TamiangNews.com -- Hedonisme ialah gaya hidup yang identik dengan perilaku suka menghamburkan, suka bepergian, suka menghabiskan atau lebih kerapnya suka menikmati kesenangan. Hedonisme sendiri seringkali muncul di lingkungan masyarakat kelas atas. Hedonisme memiliki dampak positif dan negatif bagi pelaku gaya hidup ini. Islam bukan melarang gaya hidup hedonisme akan tetapi islam peduli dengan nasib umatnya agar tidak meninggalkan kewajiban kebutuhan.
Hedonisme, kerap kali di dengar dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan beragama. Mayoritas menganggap hedonisme sebagai perilaku negatif, suka membelanjakan uang hanya untuk satu tujuan bersenang – senang. Membeli keinginan di luar kebutuhan utama seseorang. Hedonis mengajak konsumen membeli sesuatu yang tidak terlalu penting hanya untuk kesenangan, mendapatkan pengalaman, mencari sensasi. Muncul orang kaya baru atau mayoritas menyebut sebagai sultan pada zaman sekarang. Perilaku raja atau sultan terkadang lebih condong dalam mengimplementasikan hedonis sebagai kesenangan tersendiri. Perilaku hedonisme sebagai pembuatan keputusan yang lebih mengutamakan hasrat di luar aspek kebutuhan sandang pangan papan. Hedonisme muncul pada era Socrates yang mempersoalkan tujuan manusia hidup. Socrates memilki murid yang bernama Aristippos, menanggapi persoalan dengan pandangan bahwa kehidupan terbaik bagi manusia di bumi adalah kesenangan. Dari persoalan Socrates tersebut, lahirlah pemikiran hedonisme. Akan tetapi, para filsuf menggambarkan hedonisme bukan sebagai perilaku negatife. Hedonisme bukan istilah yang berfokus pada kesenangan fisik, tetapi juga pengisian rohani dan spiritualitas sehingga manusia mendapatkan kesenangan.
Sisi Negatif dan Positif Perilaku Hedonisme
Pemenuhan terus menerus di luar kebutuhan produk secara terus menerus bisa menyebabkan konsumen menjadi konsumtif. Pembelian produk dan jasa sebagai sesuatu yang sia - sia dan dipersepsikan sebagai tindakan yang tidak perlu dilakukan. Konsumen berusaha menjadi individu yang gemar belanja yang belum tentu output dari barang dan jasa berguna memenuhi kebutuhannya. Konsumen hedonisme terperangkap sebagai individu yang membelanjakan uangnya dalam sesaat tanpa memikir jangka panjang fungsi dari suatu produk. Keinginan untuk menyegerakan kepemilikan sesuatu mendorong individu lupa untuk mempertimbangkan sesuatu.
Terlepas berbagai pengaruh yang ada, konsumen memang pada titik tertentu membutuhkan untuk memiliki atau membeli yang bisa menciptakan faktor kebahagiaan. Hedonis tidak selamanya dipandang sebagai perilaku negatif. Iin Mayasari dalam bukunya yang berjudul “Perilaku Hedonis : Pandangan Teoritis dan Praktis”, menuliskan salah satu bentuk perilaku hedonisme adalah perilaku narsisme. Perilaku narsisme adalah bentuk perilaku konsumen untuk mendapatkan kesenangan dan bersifat hedonisme. Kesenangan ini bisa diwujudkan bila di tunjang oleh indikator indikator yang dimiliki, kepandaian diri atau tingkat memanfaatkan peluang yang tinggi. Perilaku narsisme sah saja, namun semua ada batasan agar tidak mengabaikan orang lain. Narsisme tidak selalu negative, namun bisa saja dipersepsi positif di tingkat tertentu.
