TamiangNews.com - Riba dalam Pandangan Al-Qur’an dan Hadis. Riba merupakan kegiatan eksploitasi dan tidak memakai konsep etika atau moralitas. Masalah mengharamkan transaksi yang mengandung unsur ribawi, hal ini disebabkan mendholimi orang lain dan adanya unsur ketidakadilan (unjustice). Para ulama sepakat dan menyatakan dengan tegas tentang pelarangan riba. Secara garis besar riba riba ada dua yaitu: riba akibat hutang piutang dan riba akibat jual beli.
Pengertian Riba
Kata riba berasal dari bahasa Arab, secara etimologis berarti tambahan (azziyadah),berkembang (an-numuw), membesar (al-'uluw) dan meningkat (a-irtifa'). Sehubungan dengan arti riba dari segi bahasa tersebut, ada ungkapan orang Arab kuno menyatakan sebagai berikut; arba fulan 'ala fulan idza azada 'alaihi (seorang melakukan riba terhadap orang lain jika di dalamnya terdapat unsur tambahan atau disebut liyarbu ma a'thaythum min syai'in lita'khuzu aktsara minhu (mengambil dari sesuatu yang kamu berikan dengan cara berlebih dari apa yang diberikan).
Menurut Wasilul Chair mengutip Abd al-Rahman al-Jaziri mengatakan para ulama' sependapat bahwa tambahan atas sejumlah pinjaman ketika pinjaman itu dibayar dalam tenggang waktu tertentu 'iwadh (imbalan) adalaha riba. Yang dimaksud dengan tambahan adalah tambahan kuantitas dalam penjualan asset yang tidak boleh dilakukan dengan perbedaan kuantitas (tafadhul), yaitu penjualan barang-barang riba fadhal: emas, perak, gandum, serta segala macam komoditi yang disetarakan dengan komoditi tersebut. Dalam pengertian lain secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan berkembang
Secara garis besar riba terbagi menjadi dua macam yaitu riba akibat hutang piutang yang telah dijelaskan tentang keharamannya dalam al-Qur'an, dan riba jual beli yang juga telah dijelaskan boleh dan tidaknya dalam bertransaksi dalam as- Sunnah. 1. Riba akibat hutang-piutang yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtarid), dan Riba Jahiliyah, yaitu hutang yangdibayar dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
Riba utang piutang terbagi menjadi dua yaitu riba qardh dan riba jahiliyah.Adapun riba jual beli terbagi menjadi riba fadl dan riba nasi’ah.
1. Riba Qardh Suatu manfaat atau tingkat kelebihan yang disyaratkan terhadap yang berhutang.Contoh : Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi mengharuskan dan mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya kepada Adi sebesar Rp. 30.000 maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.
2. Riba jahiliyah Utang yang dibayar lebih dari pokoknya karena peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditentukan, dan biasa disebut juga dengan riba yad. Biasanya tambahan ini bertambah sesuai dengan lama waktu si peminjam dan membayar utangnya.
3. Riba fadhl Pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang ditukarkan itu termasuk barang ribawi (emas, perak, gandum, tepung, kurma dan garam). Contohnya tukar menukar emas dengan emas,perak dengan perak.
4. Riba Nasi’ah Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang ditukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya, riba ini muncul karena adanya perbedaan atau tambahan antara yang diserahkan hari ini dan yang diserahkan kemudian. Contoh :Seseorang meminjam sekilo gandum dalam jangka waktu tertentu. Apabila saat pembayaran tiba, pihak yang mempunyai hutang tidak dapat membayarnya maka ia harus menambah menjadi 1.5 kilo. Yang maksudnya menambah pembayaran utangnya sesuai dengan pengunduran waktu pembayaran.
Tahapan Larangan Riba dalam Al- Qur’an
Ada kemiripan antara larangan riba ini dan larangan Allah yang telah digunakan terhadap minuman keras, perjudian dan juga dalam menghadapi praktek perbudakan. Oleh karena itu, penelitian tentang metode yang digunakan dalam Al- Qur’an untuk larangan terhadap minuman keras, perjudian dan juga perbudakan akan memberika informasi yang berguna untuk memahami metode yang telah digunakan oleh Al-Qur’an dalam larangan dan penghapusan riba.12 Al-Qur’an membicarakan riba secara bertahap, diantaranya: Tahap pertama, sekadar menggambarkan adanya unsur negatif riba. Tahap kedua, memberikan sinyal atau isyarat tentang keharaman riba. Tahap ketiga, secara eksplisit menyatakan keharaman salahs atu bentuk riba. Dan tahap keempat, mengharamkan riba secara total dalam berbagai bentuknya.
Riba dalam Prespektif Hadis
Nabi Nabi Muhammad SAW telah menegaskan dengan bahasa yang keras untuk memperingatkan umat manusia dan juga umat Islam mengenai riba, sebagai berikut:
seorang pria menikahi (yaitu melakukan hubungan jenis) dengan ibunya sendiri” (Ibn Majah, Baihaqi) Abdullah Ibn Hanzala telah melaporkan bahwa pesuruh Allah bersabda: “satu dirham (koin perak) riba, yang mana diterimma oleh seseorang sedangkan dia mengetaui (itu adalah riba), adalah lebih buruk dari melakukan zina sebanyak tiga puluh enam kali”. (Ahmad) Baihaqi menyampaikannya, dari Ibn Abbas, dengan tambahan bahwa Nabi beriktnya bersabda: neraka adalah lebih sesuai dari mereka yang dagingnya dibesarkan dengan apa yang haram.(Ahmad, Ibn Majah) Abu Hurairah telah melaporkan bahwa pesuruh Allah bersabda: “pada malam aku diangkat ke langit, aku bertemu dengan manusia yang perutnya seperti rumah yang dipenuhi dengan ular-ular yang mana dapat dilihat dari luar perutnya. Aku bertanya kepada malaikat Jibril, siapakah mereka dan Jibril memberitahu bahwa mereka adalah manusia yang telah memakan riba”.(Ahmad, Ibn Majah) Abu Hurairah telah melaporkan bahwa Nabi bersabda: “Allah berlaku adil untuk tidak mengizinkan empat manusia (yaitu empat jenis manusia) memasuki surga atau untuk merasakan nikmatnya: dia yang sifatnya meminum arak, dia yang mengambil riba, dia yang mengambil harta anak yatim tanpa hak, dan dia yang tidak memperdulikan orang tuanya”. (Mustadrak al-Hakim, Kitab Al-Buyu’).
Sebab- Sebab dilarangnya Riba Baik Al-Quran maupun Hadis nabi
mengharamkan riba, bahkan dalam hadis dijelaskan bahwa semua pihak yang terlibat dalam riba dilaknat oleh Rasulullah. Larangan tersebut bukan tanpa sebab. Menurut al-Far al-Razi ada beberapa sebab atas dilarangnya dan diharamkannya riba:26
1. Riba memungkinkan seseorang memaksakan pemilikan harta dari orang lain tanpa ada imbalan. Keuntungan yang akan diperoleh si peminjam bersifat belum pasti, dan pemungutan tambahan oleh pemberi pinjaman adalah hal yang pasti tanpa risiko.
2. Riba menghalangi pemodal ikut berusaha mencari rezeki, karena ia dengan mudah membiayai hidupnya dengan bunga saja.
3. Jika riba diperbolehkan, masyarakat akan tidak segan-segan meminjam uang walaupun dengan bunga yang tinggi, dan ini telah merusak tata hidup tolong menolong.
4. Dengan riba biasanya pemodal semakin kaya dan si peminjam semakin miskin. 5. Larangan riba telah ditetapkan dalam nash. ***