Notification

×

Iklan

Iklan

Dari Gemilang ke Kemandekan: Menyingkap Era Taqlid dan Jumud dalam Sejarah Islam

Selasa, 30 Juli 2024 | Juli 30, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-07-30T13:11:49Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

(Foto/Ilustrasi)

Periode keemasan Islam, yang sering disebut sebagai Zaman Keemasan Islam, mencakup masa antara abad ke-8 hingga abad ke-13 Masehi. Selama periode ini, dunia Islam mengalami kemajuan luar biasa dalam ilmu pengetahuan, teknologi, kedokteran, dan filsafat. Namun, setelah masa keemasan ini, dunia Islam memasuki periode yang dikenal sebagai masa taqlid dan jumud, di mana perkembangan intelektual dan hukum mengalami stagnasi. Artikel ini akan menjelajahi penyebab dan dampak dari era taqlid dan jumud serta upaya untuk mengatasi kemandekan ini.


Zaman Keemasan Islam


Pada masa Zaman Keemasan Islam, dunia Islam menjadi pusat utama ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Kota-kota seperti Baghdad, Cordoba, dan Kairo menjadi pusat intelektual yang menarik para sarjana dari berbagai penjuru dunia. Para ilmuwan Muslim seperti Al-Khwarizmi, Ibn Sina (Avicenna), dan Al-Farabi memberikan kontribusi besar dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk matematika, kedokteran, dan filsafat.


Periode ini juga ditandai oleh kebebasan intelektual dan semangat ijtihad (penafsiran hukum Islam secara independen) yang memungkinkan perkembangan hukum dan ilmu pengetahuan secara dinamis. Para ulama dan ilmuwan berupaya untuk memahami dan mengembangkan ajaran Islam dalam konteks zaman mereka, yang mendorong kemajuan yang signifikan.


Periode Taqlid dan Jumud


Setelah masa keemasan, dunia Islam mengalami periode taqlid dan jumud. Taqlid dalam konteks hukum Islam berarti mengikuti pendapat dan fatwa ulama terdahulu tanpa melakukan ijtihad atau penafsiran independen. Praktik ini mencakup penerimaan ajaran dan keputusan hukum dari otoritas keagamaan sebelumnya tanpa mempertanyakan atau mengevaluasi ulang keputusan tersebut sesuai dengan konteks zaman dan tempat yang baru. Jumud, di sisi lain, merujuk pada kemandekan atau kebekuan dalam pemikiran dan inovasi. Dalam konteks ini, jumud menggambarkan keadaan di mana masyarakat atau kelompok tidak mengalami perkembangan intelektual atau kreatifitas, melainkan terjebak dalam pola pikir yang kaku dan tidak berubah (stagnasi). Periode ini dimulai sekitar abad ke-12 dan berlangsung hingga abad ke-18 Masehi.


Faktor-Faktor terjadinya Periode Taqlid dan Jumud


Periode taqlid dan jumud dalam sejarah Islam, yang berlangsung dari sekitar abad ke-12 hingga ke-18 Masehi, ditandai oleh stagnasi intelektual dan minimnya inovasi dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan hukum. Berdasarkan berbagai penelitian sejarah, ada beberapa faktor utama yang berkontribusi terhadap terjadinya periode ini:


1. Perpecahan Politik dan Kekacauan Sosial

Setelah runtuhnya Kekhalifahan Abbasiyah pada abad ke-13, dunia Islam terpecah menjadi berbagai dinasti dan kerajaan kecil yang sering kali berkonflik antar satu sama lain. Ketidakstabilan politik ini menciptakan lingkungan yang kurang kondusif untuk pengembangan intelektual dan inovasi. Banyak ulama dan cendekiawan terpaksa fokus pada masalah-masalah praktis dan menjaga ketertiban sosial daripada mengembangkan pemikiran baru. 


2. Penekanan oleh Penguasa 

Banyak penguasa pada periode ini menekan ulama untuk mendukung kebijakan mereka dan menjaga status quo (mempertahankan keadaan yang ada tanpa melakukan perubahan signifikan). Penguasa yang merasa terancam oleh ide-ide baru sering kali mengambil tindakan represif (keras dan tidak toleran) terhadap ulama yang berusaha memperkenalkan pemikiran baru atau melakukan ijtihad. Hal ini membuat banyak ulama lebih memilih taqlid, yaitu mengikuti pendapat ulama terdahulu, daripada mengeksplorasi pemikiran baru.


3. Pengakuan/ Institusionalisasi Madzhab

Pada periode ini, empat madzhab utama dalam fikih Islam (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali) menjadi sangat mapan dan mendominasi kehidupan hukum dan keagamaan. Setiap madzhab memiliki metodologi dan pendapat hukum yang sudah mapan, dan para ulama lebih fokus pada mempertahankan dan mengajarkan ajaran madzhab mereka daripada mengeksplorasi pemikiran baru. Institusionalisasi ini mengakibatkan kemandekan intelektual karena kurangnya dorongan untuk melakukan ijtihad.


4. Invasi Mongol dan Dampaknya 

Invasi Mongol pada abad ke-13 menghancurkan banyak pusat-pusat ilmu pengetahuan dan perpustakaan penting di dunia Islam, termasuk Baghdad yang terkenal sebagai pusat intelektual Islam. Kehancuran ini menghambat perkembangan intelektual dan mengakibatkan banyak ulama dan cendekiawan terpaksa fokus pada pemulihan daripada inovasi. Dampak jangka panjang dari invasi ini adalah kemunduran intelektual dan kemandekan dalam perkembangan ilmu pengetahuan.


Dampak Periode Taqlid dan Jumud


Periode taqlid dan jumud dalam sejarah Islam membawa dampak signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan sosial, politik, dan intelektual di dunia Islam. Berdasarkan penelitian dan analisis sejarah, berikut adalah beberapa dampak utama dari masa tersebut:


1. Stagnasi Intelektual dan Ilmu Pengetahuan

Salah satu dampak paling mencolok dari periode taqlid dan jumud adalah stagnasi intelektual dan minimnya inovasi dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Menurut Fazlur Rahman dalam bukunya "Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition," periode ini ditandai dengan penurunan aktivitas intelektual yang signifikan. Fokus pada pengulangan ajaran ulama terdahulu mengakibatkan hilangnya semangat ijtihad, yang sebelumnya menjadi pendorong utama kemajuan intelektual dalam Islam.


2. Penurunan Kualitas Pendidikan

Penurunan kualitas pendidikan juga menjadi dampak signifikan dari periode taqlid. Sistem pendidikan Islam pada masa ini lebih menekankan hafalan dan pengulangan ajaran lama daripada pemikiran kritis dan eksplorasi intelektual. Hal ini diungkapkan oleh George Makdisi dalam "The Rise of Colleges: Institutions of Learning in Islam and the West." Pendidikan yang bersifat dogmatis (pembelajaran berdasarkan ajaran, prinsip, atau doktrin tertentu) menghambat perkembangan kreativitas dan inovasi di kalangan pelajar dan cendekiawan Muslim.


3. Isolasi dan Ketertinggalan dari Dunia Luar

Periode taqlid juga mengakibatkan isolasi dunia Islam dari peradaban luar. Penelitian oleh Marshall Hodgson dalam "The Venture of Islam: Conscience and History in a World Civilization" menunjukkan bahwa dunia Islam menjadi semakin terisolasi dari perkembangan global, terutama dari Eropa yang sedang mengalami kemajuan pesat. Isolasi ini mengakibatkan dunia Islam tertinggal dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk teknologi, ekonomi, dan ilmu pengetahuan.


4. Penguatan Tradisionalisme dan Konservatisme

Menurut penelitian oleh Patricia Crone dalam "Medieval Islamic Political Thought," periode taqlid dan jumud memperkuat nilai-nilai tradisional dan konservatif dalam masyarakat Islam. Inovasi dan pemikiran baru sering kali dianggap sebagai ancaman terhadap stabilitas sosial dan agama. Konservatisme yang dominan menghambat perubahan dan kemajuan, membuat masyarakat Islam terjebak dalam pola pikir yang kaku dan tidak berkembang.


5. Perpecahan Sosial dan Konflik Madzhab

Institusionalisasi madzhab dalam fikih Islam selama periode ini juga berkontribusi pada perpecahan sosial dan konflik antar madzhab. Penelitian oleh Wael B. Hallaq dalam "The Formation of Islamic Law" menunjukkan bahwa fokus yang berlebihan pada perbedaan madzhab menghambat persatuan dan kerja sama di antara umat Islam. Fanatisme madzhab mengakibatkan ketegangan dan konflik yang menghambat perkembangan sosial dan intelektual.


