Ghina Fauziah Nasution (Foto/IST) |
Penerapan hukum syariah di Indonesia selalu menjadi topik yang menarik untuk dibahas. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki hubungan khusus dengan syariah. Namun, negara itu masih memiliki sistem hukum sekuler. Sebagian orang berpendapat bahwa penerapan hukum syariah secara luas dapat mengancam hak asasi dan pluralisme, sementara yang lain menentangnya.
Dalam konteks ini, sangat penting untuk memahami posisi hukum syariah di Indonesia, terutama bagaimana ia diterapkan secara terbatas di beberapa wilayah dan bagaimana dinamika ini terus berubah. Secara umum, hukum syariah berlaku di Indonesia dalam ranah privat atau perdata, terutama terkait masalah keluarga seperti perkawinan, warisan, dan wakaf bagi orang Islam.
Pengadilan Agama menangani sengketa berdasarkan hukum Islam, menunjukkan bahwa hukum syariah bukanlah sesuatu yang benar-benar asing di Indonesia, tetapi telah menjadi bagian dari sistem hukum dalam beberapa konteks. Namun, penerapan hukum syariah yang paling mencolok adalah di Provinsi Aceh.
Pada tahun 2005, perjanjian damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah Indonesia menghasilkan otonomi khusus untuk menerapkan hukum syariah Islam di Aceh. Ini membuat Aceh menjadi satu-satunya provinsi di Indonesia yang secara resmi menerapkan hukum syariah dalam aspek sosial dan pidana.
Kewajiban wanita Aceh untuk mengenakan pakaian Islami, hukuman cambuk untuk pelanggaran moral, dan pembatasan terhadap perilaku tertentu yang dianggap bertentangan dengan syariat adalah beberapa dari peraturan yang ditetapkan di Aceh. Berbagai perspektif dari agama, hukum, dan hak asasi manusia muncul sebagai akibat dari penerapan hukum syariah di Indonesia.
Ada beberapa orang yang melihat penerapan hukum syariah sebagai upaya untuk memperkuat identitas Islam dan mempertahankan nilai-nilai agama dalam kehidupan masyarakat. Orang-orang yang mendukungnya, terutama di Aceh, percaya bahwa hukum syariah dapat menciptakan masyarakat yang lebih moral dan berkeadilan.
Namun, di sisi lain, kritik sering ditujukan pada penerapan hukum syariah di beberapa daerah seperti Aceh. Salah satu perhatian utama adalah isu hak asasi manusia, terutama hak-hak perempuan. Telah dilaporkan bahwa beberapa peraturan syariah di Aceh dianggap menguntungkan pria lebih dari wanita, seperti peraturan berpakaian yang ketat atau pembatasan aktivitas tertentu yang tidak seimbang antara kedua gender.
Pada tambahan, banyak yang percaya bahwa hukuman cambuk atau bentuk hukuman fisik lainnya tidak sejalan dengan nilai-nilai hak asasi manusia dalam hukum internasional. Tak hanya itu, penerapan hukum syariah secara sebagian di Aceh juga memunculkan pertanyaan tentang keberagamaan di Indonesia. Sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, Indonesia perlu mempertahankan persatuan di tengah keberagaman.
Sebagian orang khawatir bahwa penerapan hukum syariah di suatu tempat dapat menyebabkan polarisasi dan memperbesar divisi antara umat Muslim dan non-Muslim. Di masa depan, tantangan terbesar untuk menerapkan hukum syariah di Indonesia adalah dalam menciptakan keselarasan antara menghargai identitas keagamaan dan memastikan keberlangsungan hak asasi manusia serta prinsip keadilan.
Ini tidak hanya tentang aspek teknis hukum, melainkan juga tentang pandangan serta penerimaan masyarakat terhadap hukum tersebut. Apakah hukum syariah akan tetap diterapkan secara terbatas atau mungkin berkembang ke wilayah lain? Masih terdapat perdebatan hangat mengenai pertanyaan ini di antara masyarakat dan pakar hukum. Hukum syariah di Indonesia, walaupun terbatas, merupakan bagian dari kompleksitas dinamika sosial, politik, dan hukum.
Menerapkan hal tersebut di Aceh memberikan tantangan tersendiri bagi negara Indonesia yang beragam. Dalam menanggapi perselisihan ini, diperlukan untuk senantiasa memprioritaskan percakapan yang membangun, menghormati keragaman, dan mengangkat hak asasi manusia sebagai dasar dalam semua legalitas. Masalah hukum syariah ini sebaiknya diatasi melalui pendekatan yang inklusif dan berkeadilan.[]
Penulis :
Ghina Fauziah Nasution, Fakultas Agama Islam Program Studi Ekonomi Syariah Universitas Pamulang