Notification

×

Iklan

Iklan

Alternatif Pengendalian virus Deman Berdarah Dengue di masa pandemi di NTT

Jumat, 25 Juni 2021 | Juni 25, 2021 WIB | 0 Views Last Updated 2021-06-25T00:19:46Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik
 
Oleh: 
Eka Trivanth Marddy Dimu Heo
Mahasiswa Fakultas Bioteknologi , Universitas Kridten Duta Wacana

TamiangNews.com | Demam Berdarah Dengue, atau DBD, merupakan salah satu penyakit vektor, yang sampai sekarang masih menjadi salah satu penyakit yang sering menyerang masyarakat indonesia, salah satu nya adalah masyarakat NTT, yang ditandai dengan tingginya jumlah kasus, dan korban dari penyakit ini. 

DBD disebabkan oleh gigitan nyamuk edes aegypti dan Aedes albocpictus. Gejala yang ditimbulkan oleh penderita DBD diantara lain adalah, munculnya bercak merah pada kulit, demam tinggi, dan sakit kepala, untuk kasus yang kritis, penderita dapat mengalami pemecahan pembuluh darah, yang disebabkan oleh turunnya sel darah merah pada tubuh pasien.dan dapat berujung kematian.

Penyebaran DBD di NTT dapat dikatakan tinggi, menurut data kemenkes (kementrian kesehatan), pada bulan juni tahun 2020 NTTT termaksud dalam zona merah, dengan jumlah kasus sebanyak 5.539 kasus yang terkonfirmasi. 

Tingginya kasus DBD di NTT, dapat disebabkan oleh, kondisi lingkungan di NTT sendiri yang cocok untuk nyamuk penyebab penyakit DBD, terutama pada musim Hujan, dimana semakin banyak terbentuk lingkungan hidup yang ideal bagi jentik nyamuk tersebut, baik munculnya genangan air, banyaknya sawah yang dapat menampung air, dan kurangnya pemahaman masyarakat tentang pencegahan penyakit tersebut.

Dalam masa pandemi Covid-19 ini, banyak masyarakat yang memulai protokol. Work From Home, adanya protokol WFH ini dapat menyebkan banyaknya tempat kerja, seperti kantor, toko dan lain sebagainya yang dipotong tenaga kerjanya. 

Untuk memotong penyebaran Covid-19, adanya pengurangan tenaga kerja ini sendiri dapat berpengaruh pada lingkungan sekitar tempat kerja, dimana tenaga untuk mengurus kebersihan tempat kerja juga berkurang, dengan demikian akan muncul berbagai hot spot, yang cocok untuk pertumbuhan jentik nyamuk tersebut, baik itu sampah yang menumpuk, lingkungan yang lembab dan tidak terurus dan kebersihan air genangan kamar mandi di tempat kerja.

WFH sendiri juga meningkatkan kegiatan masyarakat di rumah, dimana dengan meningkatnya kegiatan di rumah maka akan meningkatkan limbah domestik dari rumah setiap tempat tinggal, selain itu semakin banyak sampah yang menumpuk di daerah pemukiman warga, dengan demikian akan membentuk suatu lingkungan baru yang cocok bagi perkembang-biakan nyamuk di sekitar pemukiman warga. 

Nyamuk Aedes Aegypti yang telah berkembang biak dan tumbuh dapat menjadi suatu masalah karena pada masa dewasa nyamuk dapat menghisap darah, nyamuk Aedes aegypti jantan tidak menghisap darah, namun sebaliknya dengan yang betina yang membutuhkan darah untuk dapat berkembang biak, dan sebagai efeknya akan menularkan penyakit DBD, prinsip penyebaran DBD sendiri didasari oleh, nyamuk betina yang yang terjangkit virus Dengue ini akan menghisap darah manusia sehat, dan manusia sehat tersebut akan terpapar penyakit DBD, dan contoh lainnya adalah, apabila nyamuk Aedes aegypti, menghisap darah dari seorang pasien yang sudah terlebih dulu terjangkit penyakit ini dan kemudian menghisap darah orang sehat, maka akan timbul efek yang sama yaitu orang tersebut akan terjangkit DBD, dalam siklus hidupnya, nyamuk Aedes aegypti ini aktif pada pagi hingga sore, atau bahkan sampai malam hari.

Melihat bahayanya DBD, dan ditengah kondisi pandemi seperti ini, tenaga medis akan kewalahan apabila terjadi ledakan kasus DBD secara mendadak, terutama di Nusa Tenggara Timur, oleh sebab itu dibutuhkan pengendalian penyakit vektor DBD ini, karena pada dasarnya DBD merupakan penyakit yang tidak bisa dihilangkan secara penuh, tapi dapat dicegah penyebarannya.

Terdapat berbagai alternatif pengendalian penyakit vektor DBD ini, baik secara biologis, mekanik, dan pengedalian dengan memanfaatkan bahan kimia (kimiawi). Contoh pengendalian secara biologis adalah, dengan upaya penanaman tanaman Larvasida, seperti Rhizome Kunyit Putih (Curcuma zedoaria), Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum L.), Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix), Daun Jeruk Limau (Citrus amblycarpa), Daun Sirih (Piper betle, Linn.), Daun Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius (Roxb)), dan Daun Lidah Buaya (Aloe vera), yang dapat digunakan untuk membunuh populasi larva nyamuk. Dan juga dapat menggunakan peliharaan ikan dalam penampungan air yang dapat mengkonsumsi larva yang hidup. 

Sedangkan untuk pencegahan mekanik dapat digunakan kelambu dan perangkap nyamuk, dan yang terakhir dengan kimawi bisa menggunakan obat oles anti nyamuk, fogging, dan penggunaan insectiside, yang secukupnya agar tidak menimbulkan resistensi nyamuk.
Selain alternatif yang telah dipaparkan diatas, masyarakat juga tetap perlu menjalankan program 3M dari pemerintah yaitu, (Menguras, Menutup, dan Mendaur ulang). sehingga tercipta lingkungan yang sehat tanpa adanya bahaya penyebaran DBD. Dan menuju NTT yang lebih bersih dan sehat.***

×
Berita Terbaru Update