Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Sebagai negara bermayoritas penduduk muslim, tentunya hal tersebut akan mendorong peningkatan kinerja industri syariah, termasuk di dalamnya ialah perbankan syariah. Maka tidak heran, jika belakangan ini banyak bank konvensional yang mulai memperlebar sayap bisnisnya ke instansi berbasis syariah ataupun Unit Usaha Syariah (UUS). Beberapa Bank Syariah pun sudah ada yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Pada prinsipnya, Bank Syariah tidak mengenal adanya “bunga pinjaman” atau interest rate, dikarenakan bunga pinjaman dinilai riba sehingga tergolong haram dalam Islam. Maka dari itu, dalam operasionalnya perbankan syariah menerapkan “sistem bagi hasil” (profit sharing) atau disebut juga nisbah, di mana prosesnya sama-sama disetujui oleh pihak bank maupun nasabah pada saat perjanjian (akad) ditandatangani, yang mana menurut Islam sah dan halal untuk dilakukan.
Sistem bagi hasil pada Bank Syariah dilakukan dengan cara profit sharing, yakni membagi keuntungan bersih dari suatu usaha maupun investasi yang sudah dijalankan. Pembagian atau sistem perhitungan dari bagi hasil dalam ekonomi Islam terdapat dua macam yaitu profit sharing dan revenue sharing. Profit sharing, yaitu total pendapatan usaha yang dikurangi biaya operasional sehingga diperoleh keuntungan bersih. Sementara revenue sharing, yaitu laba atau keuntungan yang diperoleh melalui total pendapatan dari usaha sebelum dikurangi dengan biaya operasional yang disebut pendapatan kotor atau bruto.
Perbankan syariah melakukan perhitungan bagi hasil dengan cara profit sharing, yaitu membagi keuntungan bersih dari usaha atau investasi yang sudah dijalankan. Besarnya keuntungan untuk pihak bank dan nasabah sudah diputuskan pada saat akad akan ditandatangani. Jadi, tidak ada kebingungan maupun kesalahpahaman saat bisnis atau usaha selesai dijalankan. Dalam menjalankan aktivitasnya, perbankan syariah memiliki tiga macam akad atau perjanjian yang akhirnya menuju pembagian keuntungan dengan nasabahnya, antara lain akad mudharabah, akad musyarakah, dan akad murabahah.
Besarnya penentuan nisbah harus dilandasi dengan adanya kerelaan tanpa adanya paksaan sedikit pun. Meski terdapat sistem bagi hasil, namun nasabah harus tetap mengembalikan dana yang dipinjamnya secara tepat sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati diawal. Jika terdapat kredit macet, maka kerugian untuk pihak pemodal adalah tidak memperoleh modalnya kembali secara utuh atau keseluruhan. Sementara bagi pengelola modal, mereka tidak akan memperoleh hasil atau upah jerih payah yang telah dilakukannya selama ini. Keuntungan yang diperoleh akan dibagikan setelah melalui tahapan proses perhitungan terlebih dahulu dari biaya yang telah dikeluarkan selama adanya proses usaha. Namun dalam dunia usaha, keuntungan bisa menjadi negatif, yang artinya tengah merugi dan positif bila terdapat angka lebih yang berasal dari sisa pendapatan dikurangi biaya-biaya operasional tersebut. Sementara nol, artinya biaya dan pendapatan seimbang (balance).
Namun, pada dasarnya masih banyak sebagian masyarakat Indonesia yang belum berminat untuk menjadi nasabah di Bank Syariah, khususnya masyarakat muslim. Hal ini lantaran kebanyakan dari mereka belum sepenuhnya paham mengenai perbedaan antara Bank Syariah dan Konvensional atau perbedaan antara sistem bagi hasil di Bank Syariah dan bunga di Bank Konvensional. Padahal, banyak sekali keuntungan kita menjadi nasabah di Bank Syariah yang memberlakukan sistem bagi hasil dalam setiap akadnya.
Ada banyak keunggulan Bank Syariah dibanding Konvensional. Pertama, besar rasio yang disepakati pada saat awal melakukan akad dalam sistem bagi hasil. Suku bunga di Bank Konvensional bisa berubah sesuai suku bunga di Bank Indonesia. Adapun rasio bagi hasil atau nisbah di Bank Syariah tidak akan berubah sejak pertama kali melakukan akad. Jadi, bagi hasil ini, sesuai kesepakatan di awal pada saat melakukan perjanjian dan akan dijalankan hingga akhir perjanjian. Kedua, besar laba pada Bank Syariah bergantung pada keuntungan yang didapat dari pihak bank. Rasionya akan meningkat seiring peningkatan keuntungan Bank Syariah tersebut. Hal ini jelas berbeda dengan Bank Konvensional. Bunga yang didapat nasabah pada Bank Konvensional persentasenya tetap meski bank sedang mendapatkan keuntungan tinggi. Bank Konvensional biasanya menetapkan bunga pada awal pembukaan rekening yang keuntungannya dihitung dari jumlah pokok dana yang disimpan nasabah. Ketiga, Bank Syariah mengacu pada prinsip transaksi yang efisien dan adil dengan asas saling membantu sebagai mitra bisnis.
Banyak sebagian masyarakat yang menganggap sistem bagi hasil di Bank Syariah ini termasuk riskan karena risiko yang ditanggung bank cukup besar. Sebab sistem bagi hasil memerlukan perhitungan-perhitungan yang rumit terutama dalam menghitung bagian laba nasabah yang sedikit-sedikit dan yang nilai simpanannya di bank tidak tetap.
Dengan demikian, kemungkinan salah dalam perhitungan kapan pun bisa terjadi sehingga diperlukan kecermatan yang lebih besar dari Bank Konvensional. Selain itu, Bank Syariah membawa misi sistem bagi hasil yang adil, maka Bank Syariah lebih memerlukan tenaga-tenaga profesional yang andal dari pada bank konvensional. Kekeliruan dalam menilai proyek yang akan dibiayai bank dengan sistem bagi hasil akan membawa akibat yang lebih besar daripada yang dihadapi Bank Konvensional yang hasil pendapatannya sudah tetap dari bunga.
Belum lagi akibat inflasi yang menyebabkan perekonomian yang kadang tidak stabil. Meski begitu rata-rata Bank Syariah di Indonesia sudah membuktikan kalau cara bagi hasil cukup menguntungkan, terbukti dengan semakin banyak bank syariah yang berdiri saat ini di Indonesia. Perlu diakui memang pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia belum sebesar Bank Konvensional yang bisa dibilang sudah merajalela. Meskipun begitu, hal itu bukan berarti Bank Syariah tidak memberikan layanan yang tidak sebaik kompetitornya itu. Malah, ada beberapa keunggulannya yang tidak dimiliki oleh perbankan konvensional.
Kita sebagai umat muslim hendaknya bermuamalah sesuai prinsip-prinsip syariah supaya dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (falah), yakni tujuan dari ekonomi Islam itu sendiri. Karena pada dasarnya sistem bagi hasil ini dianggap transparan dan menguntungkan kedua belah pihak sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Sistem ini bisa diaplikasikan dalam beberapa produk lembaga keuangan seperti tabungan maupun pinjaman. Oleh karena itu, masyarakat yang beragama Islam seharusnya memiliki kesadaran tentang haramnya riba sehingga menjadi semakin menguatkan untuk memilih produk keuangan yang menganut prinsip syariah karena lebih aman, adil, dan juga menentramkan.
Pengirim :
Lutfia Aprilian
Mahasiswi jurusanAkuntansi Syariah semester 4, UIN Raden Intan Lampung
Dosen Pengampu: Dr. Muhammad Iqbal Fasa, M.E.I.
Pada prinsipnya, Bank Syariah tidak mengenal adanya “bunga pinjaman” atau interest rate, dikarenakan bunga pinjaman dinilai riba sehingga tergolong haram dalam Islam. Maka dari itu, dalam operasionalnya perbankan syariah menerapkan “sistem bagi hasil” (profit sharing) atau disebut juga nisbah, di mana prosesnya sama-sama disetujui oleh pihak bank maupun nasabah pada saat perjanjian (akad) ditandatangani, yang mana menurut Islam sah dan halal untuk dilakukan.
Sistem bagi hasil pada Bank Syariah dilakukan dengan cara profit sharing, yakni membagi keuntungan bersih dari suatu usaha maupun investasi yang sudah dijalankan. Pembagian atau sistem perhitungan dari bagi hasil dalam ekonomi Islam terdapat dua macam yaitu profit sharing dan revenue sharing. Profit sharing, yaitu total pendapatan usaha yang dikurangi biaya operasional sehingga diperoleh keuntungan bersih. Sementara revenue sharing, yaitu laba atau keuntungan yang diperoleh melalui total pendapatan dari usaha sebelum dikurangi dengan biaya operasional yang disebut pendapatan kotor atau bruto.
Perbankan syariah melakukan perhitungan bagi hasil dengan cara profit sharing, yaitu membagi keuntungan bersih dari usaha atau investasi yang sudah dijalankan. Besarnya keuntungan untuk pihak bank dan nasabah sudah diputuskan pada saat akad akan ditandatangani. Jadi, tidak ada kebingungan maupun kesalahpahaman saat bisnis atau usaha selesai dijalankan. Dalam menjalankan aktivitasnya, perbankan syariah memiliki tiga macam akad atau perjanjian yang akhirnya menuju pembagian keuntungan dengan nasabahnya, antara lain akad mudharabah, akad musyarakah, dan akad murabahah.
