Notification

×

Iklan

Iklan

Paham Wahabisme Di Indonesia

Selasa, 28 Desember 2021 | Desember 28, 2021 WIB | 0 Views Last Updated 2021-12-28T15:57:42Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Naufal Hanif Mahasiswa Semester 1 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Pekalongan 

TamiangNews.com -- Di dunia Islam pada abad pertengahan (1250-1800) muncul banyak berbagai pemikiran, ide-ide, dan upaya pemurnian akidah yang merupakan reaksi terhadap kondisi politik dan paham tauhid di kalangan umat Islam. Banyaknya pemikiran atau ideologi mengakibatkan terbentuknya berbagai macam aliran atau paham. Muhammad ibn‘Abd al-Wahhab adalah seorang tokoh terkemuka, yang memiliki perhatian besar terhadap masalah terhadap pemurnian akidah dan pembaharuan Islam.


Abû ‘Abd Allâh Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhâb ibn Sulaymân Abû ‘Alî b. Muhammad ibn Ahmad ibn Rasyîd al-Tamîmî (Al-Jundul, 1979:120) adalah nama lengkap dari Muhammad ibn‘Abd al-Wahhab. Ia dilahirkan pada tahun 1115 H/1703 M, di kota kecil bernama Uyainah Najd, yang memiliki misi untuk membebaskan Islam yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam.


Dalam watak, pengetahuan, dan pengalaman hidup Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab terhimpun potensi untuk mencetuskan ide-ide. Pemikiran yang dicetuskannya dalam memperbaiki kedudukan umat Islam timbul bukan karena reaksi terhadap suasana politik tetapi terhadap paham tauhid di kalangan umat Islam pada waktu itu. Kemudian dari gagasan yang ia cetuskan, untuk memberantas bidah yang masuk kedalam ajaran Islam akhirnya berkembang menjadi suatu gerakan yang disebut “Gerakan Wahabi”.


Berikut adalah salah satu dari pemikiran beliau dalam bidang tauhid, Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhâb memusatkan perhatian pada masalah ini. Ia berpendapat bahwa (1) yang boleh dan harus disembah hanyalah Tuhan, dan orang-orang yang menyembah selain Tuhan telah menjadi musyrik, dan boleh dibunuh; (2) kebanyakan orang Islam bukan lagi penganut paham tauhid yang sebenarnya karena mereka meminta pertolongan bukan lagi kepada Tuhan, tetapi kepada para syaikh atau wali dan dari kekuatan gaib. Orang Islam demikian juga telah menjadi musyrik; (3) menyebut nama nabi, syaikh atau malaikat sebagai perantara dalam doa juga merupakan syirik; (4) meminta syafaat selain kepada Tuhan adalah juga syirik; (5) bernazar kepada selain Tuhan juga syirik; (6) memperoleh pengetahuan selain dari Alquran, hadis, dan kias (analogi) merupakan kekufuran;(7) tidak percaya kepada kada dan kadar Tuhan juga merupakan kekufuran; dan (8) penafsiran Alquran dengan takwil (interpretasi bebas) adalah kufur (Nasution, 1975:25).

Kemunculan paham Wahabi di Indonesia diawali dengan kembalinya beberapa pemuda Sumatra Barat yang pergi haji sekaligus menuntut ilmu di kerajaan Arab Saudi pada awal abad ke-19, yang banyak dipengaruhi oleh ide dan gerakan pembaruan yang dilancarkan oleh Muhammad ibn Abd al-Wahhab dan disebarkan langsung dengan doktrin-doktrin yang diyakini telah menggrogoti Islam, diantaranya adalah doktrin perantara (tawassul), dan banyak praktek lain yang dinilai sebagai inovasi bid’ah (Ubaidillah, 2012).


Namun seperti yang diketahaui, bahwa mayoritas penduduk Indonesia yang beragama muslim menganut ajaran Ahlussunnah Waljama’ah, yang jelas sumber nya yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah, Al Ijma’, dan Al Qiyas. Hal itu tentu berbeda dengan paham wahabi dimana doktri-doktrin di paham ini di luar mainstrem ajaran Islam yang dianut di Indonesia yaitu Ahlussunnah Waljama’ah. Kemunculan faham Wahabi di Indonesia cukup meluas dan menjadi perbincangan yang cukup menarik.


Dalam sebuah wawancara menyebutkan bahwa wahabi merupakan pintu masuk terorisme, seperti yang dikatakan oleh Ketum PBNU Said Aqil Siroj, “ Kalau kita benar-benar satu barisan ingin menghadapi, menghabiskan, menghabisi, jaringan terorisme dan radikalisme, benihnya yang di hadepin, pintu masuknya yang harus kita habisin, apa? Wahabi! Ajaran Wahabi itu pintu masuknya terorisme,” (30/3/2021: CNN Indonesia).


Beliau juga melanjutkan, Wahabi memang tidak mengajarkan terorisme dan kekerasan. Namun, katanya, paham ini selalu menganggap orang yang memiliki pandangan berbeda sebagai kafir meski sesama muslim.


Beliau menambahkan lagi bahwa, “ Benih terorisme adalah Wahabi dan Salafi, itu ajarannya ekstrem, tekstual, harfiah, puritisasi, dalam rangka memurnikan Islam seperti di zaman Rasul, semua di anggap sesat, bid’ah.”

Dari situ kita simpulkan bahwa Wahabi adalah salah satu dari jalan masuknya terorisme di Indonesia, walaupun memang tidak ada ajaran mengenai terorisme didalam Wahabi, namun secara tidak langsung terdapat suatu unsur yang dapat menjerumuskan seseorang untuk melakukan terorisme. Bahkan Wahabi berdakwah mengenai moralitas dengan cara-cara yang immoral, tidak bermoral. Sedangkan mereka tidak peduli hal ini. salah satu bukti kasatmata Wahabi yang tidak peduli pada moralitas bisa kita lihat dari ketidak pedulian mereka pada citra Islam seacara menyeluruh. Ini bisa kita lihat dalam kasus ISIS dan gerakan destruktif di berbagai belahan dunia, walaupun berdampak menciderai wajah Islam maupun umat muslim pada umumnya. Sesuatu yang di anggap mereka benar akan dilakukan walaupun salah di mata mayoritas muslim. Cir-ciri paham Wahabi yang pertama, kekerasan dalam berdakwah. Kedua Wahabi bertulang punggung pada jaringan pendanaan asing. Ketiga, Wahabi mengusung absolutisme.


Selain itu adanya paham Wahabisme di Indonesia dapat mengganggu kohesi sosial masyarakat. Kohesi sosial dapat terganggu karena adanya segregasi sosial yang berkaitan dengan perbedaan pengikut aliran keagamaan. Dengan kata lain, perbedaan dalam paham keagamaan yang di miliki masyarakat saat ini dapat mempengaruhi hubungan sosial masyarakat. ***

×
Berita Terbaru Update