Rizqia Shafa Lufianti, Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang
Pancasila tidak dilahirkan di masa Orde Baru. Tidak dirumuskan oleh tokoh Orde Baru, justru sebaliknya. Soekarno sebagai tokoh utama perumus Pancasila menjadi salah satu sasaran utama serangan politik Orde Baru. Soekarno ditekan turun dari kekuasannya. Para pejabat tinggi kabinetnya ditahan. Jutaan simpatisan dan pendukung Soekarno dicurigai sebagai warga kelas dua. Hak-hak sipil mereka dibatasi selama berpuluh tahun. Ironisnya, penaklukan pemerintah Demokrasi Terpimpin di bawah Presiden Soekarno oleh Orde Baru di bawah Presiden Soeharto kemudian di propagandakan sebagai keberhasilan Orde Baru menyelamatkan Pancasila. Ada ironi lain, sebagai orang yang paling berjasa dalam kelahiran Pancasila, Soekarno sendiri tidak pernah memanfaatkan Pancasila sebagai slogan utama dalam politiknya. Yang paling banyak diidolakan dalam pidatonya adalah Sosialisme.
Stigma “anti Pancasila” baru lahir di masa Orde Baru, Pancasila menjadi semacam jimat keramat. Kebangkitan Orde Baru dirayakan sebagai kesaktian Pancasila. Pancasila diwajibkan di berbagai sektor ke-pegawaian dan mahasiswa, asumsinya karena bangsa Indonesia belum paham mengenai Pancasila. Pancasila merupakan dasar negara milik satu bangsa. Tidak pernah ada yang berniat unntuk mem-Pancasila-kan seluruh dunia. Pancasila bukanlah sebuah “ideologi”, dalam pengertian yang berlaku umum dalam forum politik dunia atau masyarakat ilmuwan. Ideologi, seperti dipahami dunia, tidak terikat kebangsaan, komunisme, islamisme, dan berbagai ideologi lain yang berwatak global.
Karakter kebangsaan diyakini dapat menangkal nilai-nilai yang bertentangan dengan Pancasila. Karena itu, karakter dan nilai-nilai Pancasila harus ditanamkan sejak dini. Karakter tidak dapat dibangun secara instan, tetapi harus dilatih dan dibina secara terus-menerus. Penumbuhan nilai-nilai kebangsaan dan rasa cinta kepada Tanah Air pun harus dimulai sejak dini. Salah satu karakter kebangsaan yang menjadi prinsip dasar bagi kehidupan bangsa Indonesia yang majemuk adalah sikap toleransi, dimana kita saling menghargai perbedaan dan menjujung persatuan dan kesatuan.
Sumpah Pemuda yang baru saja diperingati adalah merupakan identitas bangsa dan kebersamaan sebagai bangsa. Apa yang harus dilakukan para pemuda atau pemudi merupakan sebagai tonggak sejarah guna menegaskan kesatuan Indonesia yang sangat ber-Bhineka itu. Gaung sumpah itu melampaui ruang dan waktu. Oktober menjadi bulan yang penuh sejarah bagi bangsa Indonesia. Mengapa? Karena tepat pada tanggal 28 Oktober pada tahun 1928, para pemuda atau pemudi mengikrarkan sumpah yang dikenal dengan “ SUMPAH PEMUDA” yang berbunyi, Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa Indonesia.
Saat ini sering kali Indonesia dipandang sebelah mata didalam negeri sendiri. Sampai sampai Bapak Presiden kita sendiri menyatakan “ Saya sering sedih, posisi kita semakin dihargai, dihormati, dipandang oleh negara lain, tapi dikerdilkan oleh negara sendiri” ujarnya. Padahal sudah seharusnya seluruh rakyat Indonesia bangga dengan posisi kita saat ini yang memegang tampuk kekuatan G20 dan setelah itu menjadi Ketua ASEAN. “Ini yang sering membuat saya sedih padahal pada posisi itu sebetulnya baik keketuaan presidensi G20 ataupun nantinya setelah ini menjadi Ketua ASEAN, mestinya Indonesia sebagai bangsa yang dihormati dan juga warga negara Indonesia ini juga akan merasakan semuanya warga kita, kehormatan itu,” lanjut Jokowi. []TN.007
Oleh: Rizqia Shafa Lufianti, Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang