Foto/ILUSTRASI |
Dalam beberapa hari terakhir, perbincangan mengenai penerapan kecerdasan buatan (AI) di dunia pendidikan semakin ramai di berbagai media. Teknologi ini dianggap sebagai terobosan besar, membantu dalam berbagai aspek, mulai dari penilaian otomatis, pembuatan materi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa, hingga memberikan umpan balik instan yang dipersonalisasi. Banyak pihak melihat AI sebagai solusi atas berbagai tantangan dalam sistem pendidikan saat ini, terutama dalam meringankan beban kerja guru dan meningkatkan hasil belajar siswa. Namun, di balik kemajuan yang ditawarkan, saya khawatir bahwa penerapan AI di dunia pendidikan dapat membawa sejumlah masalah serius yang belum sepenuhnya dipertimbangkan.
Pertama, ketergantungan pada AI berisiko mengurangi keterampilan berpikir kritis dan kreativitas siswa. Ketika AI memberikan jawaban dan umpan balik instan, siswa mungkin saja tergoda untuk mengandalkan teknologi ini daripada mengembangkan kemampuan analisis dan pemecahan masalah mereka sendiri. Jika kita terus membiasakan siswa untuk menerima jawaban otomatis dari AI, mereka mungkin tidak terlatih dalam mengevaluasi pekerjaan mereka secara mandiri dan kurang terbiasa dengan proses refleksi yang menjadi dasar berpikir kritis. Misalnya, jika aplikasi AI selalu menyediakan koreksi otomatis pada tugas-tugas bahasa atau matematika, siswa bisa kehilangan kesempatan untuk belajar dari kesalahan dan menganalisis solusi mereka secara lebih mendalam. Dalam jangka panjang, keterampilan ini sangat penting untuk menghadapi dunia kerja yang terus berubah.
Selain itu, integrasi AI di sekolah menimbulkan kekhawatiran tentang privasi dan keamanan data siswa. Penerapan AI dalam pendidikan biasanya membutuhkan data yang sangat rinci, termasuk gaya belajar, kecepatan belajar, dan preferensi belajar individu setiap siswa. Pengumpulan data semacam ini memang membantu AI menyesuaikan pendekatan pembelajaran yang tepat, tetapi sekaligus berisiko tinggi bila tidak dikelola dengan baik. Di tengah maraknya kasus kebocoran data yang dialami oleh berbagai perusahaan teknologi, sekolah-sekolah yang menerapkan AI juga perlu berhati-hati untuk memastikan data pribadi siswa terlindungi dan tidak jatuh ke tangan yang salah. Kebocoran data pribadi siswa dapat berakibat fatal, mulai dari eksploitasi data hingga pelanggaran hak privasi siswa. Jika keamanan data tidak dijamin, maka penerapan AI dalam pendidikan justru membawa ancaman baru.
Ketiga, penerapan AI di pendidikan bisa berisiko memperlebar kesenjangan akses terhadap pendidikan berkualitas. Teknologi AI yang canggih tentunya memerlukan infrastruktur yang memadai, termasuk konektivitas internet yang cepat dan perangkat lunak atau perangkat keras yang terbaru. Sayangnya, banyak sekolah di daerah terpencil atau kurang mampu mungkin tidak memiliki akses terhadap teknologi ini, yang dapat menempatkan siswa dari latar belakang ekonomi yang lebih rendah pada posisi yang semakin tertinggal dibandingkan dengan siswa di sekolah-sekolah yang lebih mampu. Ketika sebagian besar sekolah dapat menyediakan pembelajaran dengan dukungan AI sementara yang lainnya tidak, ketimpangan akses terhadap pendidikan berkualitas menjadi semakin lebar, dan ini bertentangan dengan prinsip pemerataan pendidikan.
Oleh karena itu, sebelum sepenuhnya mengintegrasikan AI ke dalam sistem pendidikan, pihak berwenang harus mempertimbangkan tantangan-tantangan ini dengan serius. Kebijakan yang lebih hati-hati dan komprehensif perlu disusun, termasuk standar keamanan data yang ketat, pendekatan yang mendukung pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa, dan program untuk memastikan akses yang setara terhadap teknologi pendidikan. Dengan langkah-langkah ini, AI dapat dimanfaatkan secara positif tanpa mengorbankan hak dan perkembangan siswa.[]
Penulis :
Francoise Lim, mahasiswi tahun kedua di National University of Kaohsiung