Notification

×

Iklan

Iklan

Pentingnya Pola Asuh Orang Tua terhadap Perkembangan Karakter Anak

Selasa, 18 Juni 2024 | Juni 18, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-06-18T13:35:20Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Azka Amalia (Foto/Ist)

Melahirkan generasi yang berkualitas merupakan impian setiap orang tua. Sebagaimana ucapan Ir. Soekarno dalam pidato hari pahlawan 10 November 1961 “`Beri aku 1000 orang tua maka akan kucabut semeru dari akarnya, Beri aku 10 pemuda maka akan kuguncangkan dunia”. Representasi kata “pemuda” disini adalah pemuda yang memiliki kepribadian baik, pengetahuan yang luas, daya juang yang tinggi, serta karakter yang berkualitas. modal awal membentuk pemuda yang berkualitas adalah melalui pembentukan karakter anak. Menurut KBBI, karakter adalah sifat kejiwaan, tabiat, akhlak atau budi pekerti seseorang yang membedakan seorang individu dengan individu lainnya. 


Sedangkan Mansur Muslich mengatakan bahwa karakter mengacu pada cara berpikir atau berperilaku seorang individu yang membedakannya dengan individu lain untuk menyesuaikan diri dalam lingkungan keluarga maupun negara. Membentuk karakter anak yang baik dapat diketahui melalui cabang ilmu pendidikan karakter. Tujuan pendidikan karakter adalah terwujudnya  kesatuan  esensial  subjek  dengan perilaku dan sikap atau nilai hidup yang dimilikinya, jadi, pendidikan karakter dapat dilakukan  dengan  pendidikan  nilai  pada  diri  seseorang (Adzikri, 2021). Karakter anak harus dibentuk sedini mungkin. Sebab apabila telah tumbuh dewasa, anak akan merasa telah punya pilihan sendiri. Oleh karena itu, setiap orang tua atau calon orang tua perlu merencanakan pola asuh yang baik agar dapat menciptakan generasi bangsa yang baik pula.


Pola asuh dari lingkungan keluarga terutama dari orang tua menjadi urgensi tersendiri untuk membentuk karakteristik anak yang berkualitas. Orang tua memainkan peran yang sangat besar bagi perkembangan karakteristik anak. Orang tua bertanggung jawab dalam membimbing anak mulai dari menanamkan nilai-nilai agama yang baik, memberikan contoh yang baik, sampai membimbing anak memilih masa depan yang tepat sesuai dengan potensi yang dimiliki. Seperti yang kita ketahui, pendidikan pertama yang didapatkan oleh anak adalah pendidikan dari lingkungan keluarga. Dorongan dan motivasi yang baik dari keluarga akan akan membantu anak mempersiapkan masa depan dengan lebih matang. 


Sebaliknya, dorongan dan motivasi yang kurang dari orang tua akan menghambat siswa dalam mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Salah satu studi kasus yang menjadi bukti bahwa lingkungan keluarga sangat berpengaruh pada karakteristik siswa adalah. Perbedaan karakter anak yang berasal dari keluarga “cemara” dengan keluarga yang broken home. Anak yang memiliki latar belakang keluarga yang harmonis cenderung memiliki kepribadian yang periang, karena tumbuh dengan kasih sayang. Sedangkan anak yang berasal dari keluarga yang memiliki riwayat broken home cenderung memiliki keterbelakangan mental dan trauma yang mungkin tidak diketahui oleh orang-orang sekitarnya. Sebab itu, sudah semestinya bagi orang tua untuk menjaga sikap dan tindakan di hadapan anak. Karena anak akan memiliki kemampuan untuk  merekam setiap tindakan orang tuanya.


Kemampuan merekam dan meniru perilaku orang tau sudah dapat dicapai anak pada usia dini. Pada usia dini, yaitu pada usia 2 tahun perkembangan kognitif anak sudah mampu memunculkan reaksi stimulasi sensorik. Anak akan mulai merepresentasi mental, meniru tindakan orang lain, dan merekam kejadian yang mereka lihat atau mereka alami. Selain itu, tipe pola asuh orang tua akan berpengaruh pada perkembangan sosio emosional anak. Anak bisa saja sulit diatur atau mudah diatur, tergantung bagaimana orang tua memberikan stimulasi pendidikan dasar  kepada anak-anaknya. Sejatinya, orang tua memiliki pilihan sendiri untuk menerapkan pola asuh terhadap anak-anaknya. Setiap pola asuh yang diterapkan pasti akan berpengaruh pada kepribadian anak di masa mendatang. Beberapa macam pola asuh yang kerap diterapkan oleh orang tua adalah pola asuh demokratif. 


