TamiangNews.com - Politik merupakan berbagai aktivitas dalam suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses pengambilan keputusan untuk menentukan suatu tujuan dari sistem itu, menyusun skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih, serta menentukan kebijakan - kebijakan umum untuk melaksanakan tujuan tersebut. Politik, jika kita mendengar kata tersebut secara tidak langsung pasti beranggapan bahwa dunia politik identik dengan peran laki-laki. Apa lagi di Negara Indonesia yang budaya patriarkinya masih tetap berjalan, budaya patriarki sendiri merupakan sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial, dan penguasaan properti. Namun seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern budaya patriarki sekarang sudah tampak sedikit demi sedikit mulai berkurang.
Di era yang semakin modern seperti sekarang ini, sudah banyak dijumpai kaum perempuan yang berani mengekspresikan pendapatnya di ruang publik, sebagaimana dalam Undang - Undang Dasar 1945, Pasal 281 (2) yang secara jelas dituliskan dalam undang - undang tersebut bahwa setiap warga negara berhak dalam menyampaikan pendapatnya, baik laki-laki maupun perempuan. Pada dasarnya Indonesia sudah memihak kepada para kaum perempuan, misalnya dalam hal pendidikan, hal tersebut dapat terlihat bahwa pada saat ini sudah banyak kaum perempuan yang berhasil menempuh pendidikan yang setinggi mungkin. Tak hanya dalam pendidikan saja, akan tetapi perempuan juga berperan penting dalam membangun negara melalui politik praktis, yang sebagaimana telah diatur dalam undang-undang, misalnya dalam keterwakilan perempuan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008, yang dalam undang-undang tersebut dituliskan bahwa partai politik harus menyertakan perempuan minimal 30% dalam pengurusan maupun pendiriannya.
Namun berdasarkan kenyataan mengenai partai politik harus menyertakan perempuan minimal 30% dalam pengurusan maupun pendiriaannya hingga saat ini masih belum sepenuhnya dapat terpenuhi, rendahnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif dapat mengakibatkan minimnya peran dan partisipasi perempuan dalam setiap pengambilan kebijakan. Oleh karena itu, sangat wajar ketika kebijakan yang dibuat sangat maskulin dan kurang berspektif gender. Dalam hal ini perempuan tidak banyak yang terlibat dalam proses pembuatan keputusan, perempuan lebih banyak sebagai penikmat keputusan padahal keputusan yang dihasilkan seringkali sangat bias gender, tidak memperhatikan kepentingan perempuan.
Dari adanya hal tersebut, eksistensi atau kehadiran perempuan dalam ranah politik sangat dibutuhkan, eksistensi perempuan merupakan tindakan yang diambil oleh sekelompok orang (perempuan) untuk mencapai suatu tujuan tertentu, tujuan yang dimaksud salah satunya ialah mewujudkan kesetaraan gender. Kesetaraan gender (Gender equality) merupakan kesamaan kondisi antara laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.
Keterlibatan perempuan dalam ranah politik adalah penting, karena perempuan memiliki kebutuhan - kebutuhan khusus yang hanya dapat dipahami paling baik oleh perempuan sendiri oleh sebab itu perempuan itu sendiri harus hadir untuk mengawal kepentingannya. Keterlibatan perempuan dengan politik berarti telah membukakan akses bagi perempuan untuk ikut serta dalam menentukan kebijakan publik, sebab masalah yang dihadapi masyarakat selama ini juga merupakan masalah perempuan dan sebaliknya masalah perempuan juga persoalan masyarakat.
Pentingnya kehadiran perempuan dalam ranah politik diharapkan agar perempuan mampu dalam mendefinisikan dan menginterpretasikan kebutuhan perempuan, mempunyai status politik yang jelas dalam ranah politik, serta mengawal agar kebutuhan perempuan dapat terpenuhi, jadi dalam hal ini ketika perempuan berada di luar arena politik maka mereka akan kehilangan kesempatan untuk melakukan ketiga hal tersebut. Ranah politik dipandang sebagai jalan masuk bagi perempuan untuk mewujudkan berbagai kebaikan yang diinginkan, politik merupakan ranah yang paling fundamental dalam pemenuhan hak-hak lainnya. Politik dalam konteks isu perempuan dapat didefinisikan sebagai segala usaha, kegiatan, dan juga upaya yang bertujuan untuk mempengaruhi proses kebijakan dan perundangan yang berkaitan dengan isu-isu perempuan.
