TamiangNews.com -- Parenting merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh orang tua dalam dan juga keikutsertaan orang tua dalam tumbuh kembang anak. Parenting pada anak usia dini bisa tidak hanya dilakukan di lingkungan keluarga, akan tetapi bisa dilakukan dalam lingkungan sekolah dengan mengikutsertakan pendidik dan guru (Kurniawan & Hermawan, 2017). Pemerintah Indonesia sudah menyediakan pendidikan untuk pra sekolah, yaitu dapat dikenal dengan sebuatan sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Tujuan parenting dari orang tua dan sekolah adalah sama yaitu mendidik anak, mengasuh anak, dan memberikan pendidikan sebaik mungkin guna mempersiapkan anak sejak dini untuk kehidupan yang masa akan datang (Andrianti, dkk., 2020).
Orang tua adalah pendidik pertama bagi seorang anak dan berperan penting dalam tumbuh kembang anak. Anak pertama kali belajar dari orang tua, karena lingkungan pertama anak setelah kahir adalah keluarga. Menurut Hayati (2014) setiap orang tua mempunyai cara tersendiri dalam mengurus dan mendidik anak. Akan tetapi berdasarkan survey yang telah dilakukan, banyak orang tua yang sibuk dengan pekerjaannya sendiri dan parenting terhadap anak dikesampingkan, dan orang tua memilih pra sekolah bagi anak usia dini sebagai pengganti.
Parenting dapat diartikan sebagai interaksi antara orang tua dan anak guna melindungi, mengenalkan, mendidik, saat mereka tumbuh kembang. Parenting dapat dikenal juga pola asuh orang tua sangat mempengaruhi kepribadian seorang anak. Sehingga, pemberian pola asuh kepada anak harus benar-benar dipikirkan matang oleh orang tua.
Parenting tidak hanya meliputi kebutuhan fisik saja seperti makan, minum, dll. Tetapi meliputi kebutuhan psikologis anak, contohnya rasa senang. Pola asuh yang tepat untuk mencapai keinginan anak (dalam hal positif) dapat menciptakan sebuah prestasi bagi anak.
Jenis-jenis parenting, diantaranya:
1. Authoritarian Parenting
Pola asuh ini orang tua memaksakan apa yang diinginkannya kepada anak, dan anak harus mengikuti apa yang diinginkan oleh orang tuanya. Pola interaksi ini tidak cukup baik bagi tumbuh kembang anak, karena orang tua akan memaksakan kehendaknya kepada anak tanpa memberikan penjelasan apapun.
2. Authoritative Parenting
Pola asuh ini lebih fleksibel dibandingkan dengan pola asuh Authoritafian Parenting. Artinya pada pola asuh ini anak diberikan kebebasan dalam hal bermain, berinteraksi, dll. Orang tua memberikan kebebasan tersebut dengan batasan-batasan tertentu. Pada parenting ini orang tua menjelaskan kepada anak mengenai hal yang baik dan tidak. Sehingga anak bisa mengerti apa yang baik bagi mereka dan tidam berdasarkan edukator orang tua.
3. Permissive Parenting
Pada pola asuh permissive parenting, orang tua memberikan kebebasan sebanyak mungkin kepada anak. Sehingga anak belajar untuk mangatur dan mengontrol dirinya sendiri serta bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Edukasi yang diberikan orang tua pada anak sangat sedikit pada jenis ini. Jika anak melakukan kesalahan, orang tua hanya sedikit menegur dan bahkan ada orang tua yang tidam mempedulikannya.
4. Neglectful Parenting
Contoh pola asuh pada jenis ini yaitu orang tua memikirkan tentang ekonomi dibandingkan dengan anak. Bahkan ada orang tua yang menelantarkan anak demi mengurus kegiatan ekonominya. Pola asuh jenis ini anak sangat sedikit mendapatkan kebutuhan fisik dan kebutuhan psikis dari orang tuanya.
