Notification

×

Iklan

Iklan

Optimalisasi Peran Lembaga Keuangan Syariah Menghadapi Pandemi COVID-19

Minggu, 17 Mei 2020 | Mei 17, 2020 WIB | 0 Views Last Updated 2020-05-17T05:42:06Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik
Pandemi koronavirus 2019-2020 atau dikenal sebagai pandemi COVID-19 adalah peristiwa menyebarnya penyakit wabah koronavirus 2019 diseluruh dunia. Wabah COVID-19 pertama kali dideteksi di kota Wuhan, provinsi Hubei, Tiongkok pada bulan Desember 2019, dan dinyatakan pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 11 Maret 2020. 


Tidak ada ahli kedokteran yang tahu berapa banyak jumlah korban yang akan terancam kesehatannya akibat terinveksi COVID-19. Begitu pula dengan ahli ekonomi yang tidak mampu memprediksi akan seberapa buruk kondisi perekonomian selama wabah COVID-19. 

Banyak negara yang sudah mengambil keputusan ekstrem untuk melakukan “lockdown” dan beberapa kebijakan lainnya untuk mencegah penyebaran virus ini. 

Indonesia hingga saat ini memilih untuk tidak melakukan lockdown dengan dampak keseimbangan ekonomi negara yang akan menurun. 

Mewabahnya virus ini tidak hanya mengancam jiwa manusia,tetapi juga menggangu berbagai aktivitas ekonomi dan bisnis. 

Dalam riset yang dirilis belum lama ini oleh JP Morgan mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi global,emerging market, dan kawasan Asia Pasifik direvisi 10 hingga 30 poin lebih rendah secara year to date. 

Dampak COVID-19 ini tentunya akan juga dirasakan oleh industri perbankan, pandemi COVID-19 ini juga diperkirakan bakal melemahkan sektor perbankan di Indonesia dalam riset yang disampaikan pada Selasa (24/3/2020).

Di Indonesia sendiri, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (01/04/2020) Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan bahwa terdapat empat sektor yang paling tertekan akibat wabah virus Corona atau COVID-19 yaitu rumah tangga, UMKM, korporasi dan sektor keuangan. 

Pertumbuhan ekonomi pun diprediksi akan mengalami kontraksi. Bagaimana dampak COVID-19 ini terhadap lembaga keuangan di Indonesia? Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan penyebaran COVID-19 mulai dirasakan oleh sektor riil dan berpotensi berdampak negatif pada likuiditas serta permodalan lembaga jasa keuangan. 

Hal itulah kata ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso yang mendasari adanya wewenang baru OJK untuk “memaksa’ bank dan lembaga jasa keuangan non bank untuk konsolidasi,yang disertai dengan ancaman sanksi seperti dimuat dalam PERPPU Nomor 1 tahun 2020. Selain likuiditas,pendapatan modal lembaga keuangan juga akan berpotensi semakin tergerus. Wimboh menyebutkan dampak pukulan COVID-19 sudah mulai terlihat dari perlambatan sejumlah sektor riil seperti transportasi,hotel,dan restoran. Dia menekan bahwa pihaknya akan terus memonitor perkembangan kondisi likuiditas dan kekuatan permodalan lembaga jasa keuangan dari waktu kewaktu. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berkomitmen bahwa pemerintah bersama BI,OJK, dan LPS akan terus bersinergi dalam mengatasi dampak pandemi COVID-19 terhadap perekonomian. 

Lalu bagaimana optimalisasi lembaga keuangan dalam menghadapi pandemi COVID-19? Peningkatan risiko lembaga keuangan akan terjadi tidak hanya pada bank umum syariah saja,tetapi juga pada lembaga keuangan syariah lain seperti BPRS,perusahaan pembiayaan syariah,dan lembaga keuangan mikro syariah. 

Optimalisasi bank syariah dapat berperan penting sebagai perantara yang dipercaya penuh oleh masyarakat. Seperti yang kita ketahui bahwa bank syariah beroperasi pada sistem bagi hasil dan margin,tidak mengandalkan riba(bunga). 

Dengan sistem bagi hasil maka kondisi neraca bank syariah pada masa kritis seperti ini akan elastis,artinya bank syariah akan lebih tahan dalam menghadapi krisis ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi COVID-19. 

Untuk menghadapi dampak penyebaran COVID-19 terhadap aktivitas ekonomi dan bisnis syariah di Indonesia,beberapa langkah perlu dilakukan yaitu dengan menegaskan posisi bisnis-bisnis syariah sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat Indonesia yang sedang berjuang mengatasi wabah ini. 

Lalu bersiap untuk kemungkinan terburuk serta membuat peta jalan untuk bertahan dan keluar dari dampak penyebaran COVID-19,yang terakhir mengambil paket stimulus yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka menghadapi dampak penyebaran COVID-19,baik stimulus fiskal,stimulus non fiskal,maupun stimulus sektor keuangan. 

Ada tugas utama yang bisa dilakukan untuk melawan pandemi COVID-19 yaitu dengan langkah pencegahan dan tindakan. Pemberdayaan dana zakat,infaq dan shadaqah (ZIS) dapat dimaksimalkan untuk membantu masyarakat untuk bisa bertahan hidup. 

Dana ZIS yang diberdayakan untuk penyediaan dasar masyrakat,seperti penyediaan makanan pokok,alat pelindung kesehatan dan kebersihan. Sesuai peruntukannya dana ZIS mengedepankan kebutuhan dasar konsumsi para mustahik atau dalam kondisi seperti ini adalah masyarakat yang ekonominya terganggu.

Peran BMT memberikan stimulus keuangan seperti penyaluran pinjaman kebajikan atau qardhul hasan,kelonggaran dalam akad kerjasama yang bisa membantu masyarakat menjalankan kembali usaha mikro. 

Lembaga wakaf dapat juga memberikan peran pembangunan dengan menyediakan program padat karya untuk menyerap tenaga kerja,lahan pengembangan bisnis UMKM dan juga proyek-proyek komersial. Jika semua ini dapat dilaksankan maka akan memberi suasana positif pada masyarakat yang sedang dihadapkan pada permasalahan kesehatan dan ekonomi yang bersamaan. Semoga pandemi COVID-19 ini segera berlalu.

Pengirim :
Nining Kholifah
Mahasiswa UIN Raden Intan Lampung, Jurusan Akuntansi Syariah
Dosen Pengampu: dr. Muhammad Iqbal Fasa, M.E.I


×
Berita Terbaru Update