Apa itu kebebasan berpikir? secara singkat dapat kita artikan bahwa kebebasan seseorang untuk memiliki dan mempertimbangkan suatu sudut pandang atau pemikiran yang terlepas dari sudut pandang orang lain dapat disebut dengan kebebasan berpikir.
Namun tampaknya kebebasan berpikir kalah dengan kebebasan berekspresi, mereka yang berekspesi selalu diprioritas kan dalam masyarakat kita, padahal sebuah pengekspresian merupakan buah dari kebebasan berpikir.
Seorang yang berpikir melalui nurani dan akal sehat nya pasti akan menimbulkan pengekspresian tersendiri. Jika kebebasan berekspresi lebih diutamakan bagaimana dengan orang bisu, maka dia kehilangan sebuah pengekspresian yaitu berkomunikasi dengan lisan.
Seandainya pun dia buta huruf, bertambah satu lagi cabang kebebasan berekspresi yang hilang, yaitu berkomunikasi secara tulisan. Akan tetapi si bisu dan buta huruf masih punya satu kebebasan yang bersifat mutlak dan tidak terbantahkan, yaitu kebebasan berpikir.
Kebebasan berpikir menghasilkan bemacam-macam mata buah pikiran. Ada pikiran besar, ada pikiran konyol bahkan tolol. Akan tetapi setolol tololnya buah pikir yang di produksi tidak boleh membuat si produsen dilarang berpikir. Berpikir juga merupakan bentuk sebuah kemerdekaan dalam interaksi sosial, artinya setiap orang mampu mengekspresikan hasil buah pikir mereka sendiri terlepas dari bagaimana hasil buah pikir tesebut.
Setiap manusia pasti memiliki organ atas yang dinamakan otak, dan fungsi otak adalah untuk berpikir, dari pemikiran tersebut muncul lah sebuah pendapat. Nah kontroversi yang tejadi saat ini, warga negara kita diberikan hak untuk bebas berpendapat bahkan tertuang didalam UUD pasal 28 bahwa setiap warga negara berhak untuk mengutarakan pendapatnya. Tetapi, yang terjadi sekarang seperti ada pembatas berpikir sehingga tak semua orang diperbolehkan berpendapat diluar batasan tertentu.
Secara internal dapat kita pastikan bahwa benar kebebasan berpikir bersifat mutlak ada dalam diri manusia secara individu. Namun dari faktor eksternal kebebasan berpikir belum sepenuhnya dapat di ekspresikan. Khusus nya pemuda masa kini, kebanyakan dari kita hanya fokus dengan prestasi orang lain dan berkenan menggunakan atau mengikuti pendapat sekeliling kita.
Seharusnya dalam hal berpendapat setiap manusia berhak ber ekspresi dari hasil pikir pribadi bukan orang lain. Ini terjadi karena kurang nya kesadaran dan responsasi pemuda dalam hal mengkritisi sesuatu sehingga terlihat menghambat kebebasan dalam berekspresi sesuai dengan pemikiran tersendiri.
Saat ini belum dapat dipastikan bagaimana kemerdekaan dalam berpikir. Fakta lapangan menyatakan disatu sisi adanya keterhambatan dan ketidak leluasaan sesorang dalam mengekspesikan buah pikir nya dengan dalih alasan menjatuhkan harga diri seseorang.
Ya, seperti ada pembungkaman berpendapat. Namun disisi lain saat ini banyaknya para pemikir yang tidak menggunakan akal nya dalam hal berpendapat karena lebih mudah meng-iya kan pendapat orang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebebasan berpikir merupakan satu dasar mutlak dalam suksesnya perencanaan, namun disayangkan sangat sedikit yang berani menerima konsekuensi buah pikir dalam hal berpendapat.
Pengirim :
Nurul Husna
Mahasiswa Fak.Syariah dan Hukum UIN Ar-raniry Banda Aceh
Namun tampaknya kebebasan berpikir kalah dengan kebebasan berekspresi, mereka yang berekspesi selalu diprioritas kan dalam masyarakat kita, padahal sebuah pengekspresian merupakan buah dari kebebasan berpikir.
Seorang yang berpikir melalui nurani dan akal sehat nya pasti akan menimbulkan pengekspresian tersendiri. Jika kebebasan berekspresi lebih diutamakan bagaimana dengan orang bisu, maka dia kehilangan sebuah pengekspresian yaitu berkomunikasi dengan lisan.
Seandainya pun dia buta huruf, bertambah satu lagi cabang kebebasan berekspresi yang hilang, yaitu berkomunikasi secara tulisan. Akan tetapi si bisu dan buta huruf masih punya satu kebebasan yang bersifat mutlak dan tidak terbantahkan, yaitu kebebasan berpikir.
Kebebasan berpikir menghasilkan bemacam-macam mata buah pikiran. Ada pikiran besar, ada pikiran konyol bahkan tolol. Akan tetapi setolol tololnya buah pikir yang di produksi tidak boleh membuat si produsen dilarang berpikir. Berpikir juga merupakan bentuk sebuah kemerdekaan dalam interaksi sosial, artinya setiap orang mampu mengekspresikan hasil buah pikir mereka sendiri terlepas dari bagaimana hasil buah pikir tesebut.
Setiap manusia pasti memiliki organ atas yang dinamakan otak, dan fungsi otak adalah untuk berpikir, dari pemikiran tersebut muncul lah sebuah pendapat. Nah kontroversi yang tejadi saat ini, warga negara kita diberikan hak untuk bebas berpendapat bahkan tertuang didalam UUD pasal 28 bahwa setiap warga negara berhak untuk mengutarakan pendapatnya. Tetapi, yang terjadi sekarang seperti ada pembatas berpikir sehingga tak semua orang diperbolehkan berpendapat diluar batasan tertentu.
Secara internal dapat kita pastikan bahwa benar kebebasan berpikir bersifat mutlak ada dalam diri manusia secara individu. Namun dari faktor eksternal kebebasan berpikir belum sepenuhnya dapat di ekspresikan. Khusus nya pemuda masa kini, kebanyakan dari kita hanya fokus dengan prestasi orang lain dan berkenan menggunakan atau mengikuti pendapat sekeliling kita.
Seharusnya dalam hal berpendapat setiap manusia berhak ber ekspresi dari hasil pikir pribadi bukan orang lain. Ini terjadi karena kurang nya kesadaran dan responsasi pemuda dalam hal mengkritisi sesuatu sehingga terlihat menghambat kebebasan dalam berekspresi sesuai dengan pemikiran tersendiri.
Saat ini belum dapat dipastikan bagaimana kemerdekaan dalam berpikir. Fakta lapangan menyatakan disatu sisi adanya keterhambatan dan ketidak leluasaan sesorang dalam mengekspesikan buah pikir nya dengan dalih alasan menjatuhkan harga diri seseorang.
Ya, seperti ada pembungkaman berpendapat. Namun disisi lain saat ini banyaknya para pemikir yang tidak menggunakan akal nya dalam hal berpendapat karena lebih mudah meng-iya kan pendapat orang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebebasan berpikir merupakan satu dasar mutlak dalam suksesnya perencanaan, namun disayangkan sangat sedikit yang berani menerima konsekuensi buah pikir dalam hal berpendapat.
Pengirim :
Nurul Husna
Mahasiswa Fak.Syariah dan Hukum UIN Ar-raniry Banda Aceh