Foto : ILUSTRASI |
Pengertian degradasi sendiri menurut KBBI adalah penurunan, kemunduran, dan kemerosotan. Sedangkan moral adalah ajaran mengenai baik buruknnya sikap, perilaku, tingkah laku, akhlak, budi pekerti. Jadi degradasi moral adalah kemerosotan sikap atau perilaku seseorang.
Di era perkembangan teknologii yang sangat pesat ini, segala. Oleh karena itu sebagai manusia yang bentuk informasi dapat diakses dengan mudah oleh siapa saja. Oleh karena itu, sebagai manusia yang bermoral, kita harus pandai memilah informasi dan budaya yang masuk agar tidak menimbulkan kerusakan. Contoh kerusakan yang dimaksud adalah, saat ini Generasi Milenial justru lebih menggemari gaya hidup barat yang cenderung bersikap konsumtif dan individualistis, dimana gaya hidup ini tidak cocok dengan budaya Indonesia. Hal ini tentunya berimbas pada adanya degradasi moral bangsa Indonesia.
Selain itu, degradasi moral juga dapat disebabkan karena karena kurangnya pengawasan orang tua, lembaga pendidikan yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, serta pergaulan bebas. Jika dibiarkan begitu saja, pergaulan bebas dapat menjurus terhadap kekerasan seksual. Pergaulan bebas yang menjurus terhadap kekerasan seksual.
Akhir-akhir ini banyak sekali kasus kekerasan seksual yang meledak di media sosial, korban utama adalah perempuan. Mulai dari pengguna media sosial yang melaporkan bahwa kenalan, teman dekat atau bahkan keluarganya sendiri. Hingga yang terang-terangan mengaku kalau dirinya menjadi korban kekerasan seksual.
Tercatat kasus kekerasan terhadap perempuan pada periode 1 Januari 2022 hingga 21 Februari 2022 tercatat sebanyak 1.411 kasus. Jumlah tersebut berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPPA) Kementerian PPPA.
Yang paling memprihatinkan adalah kekerasan seksual dapat terjadi dimana saja. Seperti yang baru-baru ini terjadi pelecehan seksual yang teradi di kereta api. Pada kasus ini, seorang perempuan yang mengunggah video aksi pelecehan seksual di KA eksekutif Argo Lawu (22/06/2022), yang akhirnya diadili oleh pihak PT KAI sesuai dengan UU Penghapusan Kekerasan Seksual dan pasal 289 hingga 296 KUHP. “Tidak ada ruang untuk diskriminasi, pelecehan, dan kekerasan seksual di tubuh BUMN. Komitmen kami jelas, untuk melindungi korban, apapun gendernya”.
Orang tua sebaga pembentuk moral pertama bagi anak memiliki dimensi interpersonal dengan anak. Jika orang tua mendidik anak dengan berbekal ilmu agama yang kuat dan memberikan dan memberikan pengajaran moral dasar yang baik kepada anak, maka anak tersebut memiliki tameng untuk menghindari hal yang sifatnya negatif. Sebaliknya jika orang tua kurang memberikan perhatian pada anaknya, anak mudah terpengaruh dengan lingkungan luar. Hendaknya orang tua tetap membimbing, serta menjaga komunikasi agar tetap harmonis untuk menjaga hubungan antara orang tua dan anak.
Peran pembentukan moral yang kedua adalah sekolah. Tetapi kekerasan seksual juga dapat terjadi di lingkungan sekolah. Meningkatnya kasus kekerasan seksual di sekolah menunjukan pendidikan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, dan tempat untuk mengembangkan nilai dan membangun karakter sudah mengalami kemerosot fungsi.
Oleh karena itu, lembaga pendidikan perlu menyadari bahwa pendidikan bukan hanya memberikan pengetahuan berupa materi tetapi juga perlu mengajarkan nilai-nilai baik agama maupun nilai budaya dan sosial. Selain itu, memilah nilai-nilai kamanusiaan yang postif, seperti rasa hormat, saling menghargai, kejujuran, kasih sayang, dan menerapkan nilai-nilai budaya pancasila, serta nilai moral yang bersumber dari ajaran agama juga diperlukan untuk membangun moral peserta didik.
Hal ini menjadi PR lembaga pendidikan untuk memperhatikan lagi perekrutan tenaga pendidik, menyediakan lingkungan pendudukaan yang sehat dan aman, penekanan pada pendidikan agama dan pemahaman spiritual yang menjadi tameng pencegahan kekerasan seksual.
Semua kasus terkait kekerasan seksual yang terjadi menunjukan bertapa rendahnya nilai moral masyarakat, pengetahuan seksualitas dan kurangnya ketegasan hukum di Indonesia. Tidak perduli seberapa tinggi ilmunya, jika tidak diiringi dengan pembelajaran tentang moral dan etika maka semua itu tidak akan berguna.
Pengirim :
Salsa Hanifatul Fathima, Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Magelang, email : salsafathima8@gmail.com