Khofifah Nur Aulia Mahasiswi Semester 1 Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah-E Institut Agama Islam Negeri Pekalongan
TamiangNews.com -- Virus corona mulai menyebar ke Indonesia sekitar pada bulan februari 2021. Dan lonjakan kasus corona itu terus meningkat sampai pada pertengahan bulan juli 2021. Seiring meningkatnya virus corona maka pihak pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Dari pihak MUI juga menindaklanjuti kebijakan atau keputusan tersebut dengan mengeluarkan fatwa tentang ibadah seperti shalat jumat dapat digantikan dengan shalat zuhur di rumah masing-masing. Tujuannya karena apa? Karena MUI ingin memutuskan rantai penyebaran virus corona( Covid-19).
Walaupun Pemerintah dan MUI telah mengeluarkan edaran tersebut, namun dari pihak masyarakat banyak yang tidak mematuhi edaran tersebut. Banyak masyarakat yang tidak percaya adanya Covid-19. Dan mereka menganggap orang meninggal itu karena takdir, karena memiliki penyakit dalam, dan sebagainya bukan karena covid-19.
Sebagai umat muslim, terjadinya wabah yang melanda dunia tidak bisa terlepas dari Qoda, Qodar dan Takdir karena semua mempunyai hubungan pertalian awal mula sebab munculnya Covid-19. Menurut salah seorang tokoh ilmu kalam KH Taib Thahir mengatakan penggunaan kata Qada dalam Al-Qur’an memaknai qada dengan hukum yang sudah ditetapkan oleh Tuhan sejak zaman azali terhadap segala sesuatu yang akan terjadi kedepannya. Adapun qodar adalah keputusan yang sudah terjadi sesuai ilmu serta takdir Tuhan sejak zaman azali. Oleh karena itu manusia tidak bisa terlepas oleh apa yang sudah Allah SWT takdirkan.
Dari masalah ini, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam terkait respon-respon masyarakat terhadap edaran Pemerintah dan fatwa MUI dalam pencegahan, penyebaran dan upaya memutuskan rantai Covid-19. Opini ini akan membahas mengenai respon Jabariyah dan Qodariyah terkait edaran dan fatwa MUI.
Menurut Jabariyah adanya Covid-19 itu karena takdir Allah. Karena manusia tidak mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan kehendaknya dan perbuatannya. Manusia itu telah ditentukan segala-galanya oleh kehendak mutlak Allah. Sebagaimana kondisi sekarang, jika seseorang sudah mematuhi protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, menghindari bergerumukan namun Allah menakdirkan orang tersebut meninggal maka akan meninggal. Karena jika Allah takdirkan orang tersebut meninggal dunia maka semua akan terjadi. Sehingga kelompok Jabariyah tidak menghiraukan aturan yang telah dibuat oleh Pemerintah maupun fatwa MUI. Bagi Jabariyah ekstrem perbuatan yang muncul dari dalam diri manusia itu bukan dari keinginannya sendiri, melainkan perbuatan yang dipaksa oleh Allah SWT. Apapun itu bentuk perbuatannya seperti melakukan amalan kewajiban, mencuri, menolong dengan sesama, dan lain sebagainya itu termasuk bentuk ganjaran dan siksaan.
Sedangkan kelompok Qodariyah tidak mengaitkan terjadinya Covid-19 itu karena takdir Allah. Sehingga menjadikan mereka meninggalkan ikhtiar dalam mencegah dan menghentikan laju Covid-19. Karena mereka menganggap berdoa tidak akan mengubah apapun. Dalam paham ini manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan tersendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Salah satu argumentasi yang diajukan oleh kaum Qodariyah adalah firman Allah SWT dalam surat Ar-Radd : 11 Bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.
Maka dari itu, terlepas dari pemikiran Jabariyah dan Qodariyah kita sebagai masyarakat menjadi tau bagaimana upaya untuk memutuskan rantai penyebaran Covid-19 yaitu dengan mematuhi aturan pemerintah dan fatwa MUI. Dengan cara menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan, menghindari gerumunan, melakukan vaksin, dan sebaginya. ***