Notification

×

Iklan

Iklan

Eksistensi Peradilan Agama di Indonesia

Jumat, 24 Mei 2024 | Mei 24, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-05-24T07:36:35Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Foto : ILUSTRASI

Dasar hukum peradilan agama dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah diatur oleh Pasal 24 yang pada ayat (1) menjelaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana diubah terakhir kalinya dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, yang mana dalam Pasal 2 menegaskan bahwa peradilan agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-Undang . Selanjutnya dalam 2 Pasal 2 ayat (1) menerangkan bahwa kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilaksanakan oleh pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama.


Fungsi peradilan agama antara lain Fungsi mengadili (Judicial Power), Fungsi pembinaan Fungsi pengawasan, Fungsi nasehat, Fungsi administratif dan fungsi lainnya melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas hisab dan rukyat dengan instansi lain yang terkait, seperti DEPAG, MUI, Ormas Islam dan lain-lain, serta pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan riset/penelitian dan sebagainya serta memberi akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat dalam era keterbukaan dan Transparansi Informasi Peradilan, sepanjang diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/144/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.


Banyak upaya yang dilakukan untuk menghapuskan peradilan agama yang identik dengan hukum Islam, telah dimulai sejak VOC mulai menginjakkan kaki di bumi Nusantara ini. Pada waktu berlakunya Staatsblad 1937 Nomor 116 telah mengurangi kompentensi pengadilan agama di Jawa dan Madura daIam bidang perselisihan harta benda, yang berarti masaIah wakaf dan waris diserahkan kepada pengadilan negeri. Menghapuskan pengadilan agama terus berlangsung ditandai dengan keluarnya Undang-undang Nomor 19 Tahun 1948 dan Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang Tindakan Sementara untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan dan Acara Pengadilan-pengadilan Sipil, antara lain mengandung ketentuan pokok bahwa peradilan agama merupakan bagian tersendiri dati peradilan swapraja dan peradilan adat tidak turut terhapus dan kelanjutannya diatur dengan peraturan pemerintah. 


IKLAN_2024

Dengan keluarnya Undang -undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, maka kedudukan Peradilan Agama mulai nampak jelas dalam sistem peradilan di Indonesia. Undang-undang ini menegaskan prinsip-prinsip sebagai berikut : 1) Peradilan dilakukan "Demi Keadilan Berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa"; 2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara; 3) Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi; 4) Badan-badan yang melaksanakan peradilan secara organisatoris, administratif, dan finansial ada di bawah masing-masing departemen yang bersangkutan; dan 5) Susunan kekuasaan serta acara dari badan peradilan itu masing-masing diatur dalam UU tersendiri.


Hal ini dengan sendirinya memberikan landasan yang kokoh bagi kemandirian peradilan agama, dan memberikan status yang sama dengan peradilan-peradilan lainnya di Indonesia. Eksistensi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memperkokoh keberadaan pengadilan agama. Muatan-muatan yang ada didalamnya sangat mengadopsi nilai-nilai yang ada dalam hukum Islam. Pasal 2 ayat (1) undang-undang ini semakin memperteguh pelaksanaan ajaran Islam (Hukum Islam). Indonesia kembali hadir untuk mengokohkan Peradilan Agama dengan melahirkan Undang- undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah memberikan landasan untuk mewujudkan peradilan agama yang mandiri, sederajat dan memantapkan serta untuk mensejajarkan kedudukan peradilan agama dengan lingkungan peradilan lainnya.


Kemudian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pernah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan dalil bahwa Pengadilan Agama hanya mengakomodasi pencari keadilan yang beragama Islam. Pasal 2 UU Nomor 3 Tahun 2006 berbunyi, "Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-Undang ini.


Pasal 49 UU Nomor 3 Tahun 2006 berbunyi, "Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah."Berlakunya kata 'yang beragama Islam' pada kedua pasal tersebut dinilai mesti ditinjau pemberlakuannya. Jika kata tersebut dihapus, masyarakat non-Islam tidak dibatasi dalam proses keadilan baik melalui hukum perdata maupun hukum agamanya. Penghapusan kata tersebut akan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat non muslim maupun yang beragama minoritas. Kemudian, hak-hak warga negara Indonesia terlindungi sepenuhnya.


Prof Jimly Asshiddiqie menegaskan bahwa "Pasal 49 ayat (1) UU Peradilan Agama tidak bertentangan dengan Pasal 28E ayat (1), Pasal 28I ayat (1) dan (2), serta Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945."  MK berpendapat Indonesia bukan negara agama yang hanya didasarkan pada satu agama tertentu. Namun Indonesia juga bukan negara sekuler yang sama sekali tidak memperhatikan agama dan menyerahkan urusan agama sepenuhnya kepada individu dan masyarakat."Indonesia adalah negara yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa yang melindungi setiap pemeluk agama untuk melaksanakan ajaran agamanya masing-masing,"


Dalam hubungannya dengan dasar falsafah Pancasila, hukum nasional harus menjamin keutuhan ideologi dan integrasi wilayah negara, serta membangun toleransi beragama yang berkeadilan dan beradab. Dengan demikian, hukum nasional dapat menjadi faktor integrasi yang merupakan alat perekat dan pemersatu bangsa. "Pelayanan negara kepada warga negara tidak didasarkan pada ukuran besar (mayoritas) dan kecil (minoritas) pemeluk agama, suku ataupun ras. Jika masalah pemberlakuan hukum Islam ini dikaitkan dengan sumber hukum, maka dapatlah dikatakan bahwa hukum Islam memang menjadi sumber hukum nasional, tetapi hukum Islam bukanlah satu-satunya sumber hukum nasional, sebab selain hukum Islam, hukum adat, dan hukum barat, serta sumber tradisi hukum lain pun menjadi sumber hukum nasional".


Prof jimly menambahkan, oleh sebab itu, hukum Islam dapat menjadi salah satu sumber materiil sebagai bahan peraturan perundang-undangan formal. Hukum Islam sebagai sumber hukum dapat digunakan bersama-sama dengan sumber hukum lainnya.


Upaya Memperkuat Peradilan Agama


Peradilan Agama sebagai tempat pencari keadilan hendaknya menghadirkan wajah keadilan, Peradilan agama sebagai tonggak keadilan. Membuat putusan-putusan yang berkualitas, dengan argumentasi hukum yang memiliki semangat keadilan, ditunjang dengan latar belakang para hakim peradilan agama yang bergelar Doktor sebagaimana harapan para sesepuh.


Kemudian kemajuan teknologi yang direspon dengan baik oleh Peradilan Agama dengan melakukan langkah-langkah yang nyata, demi sebuah pelayanan kepada pencari keadilan. Tak tanggung-tanggung terobosan dalam dunia persidangan, para pihak tak perlu lagi sesering mungkin datang menghadap di persidangan, dengan sistem e-court  akan jauh lebih mudah.


Kerjasama yang dilakukan dengan dunia Internasional yang dilakukan oleh peradilan Agama sebagai gebrakan untuk memperbaiki kualitas para hakim peradilan agama. Hal ini menunjukkan adanya pengakuan dari dunia Internasional akan eksistensi Peradilan Agama di Indonesia, sehingga telah ada program-program dengan beberapa negara, seperti Qatar, Sudan, Jepang, Australia dan lain sebagainya untuk kualitas peradilan agama dimasa depan.[]


Pengirim :

Angel Caroline, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung, email : angelcrln23@gmail.com 

×
Berita Terbaru Update