Pola asuh demokratif merupakan pola asuh yang berpusat pada anak. Dimana pada pola asuh ini, orang tua memberikan ruang bagi anak untuk mengeksplor bakat yang ia miliki dan membebankan hal kepada anak berdasar pada kemampuan yang dimiliki. Orang tua juga bersifat bersikap realistis dan menerima hasil yang didapatkan oleh anaknya, dan tidak berharap terlalu lebih dengan capaian belajar anak. Orang tua yang menerapkan pola asuh ini memberikan kepercayaan bahwa apa yang telah dilakukan anak adalah yang terbaik. Mereka membuka komunikasi secara dua arah. Melalui pola asuh demokratif, akan membentuk kader-kader pemuda yang dapat mengontrol diri, memiliki karakteristik yang mandiri, menjalin hubungan baik dengan temannya, dll. Hal ini terjadi karena baiknya motivasi orang tua untuk mendorong pembentukan karakteristik anak. Lain halnya dengan pola asuh yang kontra dengan pola asuh demokratif adalah pola asuh otoriter.


Otoriter secara bahasa sendiri memiliki arti tindakan yang bersifat memaksa. Pada pola asuh ini, orang tua bertindak keras kepada anaknya. Pola asuh ini berpusat pada kemauan orang tua. Mereka telah menetapkan standar tetap yang harus dituruti dan dilakukan oleh anaknya. Tipe orang tua yang menerapkan pola asuh ini cenderung keras, suka menghukum, dan suka memerintah. Apabila anak melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, mereka akan menghukum dan memberi pelajaran kepada anaknya. Mereka hanya menerapkan komunikasi dari satu arah dan tidak mengenal kompromi. 


Kebanyakan orang tua yang menerapkan pola asuh ini untuk mencegah anak-anaknya melakukan kesalahan. Orang tua akan dengan keras memarahi anaknya apabila melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan orang tua. Mereka berpersepsi bahwa hal-hal diluar dari kehendak mereka adalah hal-hal yang dapat membahayakan anaknya. Anak dengan pola asuh seperti ini akan memiliki dan kepribadian dan watak yang keras, sesuai dengan apa yang orang tua mereka terapkan kepada mereka. Akan tetapi, tidak sedikit anak yang justru malah tertekan dengan pola asuh ini. Mereka akan merasa tertekan, dibatasi, dan tidak bisa mengeksplor hal-hal yang baru. Walaupun maksud orang tua menerapkan pola asuh ini adalah baik, orang tua harus tetap memperhatikan mental anak-anaknya.


Dalam menerapkan pola asuh terhadap anak, tentu terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh yang diterapkan oleh orang tua. Beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua kepada anaknya adalah pengalaman masa lalu. Orang tua sudah berpengalaman menjadi anak, tapi belum berpengalaman menjadi orang tua. Tergantung apakah mereka menerapkan pola asuh yang diterapkan orang tuanya dulu atau mereka memperbaiki pola asuh orang tua dulu dengan berpikir, “dulu orang tua ku mendidikku dengan cara seperti ini, maka lahirlah aku yang seperti ini, dan aku tidak ingin hal yang sama terjadi pada anakku”. Orang tua yang memiliki persepsi seperti itu tidak ingin hal yang terjadi kepada mereka juga terjadi kepada anaknya. Misal karena didikannya terlalu keras atau komunikasi hanya terjadi dalam satu arah sehingga ia menjadi pribadi yang tertutup. selain faktor tersebut, faktor lain yang mempengaruhi pola asuh orang tua adalah nilai-nilai yang dianut oleh orang tua. Misalnya orang tua yang mempunyai pesantren (bu nyai/pak yai). 


Mereka akan mengasuh anaknya dengan menekankan pada sisi agamisnya. Hal ini dilakukan karena mereka berharap anaknya dapat meneruskan estafet kepemimpinan pesantrennya.  Mereka menonjolkan pendidikan kepada rohaninya karena berpandangan bahwa rohani yang baik akan membawa anaknya kepada hal-hal yang baik pula. Sementara itu, ada juga orang tua yang memperhatikan intelektual anak. Mereka berpendapat bahwa dengan intelektual yang tinggi, anak akan mencapai kesuksesan dan keberhasilan. Masing-masing faktor memiliki maksud dan tujuan yang baik  untuk diterapkan kepada anak.


Setiap pola asuh yang diterapkan oleh orang tua memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Semua Nya baik, tergantung dilihat oleh siapa dan dari sisi mana. Akan tetapi,  sebaiknya orang tua harus memperhatikan mental anak sebagai dampak dari pola asuh yang mereka terapkan. Tidak ada orang tua yang tidak melakukan hal terbaik dalam mendidik anaknya. semua itu mereka lakukan untuk membentuk karakter anak sesuai dengan yang mereka inginkan. Ujungnya adalah mereka ingin membentuk kepribadian dan karakteristik anak yang berkualitas. Oleh karena itu, melalui pendidikan karakter anak, sebagai calon orang tua, kita harus bisa merencanakan yang terbaik untuk mendidik anak di masa mendatang, sebagai upaya untuk melahirkan generasi-generasi yang berkualitas.[]


Penulis :

Azka Amalia, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, email : azka.amalia005@gmail.com 

×
Berita Terbaru Update