Foto : ILUSTRASI |
Acruired Immune Deficiensy Syndrome atau dikenal dengan istilah AIDS merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya kelainan yang komplek dalam sistem pertahanan selular tubuh dan menyebabkan korban menjadi sangat peka menghadapi mikroorganisme oportunistik. Penyakit AIDS disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus atau dikenal dengan HIV. Human Immunodeficiensy Vyrus atau HIV merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Virus HIV terdapat dalam darah, cairan sperma dan cairan vagina, sehingga HIV dapat menular melalui kontak darah atau cairan tersebut. sedangkan pada cairan tubuh lainnya konsentrasi HIV sangat rendah sehingga tidak bisa menjadi media penularan.
Penyakit AIDS dikenal dengan penyakit kelamin karena pada awal mulanya penyakit ini dialami oleh sekelompok kaum homoseksual. AIDS pertama kali ditemukan di Kota San Francisco, Amerika Serikat. Penyakit ini muncul karena hubungan seksual (sodomi) yang dilakukan oleh komunitas kaum homoseksual. Pada awalmulanya perkembangan penyakit HIV/AIDS masih dipandang sebagai sebuah epidemi yang hanya mewabah pada suatu wilayah tertentu dan hanya pada kelompok tertentu saja. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, hubungan seksual diluar nikah (perzinaan) atau kebebasan seks (free sex) semakin merajalela sehingga penyakit ini menyebar dengan sangat cepat dengan cakupan wilayah penyebaran yang semakin luas.
Human Immunodeficiensy Vyrus atau HIV dapat menular melalui enam cara penularan yaitu yang Pertama, melakukan hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS, baik secara vaginal, anal, dan oral tanpa perlindungan dapat menularkan HIV. Kedua, penularan HIV dari ibu kepada bayinya yang terjadi pada saat kehamilan (in utero). Ketiga, tranfusi darah dari pengidap HIV/AIDS sehingga penularkan HIV sangat cepat diproses oleh tubuh karena virus langsung masuk ke pembulu darah dan menyebar keseluruh tubuh. Keempat, pemakain alat yang tidak steril seperti alat pemeriksa kandungan antara lain spekulum, tenaklum, dan alat-alat yan menyentuh darah, cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV, dan langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terenfeksi. Kelima, alat-alat untuk menorah kulit, alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang, membuat tato, dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut kemungkinan dipakai tanpa disterilkan terlebih dahulu. Keenam, menggunakan jarum suntik secara bergantian biasanya dilakukan oleh para pecandu narkotika suntik. Virus HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu tangan, toilet yang digunakan secara bersama, berjabat tangan, hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk, dan hubungan sosial yang lain.
Sebuah hasil penelitian memaparkan hasil penelitiannya bahwa pada saat individu mengetauhi terinfeksi AIDS (atas pemberitahuan Dokter), penderita mengalami reaksi yang bervariasi, mulai dari shock, stress, cemas, ketegangan batin, emosional, putus asa, takut, merasa harga diri rendah, dan ketidakberdayaan. Sehingga menyebabkan penderita HIV/AIDS semakin lama semakin berat dan menimbulkan berbagai infeksi oportunistik. Hal utama yang dialami oleh penderita adalah kecemasan terhadap kematian. Kematian adalah kejadian penting dalam aspek spiritualitas. Kematian dipercaya sebagai suatu kepastian (Q.S. 3:183, 21:34), dan pintu menuju keabadian (Q.S. 29:64, 14:77, 9:38) di mana kehidupan setelah kematian adalah kehidupan yang kekal dan abadi.
Kecemasan yang berlebihan terhadap suatu kematian seringkali menimbulkan beberapa gangguan fungsi emosional normal yang ada pada diri manusia. Beberapa penelitian menunjukkan keterkaitan positif antara kecemasan terhadap kematian dengan gangguan emosional seperti neurotisme, depresi, gangguan psikosomatis (Feifel & Nagy, 1981). Terdapat banyak hal yang efektif untuk mengatasi kecemasan terhadap kematian. Salah satunya adalah mengembangkan kebijakan dan religiositas individu, yang mana peran religiositas sering dikaitkan dengan terciptanya kondisi psikologis yang positif (psychological well being). Menurut Najati (1985) Kehidupan religius atau keagamaan dapat membantu manusia dalam menurunkan kecemasan, kegelisahan, dan ketegangan. Sedangkan menurut Maududi dan Spink (Wicaksono, 2003) mengatakan bahwa salah satu peran religiositas adalah menimbulkan ketenangan kalbu, dikarenakan dalam diri setiap individu terdapat insting atau naluri yang disebut sebagai religius insting, yaitu suatu naluri untuk meyakini dan mengadakan penyembahan untuk menghadapi suatu kekuatan yang ada di luar diri seorang individu tersebut.
Dalam penanggulangan masalah HIV/AIDS peran religiositas dapat dikatakan memiliki hubungan terhadap terapi kognitif perilaku, dimana dengan adanya pendekatan pengidap HIV/AIDS terhadap Tuhan dan menerapkan beberapa ilmu keagamaan maka pengidap akan mengubah perilaku maupun kebiasaan buruk yang sering dilakukan. Tak hanya itu para pengidap HIV/AIDS akan sadar bawahsanya kematian merupakan suatu hal yang pasti dan merupakan takdir dari Tuhan.
Pengirim :
Regita Nanda Puspita, mahasiswa Jurusan Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang, email : regitananda3722@gmail.com