Konsep Penggunaan Harta Dalam Islam
Islam sebagai agama yang syumul yang mengatur segala ruang lingkup kehidupan manusia termasuk di dalamnya menyangkut masalah harta. Harta kekayaan dalam Islam merupakan milik Allah secara mutlak. Ayat Al-Quran berulang kali menjelaskan mengenai hak mutlak Allah terhadap harta kekayaan yang ada di bumi ini.Manusia hanya sebagai wakil yang dipercayakan untuk menggunakan dan mengelola harta kekayaan tersebut dengan cara-cara yang diperbolehkan. Allah sebagai pemilik segala bumi beserta isinya, Jadi kepemilikan manusia hanyalah bersifat relatif, sebatas hanya untuk mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan syariat. Penjelasan mengenai hal tersebut disebutkan dalam Al-Quran kurang lebih sebanyak 20 kali. Diantaranya terdapat dalam QS. Al- A’raf; 128, QS. Al-Hadid; 5, dan QS. Al-Baqarah; 29-30.
Kekayaan termasuk jenis harta yang menjadi kecenderungan manusia terhadapanya. Oleh karena itu, sepatutnya manusia menyadari bagaimana sebenarnya kedudukan atau status harta yang dikaruniakan oleh Allah. Kedudukan atau status harta berdasarkan Al-Quran adalah sebagai berikut:
1. Harta sebagai titipan, karena manusia tidak mampu mengadakan benda dari tiada menjadi ada. Oleh karena itu, wajib bagi manusia untuk menginfakkan harta yang diperolehnya.
2. Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia dapat menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan. (QS. Ali- Imran; 14)
3. Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut soal cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan Islam atau tidak. (QS. Al- Anfal; 28).
4. Harta sebagai bekal atau sarana beribadah. Menurut pandangan Islam, harta bukanlah tujuan, namun hanya sebagai sarana untuk memperoleh ridha Allah SWT. yakni untuk melaksanakan kegiatan zakat, infak, dan sedekah. Hal ini dicatumkan di dalam al-Quran surat at- Taubah; 14.
Konsekuensi logis ayat-ayat al-Quran di atas adalah sebagai berikut:
1. Manusia bukan pemilik mutlak, tetapi dibatasi oleh hak-hak Allah sehingga wajib baginya untuk mengeluarkan sebagian kecil hartanya untuk berzakat dan ibadah lainnya.
2. Cara-cara pengambilan manfaat harta mengarah kepada kemakmuran bersama, pelaksanaannya dapat diatur oleh masyarakat melalui wakil-wakilnya.
3. Harta perorangan boleh digunakan untuk umum, dengan syarat pemiliknya memperoleh imbalan yang wajar.
Islam mengharuskan muslim untuk memperoleh harta secara berkelanjutan dan menginfakkan harta kekayaan tersebut. Maksudnya, ajaran Islam menganjurkan dan mengharuskan umatnya untuk berusaha dan bekerja keras untuk dapat memperoleh keuntungan yang halal bagi dirinya sendiri dan juga bagi keluarganya. Tidak hanya itu, Islam juga mengharuskan umatnya untuk bekerja keras dan berupaya untuk mencapai kesempurnaan dan kelayakan profesi atau pekerjaan bagi dirinya. Jadi, pengelolaan harta kekayaan dalam Islam meliputi penciptaan/ pengelolaan harta, peningkatan jumlah harta kekayaan, perlindungan terhadap harta kekayaan, pendistribusian harta kekayaan, dan pemurnian harta kekayaan.
Aplikasi Penggunaan Harta Dalam Islam
Pengelolaan kekayaan secara Islami meliputi aspek perolehan atau penciptaan harta, peningkatan harta kekayaan, perlindungan harta pendistribusian kekayaan, dan pemurnian kekayaan.
Syariat Islam mengajarkan bahwa harta kekayaan dapat digunakan untuk banyak tujuan namun tidak diperbolehkan untuk dibelanjakan pada hal-hal yang dilarang secara syara’. Menurut syariat Islam, kebutuhan untuk memperoleh harta kekayaan merupakan sebuah motivasi untuk bekerja keras dan berusaha. Jadi, dengan demikian, kemampuan seorang muslim dalam meperoleh harta kekayaan dan mendistribusikan harta kekayaan tersebut akan memberikan harapan kepada pihak yang membutuhkan harta.
