Notification

×

Iklan

Iklan

Polemik Permendikbud 30, Mahasiswa Hanya Ingin Belajar dengan Tenang

Senin, 29 November 2021 | November 29, 2021 WIB | 0 Views Last Updated 2021-11-29T06:41:57Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

 TamiangNews.com --- Maraknya kekerasan seksual yang terjadi di Perguruan Tinggi memang merupakan hal yang melatar belakangi dibuat dan disahkannya Permendikbud 30 Tahun 2021 tentang pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Seperti kebijakan pada umumnya Permendikbud 30 ini juga menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Masyarakat menagnggap secara tidak langsung Permendikbud ini adalah alat untuk melegalkan zina dan seks bebas di lingkungan Instansi Pendidikan, khususnya lingkungan kampus.

Banyak yang menentang keras, menolak hingga melakukan demo, memprotes dan meminta dicabutnya Permendikbud 30 ini. Seperti salah satunya Mahasiswa di Medan yang memprotes adanya Permendikbud 30 ini dan menganggapnya sebagai paham sekularisme.

Namun, banyak juga pihak yang mendukung disahkanya Permendikbud 30, seperti Komnas Perempuan yang memberikan apresiasi atas dikeluarkannya Permendikbud 30.

Ahmad Taufan Damanik ketua Komnas HAM juga mendukung Permendikbud 30 tentang tentang pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) ini. 

“ Masih banyak sekali kasus yang tidak dilaporkan. Apalagi kalau pelecehan seksual dan perundungan disertakan. Delik aduannya lemah” ujarnya dalam diskusi polemik Trijaya

Permendikbud 30 yang telah disahkan ini juga membawa angin segara bagi kalangan mahasiswa, tenaga pendidik, aktifis anti  kekerasan seksual, masyarakat perguruan tinggi dan mahasiswa mahasiswi korban kekerasan seksual.

 Pertama saya ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada mas nadiem yang sudah mengeluarkan Permendikbud no 30” ujar perwakilan mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Riau, yang beberapa waktu lalu terjadi pelecehan oleh dosen kepada mahasiswinya saat bimbingan skripsi

“ Kami mohon adanya perlindungan akademik bagi kami dan bagi korban nantinya. Kami tidak ingin pelecehan seksual terusmenerus menjadi hal biasa terdengar bagi mahasiswa di Universitas Riau” imbuhnya 

“ Saya sebagai perempuan dan teman teman mahasiswi lainnya kami semua menginginkan adanya benar benar kampus merdeka dan belajar yang tenang di kampus” ujar perwakilan mahasiswa HI Universitas Riau dalam siaran Mata Najwa bersama pak Nadiem Makarim  

Tentu saja sebagai seorang mahasiswi,  Permendikbud 30 ini merupakan suatu anugerah yang datang di saat dibutuhkan, mengingat angka pelecehan seksual di lingkungan kampus yang diketahui sebanyak 77% menurut survei dari Ditjen Dikti ristek 2020, dan masih banyak yang belum terungkap.

Dengan adanya Permendikbud 30 para mahasiswa, terutama mahasiswi yang menjadi korban kekerasan seksual ini memiliki payung hukum yang tegas yang akan melindungi mereka dari segala tindak kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus. 

Mengingat sebelum adanya Permendikbud 30 ini korban pelecehan seksual sangat sulit untuk melapor pada pihak berwajib karena alasan delik aduan yang lemah dan kurang adanya bukti yang mendukung, bahkan ada yang dibungkam oleh pihak kampus dengan tujuan menjaga nama baik kampus.

Penghargaan, apresiasi dan doa dari kami para mahasiswa kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, pak Nadiem Makarim atas kepekaanya terhadap masalah kekerasan seksual di lingkungan kampus serta dibuat dan disahkannya Permendikbud 30 ini. 

Terlepas dari kontroversi, polemik, maupun pro dan kontra tentang Permendikbud 30 ini semoga dengan disahkanya Permendikbud 30 ini dapat menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman dalam kegiatan belajar mengajar di dalam instansi pendidikan. Mahasiswa ingin bisa berproses di dalam kampus dengan baik tanpa adanya ketakutan dan kekhawatiran.*** 

Oleh Regita Rahma Oktavia Mahasiswa Semester 1 Program studi S1 Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Budaya (FISIB) Universitas Trunojoyo Madura

×
Berita Terbaru Update