Foto : ILUSTRASI |
Logam Tanah Jarang (LTJ) atau terjemahan dari Rare Earth Element (REE) merupakan kumpulan dari unsur-unsur scandium (Sc), lanthanum (La), cerium (Ce), praseodymium (Pr), neodymium (Nd), promethium (Pm), samarium (Sm), europium (Eu), gadolinium (Gd), terbium (Tb), dysprosium (Dy), holmium (Ho), erbium (Er), thulium (Tm), ytterbium (Yb), lutetium (Lu) dan yttrium (Y). Ketujuh belas unsur ini termasuk dalam Kelompok Lantanida pada tabel susunan berkala.
Istilah logam tanah jarang berdasar dari asumsi yang menyatakan bahwa keberadaan LTJ ini tidak banyak ditemui. Namun pada kenyataannya kelimpahan LTJ ini melebihi unsur lain dalam kerak bumi. Ketersediaan LTJ umumnya dijumpai dalam sebaran dengan jumlah yang sedikit dan menyebar secara terbatas. Seperti halnya thulium (Tm) dan lutetium (Lu) merupakan dua unsur yang terkecil kelimpahannya di dalam kerak bumi tetapi 200 kali lebih banyak dibandingkan kelimpahan emas (Au). Meskipun begitu unsur-unsur tersebut sangat sulit untuk ditambang karena konsentrasinya tidak cukup tinggi untuk ditambang secara ekonomis
LTJ banyak diburu bersama paduannya karena digunakan untuk banyak peralatan dalam kehidupan sehari-hari, di antaranya berupa: memori komputer, DVD, baterai isi ulang, telepon seluler, konventer katalis kendaraan bermotor, magnet, lampu fluoresen dan lain-lain. Bahkan kegunaan untuk komputer dan DVD telah tumbuh lebih cepat daripada telepon seluler. Berbagai tipe rechargeable batteries yang banyak mengandung cadmium (Cd) atau timbal (Pb), sekarang digantikan dengan baterai rechargeable lanthanumnickel-hydride (La-Ni-H). Demikian halnya pada baterai komputer, baterai mobil dan peralatan komunikasi banyak menggunakan LTJ karena daya pakai yang lebih lama, mudah diisi ulang (recharge) dan mudah didaur ulang.
Penggunaan LTJ sangat bervariasi yaitu pada energi nuklir, kimia, katalis, elektronik, paduan logam dan optik. Pemanfaatan LTJ untuk yang sederhana seperti lampu, pelapis gelas, untuk teknologi tinggi seperti fosfor, laser, magnet, baterai, dan teknologi masa depan seperti superkonduktor, pengangkut hidrogen (Haxel dkk, 2005)
Pemanfaatan LTJ yang lain berupa korek gas otomatis, lampu keamanan di pertambangan, perhiasan, cat, dan lem. Untuk instalasi nuklir, LTJ digunakan pada detektor nuklir, dan rod kontrol nuklir. Ytrium dapat digunakan sebagai bahan keramik berwarna, sensor oksigen, lapisan pelindung karat dan panas.
Dalam industri metalurgi, penambahan LTJ juga digunakan untuk pembuatan baja High Strength Low Alloy (HSLA), baja karbon tinggi, superalloy, dan stainless steel. Hal ini karena LTJ memiliki sifat dapat meningkatkan kemampuan material berupa kekuatan, kekerasan dan peningkatan ketahanan terhadap panas. Sebagai contoh pada penambahan LTJ dalam bentuk aditif atau alloy pada paduan magnesium dan alumunium, maka kekuatan dan kekerasan material paduan tersebut akan meningkat.
Logam tanah jarang telah menjadi komoditas mineral panas di dunia Industri, terutama setelah Cina memberlakukan kebijakan kontroversial yang memotong ekspor logam tanah jarang pada dunia. Cina mulai memegang kendali atas kepemilikan salah satu sumberdaya alam terpenting di abad ke-21 ini. Beberapa negara terkena dampak atas kebijakan yang dilayangkan Cina tersebut, seperti Amerika Serikat, Jepang dan negara lainnya. Hal ini membuat pembuat kebijakan dalam negeri dimasing-masing Negara berpikir keras untuk menghilangkan ketergantungannya terhadap Cina.