Kebutuhan akan pengelolaan harta kekayaan akan menciptakan sikap disiplin dalam menjaga harta kekayaan yang dapat mendukung kesejateraan sebuah keluarga maupun masyarakat. Penghematan terhadap pendapatan atau keuntungan yang diperoleh oleh umat muslim walaupun dalam porsi kecil, maka hal ini akan membantu masyarakat muslim khususnya untuk melawan atau mengatasi masalah sifat konsutif dan inflasi.
1. Penciptaan Kekayaan. Menciptakan kekayaan dilakukan melalui usaha.Perolehan harta dilakukan dengan cara usaha (amal) atau mata pencaharian (maliyah) yang halal dan sesuai dengan aturan Allah SWT. Ayat al-Quran dan hadits Nabi banyak yang mendorong atau menganjurkan manusia untuk berusaha.Manusia dapat mengusahakan perolehan kekayaan, namun tetap meyakini dan mempercayai bahwa semua kekayaan dan harta adalah mutlak milik Allah dan manusia hanya dipercayai sebagai wakil yang dipercayakan untuk menggunakan dan mengelola harta tersebut dengan sebaik-baiknya. Jika dikaitkan dengan halnya harta, maka bentuk usaha atau cara memperoleh kekayaan atau harta dalam perspektif Islam ada dua bentuk, yaitu: 1) Memperoleh kekayaan secara langsung sebelum dimiliki oleh orang lain. Contoh, menggarap tanah yang mati yang belum dimiliki (ihya al-mawat). Nabi SAW bersabda Yang Artinya: Barang siapa yang menghidupkan tanah yang mati, maka ia berhak memilikinya”; 2) Memperoleh harta yang telah dimiliki oleh orang lain atau seseorang melalui transaksi.
Islam melarang perbuatan yang menyia-menyiakan harta kekayaan. Uang di dalam Islam dapat diusahakan untuk memperoleh keuntungan darinya, seperti dengan jalan diinvestasikan, serta dapat dibelanjakan melalui jalan atau cara-cara yang halal dan sesuai dengan prinsip-prinsip kebolehan di dalam Islam.
2. Peningkatan atau Perbaikan Kekayaan. Harta kekayaan dalam Islam maksudnya adalah mengusahakan harta atau memperoleh kekayaan tersebut hanya melalui atkivitas investasi yang diperbolehkan secara syariat atau produk keuangan yang memenuhi kriteria syariat. Lebih khususnya lagi produk keuangan tersebut haruslah terbebas dari unsur-unsur yang dilarang yaitu bebas riba, dan bebas dari unsur ketidakpastian (gharar), dan judi (maisir). Terlebih, perolehan harta harus terbebas atau tidak boleh mengandung sesuatu yang diharamkan seperti babi dan alkohol. Produk-produk keuangan yang sesuai dengan kriteria syariah meliputi saham, reksadana syariah, obligasi syariah (sukuk), asuransi syariah (takaful),investasi berdasarkan akad wadi‟ah dan mudharabah, maupun investasi pada produk keuangan baru yang diatur atau disusun sesuai berdasarkan kriteria syariah (syariah kompliant).
3. Perlindungan Kekayaan. Perlindungan kekayaan sangat penting menurut Islam. Oleh karena tu, manajemen risiko dan asuransi Islam (takaful) memainkan peran penting dalam praktek Islamic Wealth Management. Produk keuangan investasi syariah harus terstruktur untuk menghindari gharar, sesuai dengan ajaran Islam yakni sebagai upaya melindungi kekayaan.
4. Distribusi Kekayaan. Mendistrbusikan kekayaan melalui zakat dan faraid (warisan). Islam mewajibkan kebersihan baik fisik (badan) dan rohani. Kebersihan rohani melibatkan kebersihan pikiran, sehingga bebas dari niatan buruk atau keinginan untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum dan kebersihan hati sehingga terbebas dari iri hati, kemunafikan serta keinginan jahat. Kebersihan spiritual terkait dengan harapan, kebenaran, pengampunan, dan kasih sayang. Pembebanan zakat dalam Islam bertujuan membantu Muslim dalam mencapai kebersihan spiritual dan pemurnian kekayaan.[]
Pengirim : Sri Dian Ayuningsih, Mahasiswa Institut Islam Nahdlatul Ulama (INISNU) Temanggung, email : ayusridian904@gmail.com