6. Dampak pada Hukum dan Kebijakan Publik

Dampak lain dari taqlid adalah kemandekan dalam perkembangan hukum dan kebijakan publik. Menurut John L. Esposito dalam "Islam: The Straight Path," taqlid mengakibatkan hukum Islam menjadi kaku dan tidak mampu beradaptasi dengan perubahan sosial dan politik. Hal ini menghambat pembaruan hukum dan penerapan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern.


Penelitian-penelitian di atas menunjukkan bahwa periode taqlid dan jumud membawa dampak yang signifikan dan luas terhadap dunia Islam. Dari kemunduran ilmu pengetahuan dan teknologi hingga pembatasan pemikiran kritis, dampak-dampak ini telah membentuk perjalanan sejarah dan perkembangan intelektual umat Islam. Meskipun demikian, upaya untuk menghidupkan kembali semangat ijtihad dan inovasi terus dilakukan dalam rangka mengatasi dampak negatif dari periode ini.


Upaya Mengatasi Periode Taqlid dan Jumud


1. Kontribusi Ulama-Ulama

Pada periode ini para ulama’ dalam kondisi keterpakuan atau taqlid dan sangat kaku terhadap ijtihad, akan tetapi para ulama’ tidak menutup mata dari masalah ini dan tetap menyusun pemikiran-pemikiran fiqh para imam sebagai suatu kekayaan khazanah fiqh islam, berikut adalah hasil dari karya-karya mereka:


a. Ikhtisar (mukhtashar): Yaitu dengan meringkas, untuk menyusun isi suatu kitab secara ringkas, sehingga mudah untuk dipelajari, seperti kitab Ihya 'Ulum Ad-din, yang diringkas oleh pengarangnya sendiri, Hujjatul Islam Imam Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali.

b. Hasyiyah: Yaitu berupa catatan yang ditulis menyangkut isi kitab tersebut, dalam konteks fikih adalah penjelasan yang lebih luas dari syarah, seperti pada Kitab Fath Al-Qarib, karya Ibn Al-Qasim Al-Ghuzzi.

c. Syarah: Berupa Penjelasan suatu kitab secara keseluruhan, dibarengi dengan teks asli (matan) dari kitab yang diulas, seperti pada Kitab Al-Majmu', karya An-Nawawi yang mensyarah kitab Al-Muhadzdzab, karya Abu Ishaq Asy-Syirazi.


2. Gerakan Reformasi 

Pada abad ke-18 dan ke-19, muncul gerakan reformasi dalam dunia Islam yang berusaha menghidupkan kembali pemikiran kritis dan inovasi. Para pemikir seperti Muhammad Abduh dan Jamal al-Din al-Afghani mendorong pembaruan pemikiran Islam dengan kembali ke sumber-sumber utama Islam (Al-Qur'an dan Hadis) serta mengadopsi metode rasional dalam penafsiran.


3. Pembaharuan Pendidikan 

Reformasi dalam sistem pendidikan juga menjadi fokus utama untuk mengatasi taqlid. Pendekatan baru dalam pendidikan Islam yang menekankan pemikiran kritis dan eksplorasi intelektual mulai diperkenalkan. Lembaga pendidikan modern yang mengkombinasikan ilmu agama dan ilmu umum didirikan untuk menghasilkan pemikir-pemikir yang inovatif.


4. Dialog Antar Madzhab 

Upaya dialog antar madzhab juga dilakukan untuk mengurangi fanatisme dan memperluas wawasan pemikiran. Dengan memahami dan menghargai perbedaan pendapat antar madzhab, diharapkan terjadi sinergi yang dapat menghidupkan kembali dinamika intelektual dalam hukum Islam.


Periode masa taqlid dan jumud dalam sejarah Islam adalah masa yang kompleks dan penuh tantangan. Meskipun terjadi kemandekan intelektual, periode ini juga memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya pemikiran kritis, inovasi, dan fleksibilitas dalam menghadapi perubahan zaman. Dengan memahami penyebab dan dampaknya, masyarakat Islam masa kini dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menghindari terulangnya periode serupa dan memastikan perkembangan intelektual yang berkelanjutan.[] 


Penulis :

Nabila Aulia Sakinah, Salsabila Marista Septina Fauziyah (Mahasiswi Prodi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Madani Yogyakarta)

×
Berita Terbaru Update