Pengurus dan Anggota BW PWI Aceh Tamiang Gelar Mufakat Tahuanan diruang meting room bilangan Kota Kualasimpang. Senin (13/7/20) |
Hal itu disampaikan ole Ketua PWI Aceh Tamiang,
Syawaluddin kepada wartawan, Senin (13/7/20) diruang meting room bilangan Kota
Kualasimpang.
Dikatakan, saat ini PWI Aceh Tamiang sudah
memiliki wadah Koperasi Produsen bernama Pena Karya Nusantara (PKN), yang
nantinya akan mencari peluang dan melakukan kerjasama diberbagai kegiatan dan
sub bidang.
“Ya, inilah nantinya mesin ekonomis bagi
rentang perjalanan PWI Aceh Tamiang, dalam memenuhi berbagai kebutuhan kawan
kawan jurnalistik, anggota PWI,” jelas Syawal.
Khusus untuk Koperasi Produsen PKN,
kedepannya sudah ada potensi potensi yang akan digarap, baik kerjasama antar
lembaga, pemerintahan dan Perusahaan BUMN yang ada di Aceh Tamiang.
Memberikan pendampingan terhadap kasus produk
karya jurnalistik, “Ini nanti kita cari kerjasama pengacara khusus untuk
menangani masalah delik pers,” katanya.
Penegasan Syawal, pendampingan terhadap
sengketa delik pers tersebut benar benar karya jurnalistik murni bukan yang
bersifat tendensius, menjudge, memfitnah dan opinion publik.
Dalam mufakat itu juga menghasilkan
pengadaan mobiler bagi kantor PWI dan Koperasi Produsen PKN, menyeleksi calon
anggota yang masuk menjadi anggota PWI Aceh Tamiang.
“Khusus seleksi calon anggota PWI Aceh
Tamiang, memang harus benar benar ketat, jika sudah memenuhi standar
kejurnalistikan, sekurang kurangnya sudah 3 tahun pengalaman menjadi wartawan,
terutama itu, diutamakan bagi mereka sudah lulus UKW,”.
Syawal mengatakan, jurnalis bukanlah musuh
bagi semua kalangan, jurnalis merupakan jendela dunia, terutama bagi pemerintahan,
perusahaan BUMN dan swasta, serta seluruh elemen masarakat.
Jangan alergi jika dikritik, sebab kritik
positif adalah untuk mengukur tingkat keberhasilan yang dilakukan oleh
Pemerintah, Perusahaan BUMN dan seluruh elemen yanga ada.
“Saya tegaskan, janganlah anti kritik, dengan
kritik, kita tahu apa yang kurang dan harus diperbaiki dari diri kita. Kalau
tidak ada kritik berarti tidak selamanya mengangap diri kita yang paling benar,
padahal bersekutu dengan masalah,” tegasnya.
Dia mengingatkan, khusus bagi pihak penegak
hukum, untuk tidak langsung memproses laporan dari pelapor, terkait sengketa
delik pers, sebab semua itu ada jalurnya.
“Ada Undang Undang Nomor 40 tahun 1999, ada
Perjanjian Kerjasama antara Kapolri dan Dewan Pers. Dan bukan sedikit sedikit
dikaitkan ke Undang Undang Informasi dan Transaksi Data Elektronik (ITE) itu
tidak fair, artinya penegak hukum buta tentang poduk hukum karya jurnalistik,”
kata Syawal.
Ada rentetannya, pertama pelapor harus
diarahkan untuk memenuhi hak jawabnya, hak klarifikasi, hak sanggah. Jika unsur
tersebut tidak terpenuhi, pihak penegak hukum, membawa sengketa tersebut ke
Dewan Pers.
Di Dewan Pers tersebut disidangkan, hasil
vonis keputusan Dewan Pers mengikat demi hukum, dan hasil vonis tersebutlah
yang menyatakan si wartawan bersalah atau tidak.
Selanjutnya, barulah vonis itu dibawa
keranah, Pencemaran Nama Baik, Fitnah, dan atau Berita Hujatan. “Hasil inilah
Penegak Hukum bisa membawanya ke produk hukum ITE, jangan asal ciduk saja, bisa
dipraperadilankan nanti. Produk Hukum Pers itu Legspesialis bukan umum, itu
yang harus difahami, apakah anda akan tenar kalau tidak ada wartawan?,
jawablah sendiri dengan hati nurani,” cetusnya.[]TN-W007