Ravi Rachmat Hidayat Semester 3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
TamiangNews.com -- Belakangan ini kasus kemiskinan terus bertambah di Indonesia, terlebih lagi adanya pandemi COVID-19 membuat banyak orang kehilangan pekerjaannya. Hilangnya pekerjaannya ini membuat banyak orang susah mendapatkan rupiah, bahkan untuk memenuhi kebutuhan makan saja sulit apalagi kebutuhan lain seperti pembiayaan anak sekolah dan lainnya. Dampaknya juga terjadi pada pencari pekerja, dalam situasi seperti ini sangat sulit mencari pekerjaan karena banyak sekali perusahaan yang mengurangi karyawannya akibat kerugian dari COVID-19.
Hampir seluruh negara di dunia mungkin mengalami kasus yang sama seperti di Indonesia, yaitu kemiskinan. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2021 mencapai 27,54 juta orang. Hal ini tentu menjadi sebuah masalah sangat serius yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia. Meskipun pemerintah Indonesia sudah melakukan berbagai upaya guna mengatasi kemiskinan yang ada, nyatanya sampai saat ini kemiskinan masih menjadi sebuah masalah yang terus membelenggu Indonesia.
Kenapa kemiskinan menjadi masalah sosial yang sangat serius?
Karena ketika tingkat kemiskinan naik atau bertambah banyak maka angka kriminalitas akan meningkat juga. Kemiskinan juga sangat berpengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup, karena penduduk miskin yang terdesak oleh ekonomi yang sulit akan mencari lahan-lahan kritis atau lahan-lahan konservasi sebagai tempat pemukiman, sehingga pada akhirnya akan merusak lingkungan itu sendiri.
Telah banyak kajian yang membahas mengenai cara pemberantasan kemiskinan, sebab kemiskinan adalah sebuah masalah bersama yang mana perlu penyelesaian. Ekonomi islam pun turut membahas tentang cara mengatasi kemiskinan.
Dalam Islam, kemiskinan dipandang berdasarkan norma dan nilai ideologis. Sadeq (1997) berpendapat bahwa dua tingkat kemiskinan telah tersirat dalam sumber-sumber Islam. Pertama, kemiskinan kronis atau biasa disebut ‘hardcore poverty’ sebagaimana tersirat dalam konsep ‘faqir‘ dan ‘miskin’ dalam terminologi Islam. Kedua, kemiskinan yang rendah dapat disebut ‘general poverty’, sebagaimana tecermin dalam nisab zakat. Kemiskinan kronis ini mengacu pada konsep miskin dan fakir. Meskipun beberapa cendekiawan yurisprudensi Islam berbeda antara dua konsep (miskin dan fakir), kedua konsep tersebut sama-sama merujuk pada kemiskinan. Fakir mengacu pada seseorang yang tidak memiliki properti atau tidak memiliki penghasilan yang cukup dalam memenuhi keperluan dasar seperti makanan, pakaian, akomodasi, dan kebutuhan lainnya untuk dirinya sendiri serta tanggungannya, miskin mengacu pada yang serupa tetapi kondisinya sedikit lebih baik (Sadeq, 1997). Kedua konsep merujuk pada kondisi ekonomi yang membuat seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar.
Mengapa wakaf menjadi sebuah konsep yang bisa berkontribusi untuk mengatasi kemisikinan?
Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Doni P Joewono, wakaf bisa berkontribusi secara signifikan untuk program pembangunan ekonomi pemerintah terutama program pengentasan kemiskinan dan pembangunan manusia. Akan tetapi, wakaf harus tertata dengan baik dan didukung oleh teknologi informasi serta kompatibel dengan program lain. “Sistem wakaf yang tertata dengan baik diharapkan berfungsi sebagai mobilisasi dana untuk mendukung dan berkontribusi signifikan dalam program pembangunan ekonomi” kata Doni dalam diskusi virtual ISEF dengan tema "Cross Border Waqf on New Normal Era" Jumat (30/10/20).
Dalam mengatasi kemiskinan yang ada kita perlu mencoba pengentasan kemiskinan melalui ajaran Islam, salah satunya melalui wakaf. Wakaf menjadi sebuah insturmen kesejahteraan yang dikembangkan untuk mengatasi kemiskinan. Program wakaf produktif menjadi inisiatif baru pengembangan wakaf agar lebih bermanfaat di masyarakat. Istilah wakaf produktif merujuk pada skema pengelolaan wakafnya. Harta benda yang diwakafkan digunakan dalam kegiatan produksi dan kemudian hasilnya disalurkan sesuai dengan tujuan wakaf. Wakat produktif harus menghasilkan dan mampu memenuhi tujuan, yang mana hasilnya dapat bermanfaat sesuai dengan peranannya seperti pembiyaan pendidikan dan uang bantuan dana sosial untuk membantu rakyat miskin.
Wakaf produktif dapat disalurkan dalam bentuk barang-barang bergerak ataupun barang tidak bergerak. Barang bergerak dapat berupa logam mulia dan uang, sedangkan barang tidak bergerak dapat berupa tanah dan bangunan. Sumber pembiayaan dana abadi untuk mengatasi kemiskinan dapat diperoleh melalui surplus wakaf produktif.
Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI), Mohammad Nuh mengatakan “Yang kita inginkan bukan sekadar ada, tetapi adanya itu hasil wakaf yang bisa membebaskan kemiskinan, tetapi sekaligus berkelanjutan, atau terus-menerus bermanfaat untuk jangka panjang. Dan itulah yang membedakan wakaf produktif dengan zakat dan infaq” dikutip dari data BWI, Kamis (07/11/19).
Untuk mengoptimalkan potensi wakaf produktif, dituntut kemampuan dan kerja keras berbagai pihak untuk mewujudkannya, terutama dalam upaya merubah paradigma terhadap pengelolaan harta wakaf. Kesamaan persepsi dan cara pandang terhadap pengembangan dan pemberdayaan wakaf produktif sangat penting untuk mendapatkan dukungan masyarakat guna dapat mengatasi kemiskinan di Indonesia secara nyata.***