Pada umumnya bagi sebagian masyarakat, khususnya perempuan masih sering beranggapan bahwa politik adalah urusan urusan laki-laki, politik itu kotor, politik itu keras, sehingga perempuan tidak perlu berada dalam ranah politik. Pandangan-pandangan seperti itulah yang membuat jumlah kaum perempuan tidak banyak yang mau menekuni karir dalam dunia politik.
Politik hendaknya tidak diartikan secara sempit yang seolah-olah hanya berkaitan dengan semua kegiatan dengan partai politik dan institusi politik seperti MPR, DPR, DPD dan DPRD. Dalam wacana ilmiah, politik berkaitan dengan semua kegiatan dalam suatu negara yang menyangkut pengambilan keputusan, pengaturan dan pelaksanaan kehidupan warganya untuk mencapai kesejahteraan damai dan adil. Partisipasi perempuan di politik tidaklah berarti harus menjadi anggota partai politik atau sebagai anggota legislatif, sebagai warga negara perempuan mempunyai hak dasar terutama hak sipil dan politik yaitu hak yang dimiliki untuk menyalurkan aspirasi dan kepentingan kepada penyelenggara negara di tingkat provinsi, kabupaten atau kota. Adapun yang dimaksud partisipasi atau peran serta dan posisi perempuan adalah situasi dan kondisi efektifitas keikutsertaan perempuan dalam penentuan kebijakan dan pengambilan keputusan pada badan hukum atau lembaga publik. Sedangkan yang dimaksud dengan keterwakilan perempuan adalah partisipasi perempuan yang bermakna mewakili perempuan untuk mewujudkan kondisi dan posisinya sebagai sumber daya manusia yang berguna bagi pembangunan dan kepentingan masyarakat bangsa dan negara.
Ada beberapa hambatan yang perlu diperjuangkan bersama agar perempuan dapat menikmati hak-hak seperti yang telah disebutkan diatas, yaitu marginalisasi perempuan dalam konteks budaya yang sudah cukup banyak dilakukan oleh budayawan maupun para cendekiawan dalam bentuk seminar, diskusi, talk show dan lain-lain. Hasil Kajian itu perlu ditindak lanjuti melalui sosialisasi dan publikasi kepada masyarakat luas, yang tentunya membutuhkan kerjasama oleh semua pihak pemerintah, akademisi, LSM atau NGO, dengan kerja sama oleh semua elemen masyarakat tersebut, tentu apa yang diharapkan akan terwujud. Di Indonesia, ketimpangan gender (ketidakadilan gender) masih menjadi isu yang cukup penting di sejumlah aspek. Hal ini tentunya juga sedikit banyak berpengaruh pada keterlibatan perempuan dalam pembangunan, tak terkecuali hal ini juga terjadi dalam perpolitikan.
Gerakan pengarusutamaan gender yang telah diatur dalam peraturan daerah Nomor 10 Tahun 2005 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan daerah membutuhkan pemahaman yang sama di antara para penggerak kegiatan PUG. Dalam rangka percepatan PUG di daerah perlu didukung peraturan daerah yang responsif gender, oleh sebab itu setiap provinsi dan kabupaten/kota perlu mengkaji ulang setiap tindakan dan peraturan daerah yang bias gender yang menghambat pelaksanaan PUG dan senantiasa memfasilitasi penyusunan peraturan daerah yang responsif gender. Dengan demikian perlu partisipasi semua pihak, khususnya politisi perempuan yang selalu memperjuangkan keadilan gender. Selain itu, upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peran partisipasi politik perempuan dapat melalui pendidikan politik, proses pengkaderan (rekrutmen) politik dan juga membangun dukungan serta kesadaran dalam keluarga yang akan mempengaruhi pola pikir untuk wanita berpolitik, komitmen laki-laki (suami) juga menjadi penting dalam hal tersebut. ***