Bangka Belitung, yang dikenal dengan kekayaan sumber daya alamnya, tidak hanya memiliki tambang timah yang melimpah, tetapi juga memiliki kawasan hutan yang luas. Namun, seperti halnya sektor pertambangan, pemanfaatan hutan di provinsi ini juga tidak lepas dari praktik korupsi yang merugikan Masyarakat, lingkungan dan Negara. Korupsi dalam pemanfaatan hutan menjadi masalah serius yang harus segera ditangani, karena berdampak pada ekosistem, ekonomi, dan kehidupan sosial masyarakat lokal.
Belum lama ini, Bangka Belitung digemparkan kasus Korupsi dalam pemanfaatan hutan, bermula saat Pemprov Bangka Belitung (Babel) bekerja sama dengan PT Narina Keisha Imani (NKI) untuk memanfaatkan kawasan hutan seluas 1.500 hektare di Hutan Produksi Sigambir Kotawaringin bangka, Bangka Belitung. Pemanfaatan hutan kepada PT NKI pada kenyataannya telah berubah dari permohonan awal, yaitu dari tanaman pisang cavendis menjadi tanaman kelapa sawit dan sebagian lahan telah diperjualbelikan oleh PT. NKI beserta oknum Dinas kehutanan Provinsi yang bekerjasama dengan Kepala Desa.
Namun, PT NKI tidak membayar iuran PNBP sesuai kewajiban yang telah ditetapkan. Dua pegawai Dinas Kehutanan, BWRN, menyiapkan dokumen perizinan dengan persetujuan pimpinan, meski tanpa prosedur yang benar dan diduga menerima suap dari Direktur PT NKI. Negara dirugikan sebesar Rp 21 miliar. Kasus korupsi pemanfaatan hutan produksi yang melibatkan 5 tersangka, termasuk 4 ASN Pemprov Babel dan 1 Direktur PT Narina Keisha Imani Marwan (M), eks Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) tahun 2018 DM, Kepala Bidang Tata Kelola dan Pemanfaatan Kawasan Lingkungan Hidup dan Kehutanan RN, Staf Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan BW, Kepala Seksi Pengelolaan Hutan pada Dinas Lingkungan Hidup AS, Direktur PT Narina Keisha Imani.
Korupsi dalam pemanfaatan hutan di Bangka Belitung biasanya terjadi melalui beberapa mekanisme
Pertama, penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik dalam proses perizinan seperti pada kasus tersebut. Izin pengelolaan hutan sering kali dikeluarkan tanpa prosedur yang transparan dan mengabaikan dampak lingkungan serta hak-hak masyarakat adat atau lokal. Para pemegang konsesi, yang sering kali memiliki kedekatan dengan pejabat tertentu, mendapatkan izin untuk menebang pohon dan memanfaatkan lahan hutan tanpa adanya pengawasan yang memadai .seharusnya para pejabat yang mempunyai kekuasan memanfaatkan hutan sebaik mungkin untuk kesejahteraan masyarakat
Kedua, konversi lahan hutan yang semula nya lahan digunakan untuk tanaman pisang cavendis menjadi tanaman kelapa sawit dan Sebagian lahan diperjualbelikan Proses ini biasanya melibatkan pemalsuan dokumen, suap kepada oknum di pemerintahan, dan intimidasi terhadap masyarakat yang menolak perubahan fungsi lahan tersebut. Akibatnya, kawasan hutan yang seharusnya dilindungi justru menjadi sasaran eksploitasi besar-besaran.
Ketiga Korupsi Pemanfaatan Hutan mengancam keseimbangan ekosistem dan berpotensi menimbulkan bencana ekologis seperti banjir, longsor, dan perubahan iklim mikro yang dapat berdampak negatif pada kehidupan masyarakat.Korupsi dalam pemanfaatan hutan juga berdampak pada kehidupan sosial masyarakat setempat. Banyak masyarakat adat atau komunitas lokal yang kehilangan akses terhadap lahan yang secara tradisional mereka kelola dan manfaatkan. Hilangnya hutan berarti hilangnya sumber penghidupan, seperti hasil hutan bukan kayu, sumber air bersih, dan lahan pertanian.
Saran saya terhadap korupsi Pemanfaatan Hutan ini dapat di transparansi dalam proses perizinan dan pengawasan pemanfaatan hutan harus ditingkatkan. Pemerintah perlu membuka akses informasi kepada publik mengenai siapa saja yang memegang izin pengelolaan hutan dan bagaimana mereka menjalankan aktivitasnya. Ini bisa dilakukan melalui platform daring yang mudah diakses dan dipahami oleh masyarakat.
Selain itu, pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan sangat penting. Pemerintah perlu mendorong partisipasi masyarakat lokal, termasuk masyarakat adat, dalam pengambilan keputusan mengenai pengelolaan hutan. Model pengelolaan hutan berbasis masyarakat bisa menjadi solusi untuk memastikan bahwa pemanfaatan hutan dilakukan secara berkelanjutan dan adil.
Korupsi dalam pemanfaatan hutan di Bangka Belitung merupakan ancaman besar bagi keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat setempat. Tanpa tindakan tegas dan komitmen kuat dari semua pihak terutama dari pihak Hukum, kerusakan serta tindak Korupsi yang terjadi akan sulit dipulihkan. Diperlukan upaya bersama antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi lingkungan untuk memberantas praktik korupsi ini dan memastikan bahwa hutan Bangka Belitung tetap lestari untuk generasi mendatang.
Pengirim :
Merrita, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung, Hp/WA : 087899116119