Pelaku hedonis umumnya adalah remaja dengan sifat labil atau tidak konsisten dalam menentukan keputusan. Hedonisme memiliki makna yang berbeda dengan konsumerisme dimana hedonisme berarti gaya hidup yang menganggap kesenangan sebagai tujuan hidup sedangkan konsumerisme dapat dimaknai gaya hidup yang tidak hemat atau boros. Gaya hidup hedonisme jelas memiliki dampak kurang baik bagi keuangan, bagaimana tidak gerai gerai toko atau mall selalu memperbarui penjualan mereka di etalase maupun katalog, tentu mengundang konsumen untuk terus membeli sesuatu yang baru demi bisa diakui atau dianggap gaul modis meskipun cara mendapatkan barang yang diincar dilakukan dengan tindakan yang keliru.
Sifat dasar manusia yang tidak puas bisa menjadi pemicu munculnya sikap hedonis pada diri manusia. Perilaku hedonisme bisa berawal dari faktor pribadi misal kurangnya pengetahuan, minimnya ajaran agama, kualitas ekonomi maupun sosial (gengsi atau gaya hidup). Hedonisme dipegang oleh mereka yang hidup dengan tujuan menghabiskan kesenangan dan kepuasan diri.
Kesenangan dilakukan sebagai patokan eksistensi diri sehingga tidak mau sedikit pun dirinya mengalami kesusahan.. Perlu adanya pembatasan secara sadar dari internal pelaku hedonis (finansial pelaku) maupun eksternal (linkungan, pergaulan).
Tanggapan Agama Islam
Firman Allah SWT dalam Surah Al - Furqan ayat 67 yang berterjemah “Dan orang - orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah – tengah antara yang demikian.” , bisa dipahami secara sederhana bahwa firman Allah SWT dalam surah Al Furqan ayat 67 menerangkan manusia dalam membelanjakan hartanya, manusia tidak berlaku boros (banyak berbelanja) dan tidak pula kikir (terlalu membatasi anggaran belanja). Jadi pembelanjaan diantara sifat boros dan kikir dapat dimaknai sebagai mencukupi kebutuhan (hidup sederhana).
Firman Allah SWT dalam Surah Al - Araf ayat 31 yang berterjemah “Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih – lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang – orang yang berlebihan”. Dapat dipahami allah memerintahkan manusia melakukan perilaku yang tidak berlebihan. Cukup dengan memasuki masjid memakai baju kokoh putih maupun pakaian yang sopan, tidak dianjurkan menambah dengan perhiasan karena sejatinya beribadah sebagai wujud komunikasi dan persembahan kepada Allah SWT.
Jelas bahwa agama islam melarang umatnya untuk berfoya – foya, melakukan hidup dengan didampingi tujuan kesenangan. Pada hakikatnya sendiri manusia hidup di bumi hanya untuk beribadah kepada Allah SWT, mengesakan nama dan mengagungkan kebesaran Allah SWT. Terlepas dari itu semua, manusia mulai sedikit berbelok ke arah duniawi dimana manusia menikmati perhiaasan dunia hingga lupa pada hakikat dan asalnya sendiri. Semua kembali ke diri manusia sendiri dimana manusia sebagai pemilik atas kuasanya sendiri serta manusia sebagai subjek yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan ingin hidup dengan kualitas atau malah ingin hidup dengan faham hedonisme, sekedar meluapkan kesenangan atas dasar beban pikiran maupun problem hidup yang masih belum terselesaikan pada diri individu.
Jadi pada dasarnya gaya hidup hedonisme memiliki dampak negative dan positif pada persepsi masing – masing, entah hedonisme menguntungkan atau merugikan bagi diri seseorang. Bila gaya hidup hedonisme dilakukan dalam konteks spiritual, dampak postif dari gaya hidup hedonisme akan terasa bagi pelakunya namun bila dilakukan dalam konteks menghamburkan tentu saja akan menimbulkan dampak negative bagi pelakunya. Manusia perlu mengendalikan diri agar tidak terlalu hanyut begitu deras dalam gaya hidup hedonisme. ***