Banyak negara yang melakukan riset mengenai potensi keberadaan logam tanah jarang, termasuk Indonesia. Keterdapatan logam tanah jarang di Indonesia umumnya tersebar di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, dan Pulau Papua (Endang, 2010). Di Indonesia, pengelolaan logam tanah jarang memang masih sedikit. Industri pengolahan logam tanah jarang di Indonesia terhambat banyak kendala. Salah satunya adalah sumber logam tanah jarang berada bersama logam utama hasil tambang, sedangkan sumber sekunder terbawa sisa proses (tailing, filtrat) sehingga lebih sulit diekstraksi. Unsur atau logam tanah jarang tidak ditemukan di alam sebagai unsur tunggal melainkan dalam bentuk senyawa kompleks karbonat ataupun fosfat. Sesuai namanya, unsur - unsur ini ditemukan dalam jumlah atau kadar yang sangat kecil. Misalnya skandium, unsur yang tersebar luas sebagaimana arsen dan dua kali kelimpahan boron, akan tetapi sangat langka dijumpai dalam konsentrasi tinggi berupa deposit bijih. Selain itu, proses pengolahan atau pemisahan logam tanah jarang tidak mudah.
Salah satu contoh perusahaan yang memproduksi logam tanah jarang ialah PT. Timah Tbk. Melalui perusahaan milik Negara tersebut, baru-baru ini dimulai sebuah proyek percontohan untuk memproses produk sampingan logam tanah jarang dari tailing timah dan menghasilkan sekitar 50 kg logam tanah jarang (terutama lanthanum, serium, praseodium, neodinium) per tahun. Hasil tersebut dianggap tidak ekonomis untuk pemisahan lebih lanjut karena biaya pemrosesan yang mahal dan berakhir sebagai bahan stockpile (Samuel, 2014). Menurut Endang (2010), pemanfaatan hasil sampingan dari penambangan timah plaser di Indonesia belum optimum mengingat LTJ yang dihasilkan terdapat dalam mineral yang juga mengandung bahan radioaktif (seperti monasit).
Penguasaan teknologi logam tanah jarang di Indonesia belum mencapai skala komersial. Sampai saat ini penelitian tentang logam tanah jarang belum optimal. Di Indonesia belum ada penelitian khusus yang menggali potensi dan pemanfaatan logam tanah jarang. Penelitian masih dilakukan secara parsial yang dimana setiap instansi berjalan sendiri-sendiri.
Padahal dalam penelitian logam tanah jarang ini diperlukan sinergi. Pemerintah nampaknya belum melihat potensi logam tanah jarang ini. Kegiatan eksplorasi lanjutan untuk mengetahui berapa sesungguhnya cadangan logam tersebut yang Indonesia miliki belum pernah dilakukan. Survei keekonomian penambangan logam tanah jarang ini juga belum pernah dilakukan. Apalagi membahas teknologi pemurnian logam tanah jarang itu pada skala industri. Untuk mengembangkan logam tanah jarang diperlukan kemitraan dan sinergi antar peneliti, pemegang kebijakan maupun para pemangku kepentingan lainnya. Untuk itu perlu disiapkan semacam road map penelitian dan pengolahan logam tanah jarang sehingga mampu mendorong pengembangan hilirisasi industri nasional yang memiliki nilai tambah tinggi.
Oleh karena itu perlu adanya pengembangan lebih lanjut lagi mengenai logam tanah jarang, mulai dari segi produksi, pengolahan, lingkungan, hingga pengaplikasian lebih lanjut. Hasil yang maksimal memerlukan adanya kerja sama yang baik, saling mendukung dan saling melindungi antara pemerintah, perusahaan, masyarakat dan juga beberapa instansi terkait lainnya. Hal yang paling utama adalah adanya kebijakan yang melandasi suatu kegiatan pertambangan LTJ, agar cadangan LTJ yang ada di Indonesia dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kemakmuran dan keselamatan rakyat serta dapat menjaga kedaulatan dan keamanan negara.[]
Pengirim :
Muhammad Ryvan Gibran, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, email : ryvan.gibran@gmail.com