Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah, salah satu Pesantren terbaik di Yogyakarta (Foto : pesantrenterbaik.com) |
Pondok pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan tertua dalam perjalanan kehidupan Indonesia sejak enam abad yang lalu hingga sekarang. Pondok pesantren di Indonesia dikenal sebagai tempat belajar mengajar yang intensif dan paling sesuai dengan kultur masyarakat Islam Indonesia. Pendidikan dan pengajaran di pesantren berurat akar ke bawah, mendapatkan dukungan dari masyarakat, dan hidup di tengah masyarakat serta mengabdi pada kepentingan rakyat.
Ditinjau dari perspektif manajerial, landasan tradisi dalam mengelola suatu lembaga, termasuk pesantren menyebabkan produk pengelolaan itu asal jadi, tidak memiliki fokus strategi yang terarah, dominasi personal terlalu besar dan cenderung eksklisof dalam pengembangannya. Pada segi pendidikan, banyak pesantren yang belum memiliki standar kurikulum dan pengawasan mutu.
Selain itu pendidikan pesantren masih memerlukan kajian dari sistem belajarnya dan cakupan materi ajar, karena tidak ada standar kurikulum dan pengawasan mutu. Di bidang agama pesantren belum tentu dapat menjamin lulusan pesantren menjadi ulama, sebaliknya di bidang umum pun pengetahuan yang dimiliki santri sangat minim. Asumsi ini muncul karena ada ang-gapan bahwa ilmu-ilmu keduniaan tidak terlalu penting karena tidak dibawa ke akhirat. Kesan seperti ini terdengar eksklusif, namun ini adalah realita secara umum pada pesantren.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, untuk mewujudkan pondok pesantren yang memiliki pola manajemen yang baik perlu diawali dengan pelaksanaan evaluasi. Evaluasi pengelolaan pondok pesantren sangat penting dilakukan untuk memperoleh satu kriteria tentang mekanisme pengelolaan pondok pesantren yang terstandar.
Terkait dengan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sebuah model evaluasi pengelolaan pondok pesantren yang tepat untuk mengevaluasi semua tipe pondok pesantren dan mendeskripsikan: (1) kriteria model evaluasi pengelolaan pondok pesantren yang baik, (2) efektivitas penggunaan model evaluasi pengelolaan pondok pesantren, (3) pengelolaan di pondok pesantren.
pondok pesantren meliputi aspek input, proses dan output. Aspek input merupakan segala sesuatu yang menjadi dasar pelaksanaan pengelolaan pondok pesantren meliputi visi, misi, tujuan,kurikulum, sarana prasarana maupun sumber daya manusia yang terdiri dari ustaz, santri bahkan seorang kiyai. Aspek lain yang terkait dalam pengelolaan sebuah lembaga pendidikan adalah proses. Aspek proses di sini ditekankan hanya pada kegiatan proses pembelajaran dan penilaian hasil belajar. Dengan melihat karakteristik ustaz, santri dan sarana prasarana yang tersedia akan berdampak pada proses pembelajaran yang berlangsung.
Semua pondok pesantren menerapkan sistem penilaian untuk mengetahui kemampuan santri dalam memahami materi. Hanya saja mekanismenya yang sedikit berbeda. Aspek berikutnya adalah output. Output santri setelah belajar dari pondok pesantren adalah menjadi seorang santri yang memiliki kemampuan memahami ilmu agama dengan baik (tafaqquh fi addin) dan berakhlak karimah
instrumen evaluasi pengelolaan pondok pesantren terdiri dari aspek input, proses, dan output. Aspek input meliputi komponen kiyai, ustaz, santri, perencanaan, kurikulum, sarana prasarana, dan pembiayaan.
Contoh saja seperti komponen kiyai atau ustadz,. Menurut Mudistaruna seorang ustadz di pondok pesantren Jawa Timur bahwa evaluasi pengelolaan pondok pesantren sangat perlu dilakukan. Menurutnya manajemen pengelolaan perlu mengikuti perkembangan tuntutan zaman sehingga mampu beradaptasi bersaing dengan lembaga pendidikan formal yang cenderung dinamis.
Fajar Shodiq seorang dosen IAIN Surakarta mengatakan bahwa semua lembaga termasuk pondok pesantren harus dievaluasi. Hal ini bertujuan untuk kemajuan pesantren sekaligus meminimalisi kekurangan dan meningkatkan mutu serta menghilangkan citra negatif tentang pesantren.
Menurut Subandji (Dosen dan pengelola pondok pesantren) bahwa evaluasi pengelolaan pondok pesantren sangat perlu dilakukan, terutama bagi pesantren tradisional. Karena manajemen di pesantren salafiah selama ini masih top down, statis dan kurang terbuka dengan pengaruh perkembangan lembaga dan santri. Lebih-lebih di era globalisasi yang penuh persaingan dan tantangan, pengelolaan perlu dikembangkan menjadi lebih demokratis, progressif, dan terbuka dengan dunia luar.
Komponen kriteria kiyai yang perlu dievaluasi dengan indikator “ahli agama”, sementara untuk komponen kriteria ustaz ditambah dengan indikator “keluarga kiai atau alumni”. Menurut Subanji, indikator dari kriteria kiai perlu ditambah dengan indikator “keilmuan, dan kepemimpinan”, sedangkan untuk komponen kriteria ustadz ditambah dengan ”loyalitas atau kesetiaan”, ”kesalehan”, dan ”keilmuan. Menurut Jakfar Assagaf, untuk komponen kriteria kiai perlu ditambah dengan indikator ”keilmuan”, komponen metode pemilihan kiai ditambah dengan indikator ”penunjukan”, dan untuk komponen kritria ustaz perlu ditambah dengan indikator ”alumni”. Menurut Sutrisno, aspek keteladanan perlu masuk sebagai salah satu kriteria kiai. Untuk menilai perilaku santri diperlukan pengamatan. Untuk kinerja alumni ditambah dengan kesesuaian pekerjaan dengan ilmu yang dipelajari di Pesantren.[]
Pengirim :
Tyan Rahayu, mahasiswi STITMA Yogyakarta, Email : ikutialqurancs@gmail.com