Dari beberapa ulama salah satunya Imam An-Nawawi dalam kitabnya syarah shahih muslim menjelaskan bahwa berbohong itu di bolehkan asalkan dalam kondisi tertentu, seperti halnya dalam hadis nabi yang artinya “diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, dari Ummu Kultsum, perempuan tersebut mendengar bahwa Rasulallah SAW bersabda : “bukankah seseorang pendusta orang yang berusaha mendamaikan anatara seseorang dengan yang lain sehingga tumbuh kebaikan atau ia jadi berkata baik”. Ummi Kultsum lebih menjelaskan, “saya tidak pernah mendengar Rasulallah SAW membolehkan orang berdusta kecuali dalam tiga perkara, yakni dalam perang, mengislahkan (mendamaikan) antara seseorang dengan orang lain, dan suami bercerita kepada istrinya atau sebaliknya istri kepada suaminya (menjaga keharmonisan keluarga).
Menurut penulis, hadis ini masih belum jelas atas tafsirannya, karena jika dilihat dari segi arti ini masih dalam bentuk mengelobal, yang pasti didalamnya akan banyak pengecualian. Maka menurut penulis tidak ada kebohongan yang diperbolehkan dalam agama Islam, meskipun dalam bentuk pembelaan diri ataupun jihad sekalipun. Seperti halnya yang dikisahkan oleh Nabi Ibrahim AS, ketika ia melakukan perjalanan bersama istrinya dan dihadang oleh salah satu raja dan kemudian dimintai keterangan, “siapakah orang yang di sampingnya engkai wahai Ibrahim?”, Nabi Ibrahim pun menjawab, bahwa itu adalah saudara perempuannya, padahal itu adalah istri Nabi Ibrahim, Nabi Ibrahim menutupi hal itu karena Nabi Ibrahim takut jika ia mengakuinya kalau itu istrinya, maka pasti akan diambil oleh raja tersebut.
Mengahancurkan patung-patung yang di buat oleh raja Namrud seketika patung-patung raja Namrud itu dihancurkan oleh Nabi Ibrahim, dan Nabi Ibrahim menyisakan satu patung yang paling besar dan Nabi Ibrahim mengalungkan kapak yang di gunakan untuk menghancurkarkan patung itu di kalungkan di patung yang paling besar. Tak lama kemudian Nabi Ibrahim di panggil oleh Raja Namrud dan dimintai keterangan untuk mengakui apa yang telah ia perbuat kepada patung-patung raja Namrud, dengan penuh keberanianya Nabi Ibrahim berkata “wahai Raja, atas dasar apa kau menuduh saya bahwa saya yang menghancurkan patung-patung engkau wahai raja? Bukankah itu sudah jelas bahwa yang kapak untuk menghancurkan patung-patung kecil itu di pegang oleh patung yang paling besar? Pasti patung itulah yang menghancurkan patung-patung kecil itu wahai raja?” Raja Namrud pun marah atas apa yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim, “ ya Ibrahim aku tidak bodoh, mana mungkin patung itu bisa bergerak apalagi untuk menghancurkan patung-patung kecil itu, mana bisa ya Ibrahim?” dengan lantangnya Nabi Ibrahimpun menjawab “ wahai raja, sungguh anda terlalu naif, engkau mengatakan bahwa patung itu tidak bisa bergerak yang tidak memiliki daya sedikitpun apalagi memberi harapan kepada manusia dan bahkan mustahil bisa menghancurkan patung-patung kecil itu namun kamu masih saja menyembah kepada patung-patung mati itu wahai raja, lantas siapa yang paling bodoh? Seketika raja merasa malu dengan perkataan Nabi Ibarahim, karena secara logika ada benarnya apa yang diakatakan oleh Nabi Ibrahim, namun dengan keangkuhannya, Raja Namrud tidak ingin dijatuhkan oleh nabi Ibrahum. Dan akhirnya Nabi Ibrahim menyuruh anak buahnya untuk menghukum dengan membakarnya hidup-hidup, namun atas izin Allah Nabi Ibrahim tidak merasakan panasnya api itu, justru Nabi Ibrahim merasalam kedinginan dan ia pun terselamatkan dari hukuman raja Namrud itu.
Sebenarnya banyak sekali kisah-kisah tentang kebohongan ini sehingga ada yang dirugikan meskipun dalam bentuk kebaikan, mendidik ataupun jihad. Dari kisah Nabi Ibrahim ini menunjukan bahwa itu semua merupakan pengalihan untuk menutupi (kebohongan) dalam bentuk jihad, akibat itulah Nabi Ibrahim tidak bisa memberi Syafa’at kepada umatnya, jikalau ia tidak pernah berbohong tentu ia akan diberikan kesempatan untuk bisa memberikan Syafa’at kepada umatnya, seperti halnya Nabi Muhmmad SAW yang bisa memberikan Syafa’at kepada umatnya.
Dalam bentuk pendidikanpun tidak boleh melakukan kebohongan, biasanya orang tua melakukan berbohong itu karena terpaksa, karena memang itu untuk mengelabui pemikiran si anak, seperti halnya menakuti anak dengan adanya penculik ketika orang tua pergi, atau ketika orang tua menyuruh anaknya untuk menghabiskan makanannya ketika ia makan, karena bila tidak makanan itu akan menangis, itu semua bentuk kebohongan orang tua kepada anaknya semata-mata bukan untuk mengajari anak untuk berbohong melainkan untuk memberi pelajaran agar si anak tidak melakukan hal itu. Namun apakah itu semua benar jika dilihat dari sudur pandang kacamata Islam? Tentu salah.
Jika orang tua dalam mendidik anak dalam bentuk kebohongan, maka itu suatu hal yang salah, karena biasanya anak kecil itu jauh lebih berfilsafat ketimbang dari pada orang dewasa, apabila anak kecil di bohongi maka saya yakin pasti ada sifat penasaran dalam fikirannya, sehingga ia terkadang melakukan atau melanggar apa yang dilarang oleh orang tua, hal itu semua karena anak kecil ingin menjawab dan membuktikan atas rasa penasaran dari orang tua itu, itu bisa terjadi karena memang didikan orang tua dalam bentuk kebohongan. Seharusnya, jika ingin melakuakan sebuah kebohongan untuk anak, maka kebohongan itu harus diganti dengan kata-kata edukasi atau kata-kata bohong itu di sandingnkan dengan sebuah kata-kata edukasi yang baik, maka yang terjadi, kebohongan itu tidak ada, dan akan berubah menjadi sebuah nasihat yang baik. Contoh halnya ketika orang tua menyuruh anaknya untuk tidak keluar-keluar ketika waktu magrib, karena apabila keluar nanti dibawa oleh setan burik atau setan ngesot contohnya. Jika kita menggunakan kebohongan seperti itu maka yang terjadi si anak akan semakin penasaran karena ia ingin mengetahui bagaiamana bentuk setan burik atau setan ngesot itu. Seharusnya kebongan itgu diubah menjadi kalimat edukasi atau nasihat yang baik. Contoh, nak, kalu waktu magrib itu waktunya solat, ngaji, dan belajar agama, jangan keluar rumah yah, nanti bisa bodoh jika tidak belajar dari kecil. Contoh lagi: nak, kalu makan dihabisin yah, sayang makananya jika tidak habis, karena itu mengandung keberkahan. Secara tidak langsung kalimat itu semua merupakan Contoh yang mengandung sebuah edukasi atau nasihat yang baik untuk anak. Ubah semua kalimat perintah-perintah itu menjadi sebuah eduksi, tidak mesti berbohong untuk mendidik anak, dengan memberikan edukasi yang baik, maka anak akan merespon pula dengan baik.
Katakanlah mesti itu pahit, begitulah kata-kata indah dari arab, kalimat ini mengajrkan kepada kita untuk jujur kepada siapapun, meskipun itu terasa pahit, namun ia akan menyembukan segalanya, seperti halnya obat, karena sedalam-dalamnya kita mengubur bangkai pasti akan tercium pula, kebohongan itu bagaikan bom waktu, cepat atau lambat maka ia pasti akan terungkap, karena itu merupakan suatu perkara yang buruk, berkatalah jujur tanpa harus berbohong.
Penulis yakin, dalam mendidik anak dengan kebohongan akan membuat anak tak percaya pada orangtua dan lebih sering berbohong pula ketika ia dewasa dan ketika ia memiliki anak pula, pasti ajarannya akan sama seperti apa yang telah diajarkan pada waktu masa kecilnya. Ketika seorang anak mengetahui sebuah kebenaran, tapi orang tua menentang kebenaran itu, maka anak akan kehilangan kepercayaan dan meragukan dirinya sendiri. ***