Yusnita/Ist |
Penambangan timah di Indonesia khususnya di Bangka Belitung, merupakan industri besar penopang perekonomian nasional. Sebagai salah satu produsen terbesar di dunia, Indonesia menghasilkan pendapatan devisa yang signifikan melalui ekspor bahan mentah ini. Namun, kontribusi yang dihasilkan tersebut harus dibayar dengan dampak terhadap lingkungan. Akibat dari penambangan timah dapat menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah serta membahayakan keseimbangan ekologi, apalagi jika tidak dikelola dengan benar. Sehingga sangat penting untuk dipertanyakan apakah eksplorasi ini benar-benar membuka potensi atau malah semakin merusak alam.
Defortasi adalah salah satu dampak terbesar dari penambangan timah. Penambangan timah membutuhkan lahan yang luas, dan lahan yang digarap seringkali berupa hutan alam. Berdasarkan data WALHI (Forum Lingkungan Hidup Indonesia), banyak kawasan hutan yang dibuka untuk operasi penambangan di Bangka Belitung. Deforestasi ini memiliki dampak yang langsung pada hilangnya habitat flora dan fauna lokal serta dapat berujung pada punahnya spesies endemik. Selain itu, penambangan timah juga mempengaruhi kualitas tanah dan air. Proses ekstraksi timah membuat tanah menjadi buruk dan beracun, sehingga menyulitkan regenerasi vegetasi alami.
Ribuan hektar lahan di provinsi Bangka Belitung telah rusak akibat aktivitas pertambangan, menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS). Di sisi lain, penambangan timah seringkali menggunakan bahan kimia beracun. Limbah ini dapat mencemari sungai dan lautan, merusak ekosistem perairan, dan berdampak pada mata pencaharian nelayan lokal yang bergantung pada makanan laut untuk mencari nafkah. Selain itu, penambangan timah juga menimbulkan risiko besar terhadap kesehatan manusia. Logam berat seperti merkuri dan timbal yang tersebar di sekitar tambang dapat meracuni warga.
Menurut penelitian yang diterbitkan oleh Universitas Bangka Belitung, banyak warga setempat yang menderita gangguan kesehatan seperti penyakit pernafasan dan keracunan logam berat, yang dapat menyebabkan komplikasi serius jika tidak ditangani. Namun dari sudut pandang ekonomi, tidak dapat dipungkiri bahwa pertambangan timah merupakan sumber pendapatan yang penting. Industri ini menyediakan lapangan kerja bagi ribuan orang dan mendukung pertumbuhan ekonomi lokal. Pada saat yang sama, pemerintah daerah juga menerima pendapatan dari pajak dan royalti yang dibayarkan oleh perusahaan pertambangan. Namun, jika kerusakan lingkungan terus berlanjut tanpa solusi yang tepat, manfaat ekonomi tersebut hanya akan bertahan sementara dan bahkan mungkin berdampak negatif terhadap masyarakat dalam jangka panjang.
Mengingat dampak negatif ini, pemerintah dan perusahaan pertambangan perlu mengambil tindakan yang lebih kuat untuk menjalankan aktivitas mereka secara berkelanjutan. Misalnya, penerapan teknologi ramah lingkungan, reklamasi lahan bekas pertambangan, dan pemantauan ketat terhadap penggunaan bahan kimia beracun harus menjadi prioritas. Lebih jauh lagi, masyarakat lokal harus diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan pertambangan sehingga mereka menjadi bagian dari solusi dan bukan sekedar korban.
Kesimpulannya, penambangan timah memiliki potensi ekonomi yang besar, namun jika tidak diimbangi dengan pertimbangan lingkungan maka kegiatan tersebut akan menimbulkan kehancuran dibandingkan pembangunan. Oleh karena itu, pendekatan berkelanjutan yang memperhatikan konservasi harus menjadi landasan utama pengelolaan industri ini, agar manfaat yang diperoleh tidak bersifat sementara dan berdampak positif bagi generasi mendatang.[]
Penulis :
Yusita, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung