Dwi Rialatifah Mahasiswa Semester 3, Fakultas Agama Islam, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
TamiangNews.com -- Literasi keuangan adalah terjemahan dari financial literacy yang artinya melek keuangan. Literasi keuangan dapat didefinsikan sebagai rangkaian proses atau aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge), keyakinan (confidence) dan ketrampilan (skill) konsumen, dan masyarakat luas sehingga masyarakat mampu mengelola keuangan yang lebih baik. Literasi keuangan juga dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengelola uang yang dimilikinya secara bijak baik dalam bentuk investasi maupun penyaluran ke bidang sosial. Lebih khusus lagi, mengacu pada seperangkat ketrampilan dan pengetahuan yang memungkinkan seorang individu untuk membuat keputusan yang efektif terhadap investasinya agar dapat meningkatkan sumber daya keuangannya.
Orang yang mempunyai tingkat literasi keuangan yang rendah akan mudah dibohongi dalam menggunakan uangnya. Sebaliknya, orang yang mempunyai tingkat literasi keuangan yang tinggi akan mampu memilih dan memanfaatkan produk dan jasa keuangan yang sesuai kebutuhan, memiliki kemampuan dalam melakukan perencanaan keuangan dengan lebih baik, terhindar dari aktivitas investasi pada instrumen keuangan yang tidak jelas, dan mendapatkan pemahaman mengenai manfaat dan risiko produk dan jasa keuangan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perbedaan pada tingkat literasi keuangan seseorang. Perbedaan inilah yang menyebabkan perbedaan pada tiap individu dalam pengumpulan asset dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.
Jenis kelamin merupakan hal yang juga sangat berpengaruh terhadap pengelolaan keuangan individu. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya bahwasannya tingkat literasi keuangan laki-laki jauh lebih baik dari pada tingkat literasi keuangan pada perempuan. Laki-laki dianggap lebih pandai dalam mengelola keuangan karena laki-laki akan mengutamakan fikiran nya dalam pengambilan keputusan keuangan, sedangkan perempuan lebih menutamakan sikap emosional dalam kegiatan konsumsi. Hal inilah yang menyebabkan laki-laki lebih mampu mengontrol dirinya dalam melakukan kegiatan konsumsi. Laki-laki lebih mandiri secara finansial dan lebih percaya diri dalam pengelolaan keuangan dibandingkan dengan perempuan.
Faktor pekerjaan adalah profesi yang disandang seseorang dalam melakukan aktifitas yang memberikan hasil baik berupa pengalaman atau materi yang dapat menunjang kehidupannya. usia memiliki pengaruh terhadap literasi keuangan. menjelaskan mengenai usia diduga memiliki korelasi yang positif dengan literasi keuangan karena semakin tinggi usia seseorang maka semakin banyak pengalamannya. Usia seseorang mengidikasikan banyaknya pengalaman yang diperoleh seseorang semasa hidupnya termasuk pengalamannya dalam masalah keuangan sehingga semakin berpengalaman maka pengambilan keputusan keuangannya.
Margaretha dan Pambudhi dalam penelitiannya mengenai tingkat literasi keuangan mengemukakan bahwa 20, usia memiliki pengaruh terhadap literasi keuangan. menjelaskan mengenai usia diduga memiliki korelasi yang positif dengan literasi keuangan karena semakin tinggi usia seseorang maka semakin banyak pengalamannya. Usia seseorang mengidikasikan banyaknya pengalaman yang diperoleh seseorang semasa hidupnya termasuk pengalamannya dalam masalah keuangan sehingga semakin berpengalaman maka pengambilan keputusan keuangannya akan semakin baik juga.
Maulani dalam penelitiannya mengenai tingkat literasi keuangan mengemukakan bahwa, terdapat pengaruh pendidikan orang tua terhadap literasi keuangan. Adanya pengetahuan keuangan dan literasi keuangan akan membantu individu dalam mengatur perencanaan keuangan pribadi, sehingga individu tersebut bisa memaksimalkan nilai waktu uang dan keuntungan yang diperoleh oleh individu akan semakin besar dan akan meningkatkan taraf kehidupannya pendidikan sangat berperan penting dalam pembentukan literasi finansial baik pendidikan informal di lingkungan keluarga maupun pendidikan formal.
Tingkat literasi keuangan yang tinggi merupakan kebutuhan dasar bagi setiap orang agar terhindar dari masalah keuangan. Kesulitan keuangan bukan disebabkan dari pendapatan semata (rendahnya pendapatan), kesulitan keuangan juga dapat muncul jika terjadi kesalahan dalam pengelolaan keuangan seperti kesalahan penggunaan kredit, tidak adanya perencanaan keuangan dan tidak memiliki tabungan sehingga memiliki literasi keuangan yang tinggi merupakan hal vital untuk mendapatkan kehidupan yang sejahtera. Menghadapi tantangan kehidupan yang semakin kompleks, saat ini literasi keuangan memiliki arti penting dan harus dimiliki oleh setiap kalangan. Memiliki pengetahuan tentang pengelolaan keuangan sangat dibutuhkan dalam membuat keputusan keuangan sehingga dapat terhindar dari masalah-masalah keuangan yang tidak diinginkan. Literasi keuangan diharapkan dapat menjadi salah satu modal dasar pengetahuan pengelolaan keuangan dalam menghadapi realitas kehidupan sosial.