5. Overprotective Parenting
Pada pola asuh ini orang tua akan berpikir terlalu jauh terhadap perilaku dan keinginan anak. Orang tua akan berupaya melindungi anak dalam hal apapun. Pada pola asuh ini anak akan menghabiskan banyak waktu dengan orang tua saja dan tentu akan berdampak pada kehidupan yang akan mendatang, sebagai contohnya anak akan menjadi pribadi yang kurang tanggung jawab karena selalu bergantung kepada orang tua.
Menurut Vinayastri (2015) orang tua memiliki peran penting dalam tumbuh kembang anak. Pada usia dini kecenderungan anak sudah terlihat beragam. Pada saat balita atau pra sekolah perkembangan otak anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, sehingga orang tua harus menyadari akan pentingnya hal tersebut.
Perkembangan otak sudah aktif pada usia 0-6 tahun. Anak akan lebih cepat menyerap informasi pada usia tersebut atau pada masa balita dibandingkan pada saat dewasa.
Pola asuh orang tua sangat beragam agar harapan orang tua bisa terpenuhi oleh sang buah hati. Krisdayanthi (2019) memaparkan salah satu cara parenting terhadap anak yaitu menerapkan gemar menabung. Jika pada saat dini anak sudah dididik dengan menabung, tidak menghabiskan banyak uang, membeli barang yang bersifat penting maka saat dewasa sudah bisa dipastikan anak dapat mengelola keuangannya sendiri dan pada saat dewasa nanti ada kemungkinan juga bahwa anak tidak akan mengalami masalah keuangan. Hal tersebut tentu akan berdampak positif bagi anak. Orang tua sebaiknya berhasil dalam menerapkan strategi menabung. Dengan diterapkannya strategi menabung, maka anak akan belajar untuk menghargai uang dan belajar untuk memenuhi keinginannya sendiri tanpa perlu merepotkan orang lain.
Kesehatan tidak kala pentingnya bagi semua orang. Parenting mengenai kesehatan perlu diterapkan kepada anak sejak usia dini. Wiranata (2020) menuliskan cara untuk memberikan edukasi terhadap anak bisa dimulai dengan hal hal yang sederhana seperti mandi, memotong kuku, membuang sampah pada tempatnya, dan mencuci tangan. Dengan begitu anak bisa ikut terlimbat atau campur tangan terhadap kesehatannya sendiri. Orang tua sebagai pendidik pertama harus paham mengenai kesehatan pada anak. Orang tua juga harus bisa menerapkan pola asuh yang tepat bagi anak, karena anak akan mengalami penolakan jika pola asuh yang diberikan orang tua tidak tepat/sesuai dan tumbuh kembang anak tidak berjalan dengan baik.
Pola asuh sejak dini masih ada banyak lagi, contohnya parenting dalam keagamaan. Yani., dkk. (2017) memaparkan terkait permasalahan parenting dalam hal keagamaan pada umumnya, diantaranya anak tidak mau belajar, anak tidak mau sholat, anak selalu menunggu perintah, anak malas, anak kurang moods, anak kecapean dsb. Strategi untuk menangani permasalahan tersebut yaitu orang tua harus sabar dalam mendidik anak. Cara selanjutnya yaitu pemberian reward atau hadiah kepada anak jika anak sudah melakukan ibadah. Kemudian memberikan pengertian dan penjelasan yang baik sehingga dapat diterima anak. Keagamaan perlu diterapkan sejak usia masih dini agar membiasakan anak mendekatkan diri kepada sang pencipta. Dengan diterapkannya nilai nilai keagamaan pada anak, maka akhlak dan perilaku anak akan sesuai dengan norma keagamaan.
Pendididikan karakter perlu diterapkan pada anak sejak usia dini. Orang tua dapat bekerja sama dengan sekolah dalam membangun karakter pada diri anak. Sebagai contohnya yaitu orang tua dalam mendidik anak di rumah untuk menanamkan pendidikan karakter agar berbanding lurus dengan pendidikan karakter di sekolah yaitu melalui metode keteladanan contohnya orang tua mengajarkan kepada anak untuk bersikap jujur kepada siapapun (Haryanti, dkk. 2021). ***