Besarnya penentuan nisbah harus dilandasi dengan adanya kerelaan tanpa adanya paksaan sedikit pun. Meski terdapat sistem bagi hasil, namun nasabah harus tetap mengembalikan dana yang dipinjamnya secara tepat sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati diawal. Jika terdapat kredit macet, maka kerugian untuk pihak pemodal adalah tidak memperoleh modalnya kembali secara utuh atau keseluruhan. Sementara bagi pengelola modal, mereka tidak akan memperoleh hasil atau upah jerih payah yang telah dilakukannya selama ini. Keuntungan yang diperoleh akan dibagikan setelah melalui tahapan proses perhitungan terlebih dahulu dari biaya yang telah dikeluarkan selama adanya proses usaha. Namun dalam dunia usaha, keuntungan bisa menjadi negatif, yang artinya tengah merugi dan positif bila terdapat angka lebih yang berasal dari sisa pendapatan dikurangi biaya-biaya operasional tersebut. Sementara nol, artinya biaya dan pendapatan seimbang (balance).
Namun, pada dasarnya masih banyak sebagian masyarakat Indonesia yang belum berminat untuk menjadi nasabah di Bank Syariah, khususnya masyarakat muslim. Hal ini lantaran kebanyakan dari mereka belum sepenuhnya paham mengenai perbedaan antara Bank Syariah dan Konvensional atau perbedaan antara sistem bagi hasil di Bank Syariah dan bunga di Bank Konvensional. Padahal, banyak sekali keuntungan kita menjadi nasabah di Bank Syariah yang memberlakukan sistem bagi hasil dalam setiap akadnya.
Ada banyak keunggulan Bank Syariah dibanding Konvensional. Pertama, besar rasio yang disepakati pada saat awal melakukan akad dalam sistem bagi hasil. Suku bunga di Bank Konvensional bisa berubah sesuai suku bunga di Bank Indonesia. Adapun rasio bagi hasil atau nisbah di Bank Syariah tidak akan berubah sejak pertama kali melakukan akad. Jadi, bagi hasil ini, sesuai kesepakatan di awal pada saat melakukan perjanjian dan akan dijalankan hingga akhir perjanjian. Kedua, besar laba pada Bank Syariah bergantung pada keuntungan yang didapat dari pihak bank. Rasionya akan meningkat seiring peningkatan keuntungan Bank Syariah tersebut. Hal ini jelas berbeda dengan Bank Konvensional. Bunga yang didapat nasabah pada Bank Konvensional persentasenya tetap meski bank sedang mendapatkan keuntungan tinggi. Bank Konvensional biasanya menetapkan bunga pada awal pembukaan rekening yang keuntungannya dihitung dari jumlah pokok dana yang disimpan nasabah. Ketiga, Bank Syariah mengacu pada prinsip transaksi yang efisien dan adil dengan asas saling membantu sebagai mitra bisnis.
Banyak sebagian masyarakat yang menganggap sistem bagi hasil di Bank Syariah ini termasuk riskan karena risiko yang ditanggung bank cukup besar. Sebab sistem bagi hasil memerlukan perhitungan-perhitungan yang rumit terutama dalam menghitung bagian laba nasabah yang sedikit-sedikit dan yang nilai simpanannya di bank tidak tetap.
Dengan demikian, kemungkinan salah dalam perhitungan kapan pun bisa terjadi sehingga diperlukan kecermatan yang lebih besar dari Bank Konvensional. Selain itu, Bank Syariah membawa misi sistem bagi hasil yang adil, maka Bank Syariah lebih memerlukan tenaga-tenaga profesional yang andal dari pada bank konvensional. Kekeliruan dalam menilai proyek yang akan dibiayai bank dengan sistem bagi hasil akan membawa akibat yang lebih besar daripada yang dihadapi Bank Konvensional yang hasil pendapatannya sudah tetap dari bunga.
Belum lagi akibat inflasi yang menyebabkan perekonomian yang kadang tidak stabil. Meski begitu rata-rata Bank Syariah di Indonesia sudah membuktikan kalau cara bagi hasil cukup menguntungkan, terbukti dengan semakin banyak bank syariah yang berdiri saat ini di Indonesia. Perlu diakui memang pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia belum sebesar Bank Konvensional yang bisa dibilang sudah merajalela. Meskipun begitu, hal itu bukan berarti Bank Syariah tidak memberikan layanan yang tidak sebaik kompetitornya itu. Malah, ada beberapa keunggulannya yang tidak dimiliki oleh perbankan konvensional.
Kita sebagai umat muslim hendaknya bermuamalah sesuai prinsip-prinsip syariah supaya dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (falah), yakni tujuan dari ekonomi Islam itu sendiri. Karena pada dasarnya sistem bagi hasil ini dianggap transparan dan menguntungkan kedua belah pihak sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Sistem ini bisa diaplikasikan dalam beberapa produk lembaga keuangan seperti tabungan maupun pinjaman. Oleh karena itu, masyarakat yang beragama Islam seharusnya memiliki kesadaran tentang haramnya riba sehingga menjadi semakin menguatkan untuk memilih produk keuangan yang menganut prinsip syariah karena lebih aman, adil, dan juga menentramkan.
Pengirim :
Lutfia Aprilian
Mahasiswi jurusanAkuntansi Syariah semester 4, UIN Raden Intan Lampung
Dosen Pengampu: Dr. Muhammad Iqbal Fasa, M.E.I.