TamiangNews.com - Menurut saya sebagai Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Magelang melihat fenomena sosial yang terjadi dimasyarakat saat ini, khususnya untuk Guru Honorer itu sangat miris sekali dikarenakan Guru itu sebagai penyangga tatanan negara Indonesia dan apabila guru tidak dihargai maka rusaklah hati nurani kita sebagai masyarakat. Kita sebagai masyarakat Indonesia khususnya mahasiswa harus menghargai jasa para guru-guru kita. Konteks kata menghargai bukan hanya identik dengan kita mendengarkan Guru menjelaskan didepan tetapi kita juga harus menghargainya dengan wujud materi atau lebih tepatnya dengan gaji yang layak.
Lantas mengapa dengan gaji yang layak? Pastinya guru itu apabila diberikan gaji yang layak maka akan tumbuh rasa semangat dan ikhlas dalam mengajar anak didiknya karena dengan semangat dan keikhlasan dalam mengajar maka akan tumbuh bibit-bibit atau siswa-siswa yang unggul dalam berprestasi. Maka dari itu Pemerintah juga harus berperan aktif dalam mensejahterakan Guru Honorer khususnya karena Dia tabah dan sabar dalam mengajar walaupun dengan gaji yang pas-pasan.
Kalau saya melihat dari program kerja dari Pemerintah khususnya yang memperhatikan secara penuh Guru Honorer itu saya anggap belum tuntas sepenuhnya, lewat program PPPK yang dimana program ini dapat mensejahterakan Guru itu belum terealisasi semuanya dikarenakan dilapangan kita lihat itu masih banyak Guru Honorer khususnya itu belum diangkat PNS oleh pihak terkait dikarenakan masih banyak melalui tahapan yang mungkin sulit dikerjakan Guru tersebut seperti contoh standarisasi nilai SKD (Seleksi Kompetensi Dasar) yang terlalu tinggi, nah SKD ini merupakan tahapan untuk bisa menjadi PNS walaupun disini konteksnya hanya kontrak.
Harapannya kedepan untuk Pemerintah dapat memberikan solusi yang terbaik untuk mensejahterakan dan meratakan standar Pendidikan yang berkhualitas khususnya dari sisi Guru,Fasilitas, dan kualitas dari segala aspek tersebut.Bicara lagi dengan konteks program kerja pemerintah yaitu pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja itu tidak semua Guru Honorer tidak setuju dengan program kerja itu dilain sisi dengan standarisasi nilai Seleksi Kompetensi Dasar yang terlalu tinggi,khususnya bagi mereka yang sudah tua seperti yang dilansir dikompas.com yang menjelaskan bahwa hanya lulusan sekolah pendidikan Guru setara SMA dan telah mengabdi belasan tahun ,sebab PPPK mensyaratkan pendidikan minimal sarjana.
Berdasarkan data Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sampai 2020 jumlah Guru Non-PNS di Indonesia mencapai 937.228 orang dari jumlah tersebut,728.461 diantaranya berstatus Guru Honorer Sekolah.
Dan juga berdasarkan dari Instagram makassar infoku bahwa gaji Guru Honorer Negeri dengan jam kerja 2 Hari dalam seminggu dalam kurun waktu 2 bulan yaitu sebesar Rp.410.000 bergeser ke Kabupaten Bogor yang jaraknya hanya beberapa jam dari Istana Negara itu ada Guru Honorer yang bernawa Dewi yang merupakan Guru Honorer dari 2006 hingga sekarang atau kurang lebih sudah mengabdi kepada Negara kurang lebih 16 Tahun.
"Setelah 11 tahun naik menjadi Rp 1 juta sampai tahun kemarin naik menjadi Rp 1,5 juta,"
Dengan penghasilan itu, Dewi yang telah mendapat gelar sarjana pendidikan tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Beruntung, ia memiliki suami yang bekerja.
"Penghargaan kepada kami, seperti gaji rendah, masih di bawah standar. Kalau dibilang cukup, itu tidak etis, sedih rasanya.“Ditambah lagi, gaji dana BOS datangnya tidak setiap bulan. Seperti sekarang, dana BOS belum turun ke sekolah. Jadi kami tidak gajian dari Januari," katanya.
Dewi merasa tidak ada penghargaan dari pemerintah yang membuat dirinya dapat mengabdi dengan tenang.
Hingga kini Dewi masih bergulat dengan kesejahteraan padahal jasanya telah membuat anak didiknya dapat mencapai mimpi menjadi tentara, sarjana dan dokter.
Lalu, apa tanggapan Dewi terkait program PPPK?
"Saya tidak setuju karena itu bukan solusi, tapi mau tidak mau harus daftar," jelas Dewi.
“Saya sudah berumur 35 tahun, CPNS tahun ini tidak ada. Kalau tidak dicoba, saya bisa menjadi guru honorer seumur hidup," jelasnya kemudian, seraya menyebut saat ini jumlah guru honorer rata-rata lebih dari 50% dari total guru yang mengajar di satu sekolah negeri di Kabupaten Bogor.
Dewi berharap, pemerintah mempertimbangkan guru honorer yang telah lama mengabdikan diri, belasan hingga puluhan tahun, agar mendapatkan prioritas menjadi aparatur sipil negara (ASN). ***