai berikut: a). masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan Upah; b). masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan Upah; c). masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan Upah; d). masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan Upah; e). masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan Upah; f). masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan Upah; g). masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan Upah; h). masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan Upah; dan i). masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan Upah; ’’.


Kemudian ayat 3 menjelaskan bahwa Uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut: a). masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan Upah; b). masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan Upah; c). masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan Upah; d). masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan Upah; e). masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan Upah; f). masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan Upah; g). masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan Upah; dan h). masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan Upah. 


Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh Pengawas Ketenagakerjaan pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan dan/atau dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan provinsi. Berdasarkan ketentuan di atas, apabila karyawan yang diputus kontraknya tidak mendapatkan haknya, maka karyawan tersebut dapat mengupayakan dengan melaporkan tindakan perusahaan tersebut kepada instansi ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang merupakan pengawas ketenagakerjaan. 


Bagi pekerja, PHK merupakan awal mula masa pengangguran dari seorang pekerja/ buruh disertai berakhirnya kemampuan prestasi untuk membiayai keperluan hidup sehari-hari bagi diri sendiri dan keluarganya. Jika setiap orang berhak atas pekerjaan, orang tersebut setelah mendapat pekerjaan harus berhak pula untuk terus bekerja, artinya tidak diputuskan hubungan kerjanya pada esok harinya setelah ia mendapat pekerjaan, akan tetapi kenyataan bahwa PHK tidak mungkin untuk dicegah seluruhnya. PHK yang didasarkan pada alasan yang terletak pada diri pekerja/buruh bahwa PHK dimaksud dikehendaki oleh pengusaha karena terdapat peristiwa hukum yang dilakukan atau melibatkan Pekerja/Buruh. Peristiwa hukum yang dimaksud dapat berbentuk pelanggaran perundang-undangan.          


Peraturan Perusahaan atau perjanjian kerja bersama yang di dalamya secara tegas menyebutkan bahwa pelanggaran dapat berakibat putusnya hubungan pekerja/ buruh dengan pengusaha. Ketentuan mengenai PHK yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2021 pasal 36.


Pemutusan Hubungan Kerja dapat terjadi karena alasan: a). Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambil alihan, atau pemisahan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh; b). Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan Penutupan Perusahaan atau tidak diikuti dengan Penutupan Perusahaan yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian; c). Perusahaan tutup yang disebabkan karena Perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun; d). Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeure); e). Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang; f). Perusahaan pailit; 


g). adanya permohonan Pemutusan Hubungan Kerja yang diajukan oleh Pekerja/Buruh dengan alasan Pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut: 1). menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam Pekerja/ Buruh; 2). membujuk dan/atau menyuruh Pekerja/Buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; 3). tidak membayar Upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun Pengusaha membayar Upah secara tepat waktu sesudah itu; 4). tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada Pekerja/Buruh; 5). memerintahkan Pekerja/Buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau 6). memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan Pekerja/Buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada Perjanjian Kerja;


H) . adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menyatakan Pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf g terhadap permohonan yang diajukan oleh Pekerja/Buruh dan Pengusaha memutuskan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja; i). Pekerja/Buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat: 1). mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri; 2). tidak terikat dalam ikatan dinas; dan 3). tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri;


i). Pekerja/Buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh Pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis; k). Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan lain dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama; l). Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana; m). Pekerja/Buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan; n). Pekerja/Buruh memasuki usia pensiun; atau o). Pekerja/ Buruh meninggal dunia.[]


Penulis :

Siti Zakiyah Ramadhani, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung

×
Berita Terbaru Update