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 76/POJK.07/2016 tentang peningkatan literasi dan inklusi keuangan di sektor jasa keuangan bagi konsumen dan/atau masyarakat, tujuan inklusi keuangan meliputi meningkatnya akses masyarakat terhadap lembaga, produk dan layanan jasa keuangan pelaku usaha jasa keuangan; meningkatnya penyediaan produk dan/atau layanan jasa keuangan oleh pelaku usaha jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat, meningkatnya penggunaan produk dan/atau layanan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat; dan meningkatnya kualitas penggunaan produk dan layanan jasa keuangan sesuai kebutuhan dan kemampuan masyarakat.
Literasi keuangan sangat penting untuk mendukung fungsi-fungsi ekonomi. Semakin banyak masyarakat yang tahu mengenai manfaat produk dan jasa keuangan, semakin besar transaksi keuangan yang dapat diciptakan dan pada akhirnya akan menggerakkan roda perekonomian. Selain itu, dampak literasi keuangan terhadap perekonomian sangatlah besar. Hal ini beralasan sekali mengingat peningkatan jumlah masyarakat yang mengerti produk dan jasa keuangan akan disertai dengan peningkatan penggunaan produk dan jasa keuangan sehingga menggerakkan roda perekonomian menjadi lebih cepat.
Udonquak (2010) menyatakan bahwa tingkat literasi keuangan yang tinggi sangat dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan pertumbuhan ekonomi karena peningkatan jumlah pengguna produk dan jasa keuangan akan menstimulasi permintaan terhadap produk dan jasa keuangan secara terus menerus. Pendapat serupa diperkuat juga oleh hasil penelitian yang dilakukan Mukalenge (2013) berpandangan bahwa literasi keuangan merupakan salah satu kunci dari pertumbuhan ekonomi suatu negara. Bagi industri jasa keuangan, semakin meningkatnya literasi keuangan masyarakat, potensi transaksi keuangan diharapkan semakin tinggi sehingga mendorong para pelaku industri jasa keuangan menciptakan produk dan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Kelompok masyarakat bawah yang selama ini kurang mendapatkan akses produk dan jasa keuangan diharapkan memperoleh produk dan jasa keuangan yang murah, terjangkau dan sederhana, namun tetap memiliki manfaat yang besar. Produk-produk keuangan yang sifatnya low-cost seperti ini sangat diperlukan bagi masyarakat yang selama ini belum tersentuh dengan industri keuangan, sehingga produk ini dapat menjadi pintu masuk pertama masyarakat untuk memanfaatkan produk dan jas keuangan. Manfaat literasi keuangan dari sisi makro ekonomi juga sangat penting, karena semakin tinggi tingkat literasi keuangan masyarakat, maka semakin banyak masyarakat yang akan menggunakan produk dan jasa keuangan Konsekuensinya adalah semakin tinggi pula potensi transaksi keuangan yang terjadi sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan maupun menciptakan pemerataan pendapatan dan keadilan. Selain itu, dengan semakin meningkatnya literasi keuangan masyarakat, diharapkan semakin banyak masyarakat yang menabung dan berinvestasi, yang pada akhirnya menjadi salah satu sumber pembiayaan pembangunan.
Ruang lingkup upaya peningkatan literasi keuangan dalam rangka meningkatkan literasi keuangan adalah perencanaan dan pelaksanaan (a) Edukasi Keuangan; dan (b) pengembangan infrastruktur yang mendukung Literasi Keuangan bagi Konsumen dan/atau masyarakat. Gerakan literasi keuangan menjadi program nasional jangka panjang yang implementasinya melibatkan berbagai pihak. Program pembangunan literasi keuangan syariah sesungguhnya upaya strategis mendukung pemerintah (OJK) mewujudkan program nasional untuk membangun dan meningkatkan literasi keuangan yang telah dicanangkan diakhir tahun 2013 lalu.
Edukasi finansial (financial education) dijadikan sebagai alat mengatasi permasalahan rendahnya tingkat melek keuangan. Namun masih merupakan tantangan besar diterapkan di Indonesia. Edukasi finansial adalah proses panjang yang memacu individu untuk memiliki rencana keuangan di masa depan. OJK berusaha meningkatkan financial literacymelalui program cetak biru Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) yang diluncurkan pada 19 November 2013. Sasaran pelaksanaan strategi SNKI ini adalah Ibu rumah tangga, UMKM, pelajar, mahasiswa, profesi, karyawan, dan para pensiunan. Institusi keuangan memainkan peran penting melalui fungsi intermediasinya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan serta pencapaian stabilitas system keuangan. Hanya saja industri keuangan yang berkembang sangat pesat belum tentu disertai dengan akses ke keuangan yang memadai. Padahal, akses layanan jasa keuangan merupakan syarat penting keterlibatan masyarakat luas dalam sistem perekonomian. Oleh karena itu diperlukan perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan indeks literasi dan inklusi keuangan di Indonesia.
Berbagai Negara di dunia sudah melakukan gerakan literasi keuangan secara sukses. Mereka berpandangan bahwa literasi keuangan merupakan program strategis yang sama urgennya dengan program-program nasional lainnya. Sehingga literasi keuangan menjadi salah satu program prioritas bagi banyak negara di dunia, seperti Kanada, Australia, India, USA, Inggris. Gerakan literasi keuangan menjadi program nasional yang bersifat jangka panjang dan dalam implementasinya melibatkan banyak pihak.
Tujuan utama adanya Strategi Nasional Literasi Keuangan, untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang memiliki tingkat literasi keuangan yang tinggi (well literate) sehingga masyarakat dapat memilih dan memanfaatkan produk dan jasa keuangan guna meningkatkan kesejahteraan. Sebaliknya, tingkat literasi keuangan yang rendah menjadikan kurangnya pemanfaatan fasilitas di sektor keuangan oleh masyarakat. Selain itu, buruknya pengelolaan keuangan pribadi dapat mengakibatkan kesulitan keuangan seperti kesalahan penggunaan kartu kredit dan tidak adanya perencanaan keuangan. Tujuan literasi keuangan tersebut tidak dapat tercapai dengan optimal apabila faktor faktor eksternal lainnya tidak mendukung. Faktor eksternal yang berpotensi memengaruhi keberhasilan literasi keuangan tersebut antara lain: pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita, distribusi pendapatan, tingkat kemiskinan masyarakat, tingkat pendidikan masyarakat, komposisi penduduk yang berusia produktif; dan pemanfaatan teknologi informasi (OJK, 2016).
Pertama, upaya meningkatkan literasi keuangan melalui pendidikan formal dapat dilakukan melalui beberapa hal antara lain mengintegrasikan dengan kurikulum pendidikan, meningkatkan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga pengajar dalam program pelatihan pembelajaran profesional, mengembangkan sumberdaya pengajar dan peserta didik melalui kurikulum khusus untuk ekonomi dan bisnis, meningkatkan kepercayaan dan meningkatkan vokasi pendidikan dan pelatihan. Kedua, upaya dalam meningkatkan akses informasi, penyediaan instrumen dan pengembangan sumberdaya keuangan antara lain dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap segala informasi mengenai pengelolaan keuangan dan mengembangkan workplace-based financial literacy. Maka pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan wajib menyediakan infrastruktur penunjang sektor keuangan dalam berbagai tingkatan masyarakat dan kewilayahan. Hal ini bertujuan untuk mendorong pendalaman dan perluasan akses atas produk dan jasa layanan keuangan.
Ketiga, meningkatkan kualitas literasi keuangan melalui beragam program dan bantuan antara lain melalui good practice khususnya sasaran pada kelompok masyarakat yang masih rentan terhadap perubahan atau sulit terjangkau baik secara kewilayahan maupun pemahaman. Keempat, meningkatkan koordinasi dan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat serta meningkatkan peluang kerjasama antar sektor dan antar daerah dan kerjasama internasional melalui berbagai kegiatan workshop dan forum nasional mengenai literasi keuangan. Kelima, meningkatkan riset dan evaluasi terhadap berbagai program literasi keuangan melalui partisipasi aktif dalam seminar internasional, mengembangkan riset terkait tingkat literasi keuangan dan determinan literasi keuangan yang ada di masyarakat, good practice baik dalam implementasi program hingga tahapan evaluasi, meningkatkan keahlian dan sharing pengetahuan serta mendorong riset dalam mendukung efektivitas dan dampak program literasi keuangan.
Dalam hal meningkatkan literasi keuangan masyarakat Indonesia, OJK mengahadapi beberapa tantangan. Tantangan pertama adalah dari segi demografi. Hal ini karena beragamnya budaya yang ada di Indonesia, mulai dari bahasa, adat, suku hingga ras. Belum lagi tingkat pendidikan dan perekonomian masing-masing wilayah di Indonesia juga berbeda. Menurut dia, 10 sasaran prioritas ini mulai dari pelajar, mahasiswa, profesi, karyawan, petani, nelayan, TKI dan calon TKI, hingga disablitas. Lalu tantangan yang kedua adalah dari segi geografis. Indonesia merupakan negara kepulauan, akses internet belum merata sehingga edukasi tanpa tatap muka menjadi sulit untuk digencarkan. Selain itu pula adanya masalah gap indeks literasi keuangan yang terjadi di wilayah pedesaan dan perkotaan juga dapat menghambat peningkatan literasi keuangan. ***