Notification

×

Iklan

Iklan

Kedudukan Saksi Ahli dan Keterangannya di dalam Hukum Acara Pidana

Jumat, 15 September 2023 | September 15, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-09-15T00:26:50Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Foto : ILUSTRASI

Di dalam sistem peradilan Hukum Acara Pidana di Indonesia, ada sepuluh tahap persidangan pada tingkat pertama yang harus ditempuh untuk menyelesaikan suatu perkara. 


Pertama, Dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum. Kedua, Eksepsi atau nota keberatan yang diajukan oleh Terdakwa/Penasihat Hukum. Ketiga, Tanggapan atas Eksepsi oleh Jaksa Penuntut Umum. Keempat, Putusan Sela dari Majelis Hakim. Kelima, Pembuktian yang berisi pemeriksaan alat bukti dan barang bukti. Keenam, dilakukan Tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum. Ketujuh, Pledoi atau nota pembelaan dari Terdakwa/Penasihat Hukum. Kedelapan, Replik, yaitu jawaban atas nota pembelaan oleh Jaksa Penuntut Umum. Kesembilan, dijawab dengan Duplik atau tanggapan atas Replik oleh Terdakwa/Penasihat Hukum. Dan tahapan yang kesepuluh adalah Putusan Hakim.


Lalu, bagaimana kedudukan saksi Ahli dan keterangannya di dalam persidangan Pidana?


Kesaksian atau keterangan dari Saksi Ahli di dalam persidangan berada pada tahap Pembuktian. Berdasarkan pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP, disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.


Saksi Ahli adalah orang yang memberikan pendapatnya berdasarkan pendidikan, pelatihan, sertifikasi, keterampilan atau pengalaman, diterima oleh hakim sebagai ahli untuk memberikan keterangan di persidangan. Hakim dapat mempertimbangkan opini khusus saksi ahli tentang bukti atau fakta sebelum pengadilan sesuai dengan keahliannya, dan disebut sebagai Pendapat Ahli. 


Keterangan Saksi Ahli digunakan untuk membantu proses peradilan pidana. Keterangan ahli di persidangan menjadi alat bantu bagi hakim untuk menemukan kebenaran. Hal ini sangat penting karena tidak semua bidang bisa dipahami oleh hakim. Hanya seorang ahli yang mampu menjelaskan secara rinci mengenai bidang-bidang tertentu yang termasuk dalam suatu perkara pidana. Misalnya, seorang dokter spesialis forensik yang memberikan keterangan terkait hasil Autopsi dari mayat yang diakibatkan oleh tindak pidana, ia menjelaskannya sesuai dengan keilmuan dan pemahaman yang ada di bidang forensik. Namun, kekuatan keterangan ahli di dalam persidangan bersifat bebas, karena tidak mengikat seorang hakim untuk memakainya apabila bertentangan dengan keyakinannya.


Seseorang dapat dikatakan sebagai ahli apabila: a.) menguasai bidang yang sesuai dengan keahliannya, b.) mampu menyelesaikan setiap persoalan yang berhubungan dengan bidangnya, c.) mampu merumuskan setiap cara penyelesaian dari setiap persoalan yang ada.


Pertanyaan selanjutnya, apakah Saksi Ahli bisa dipidana?


Hakim konsitusi Guntur Hamzah menyatakan, bahwa seorang ahli yang memberikan keterangan di persidangan seharusnya tidak bisa dipidana dan digugat secara perdata atas keterangan yang ia berikan di persidangan. Karena saksi ahli memberikan keterangan keahlian dengan itikad baik (good faith) sehingga tetap mendapatkan perlindungan hukum atau rechtsbescherming yang secara tegas diatur dalam undang-undang, guna menjaga kehormatan dan profesionalisme ahli yang umunya adalah akademisi atau praktisi yang pada dasarnya telah memumpuni dan memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidangnya.


Kesimpulannya, berdasarkan analisa yang telah dilakukan, kedudukan Saksi Ahli dan keterangannya di dalam pembuktian Hukum Acara Pidana merupakan bagian dari alat bukti yang sah dan diakui secara tegas di dalam pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.[]


Pengirim :

Tya Vuspita Sari, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung, email : tvuspitasari@gmail.com 

×
Berita Terbaru Update