Dalam forum Public Sector Governance Talks #3 yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada pada tanggal 2 April 2019 memberikan insight yang luas bagi instansi pemerintah akan betapa pentingnya sebuah metode dalam penyusunan dan perencanaan anggaran berbasis kinerja.
Sejak adanya Inpres 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah mewajibkan seluruh Instansi Pemerintah di Indonesia termasuk Pemerintah Daerah untuk melaksanakan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan membuat Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).
Sudah 20 tahun berlalu sistem pengukuran kinerja yang diimplementasikan di Pemerintah Daerah Indonesia tetapi kinerjanya masih rendah. Ada banyak faktor yang menyebabkan Instansi Pemerintah sulit untuk melaksanakan SAKIP yang tentu saja salah satu yang paling krusial secara teknis yaitu adanya kesulitan dalam mendefinisikan, menentukan dan mengukur bahkan pada saat menggunakannya serta ada juga hal-hal yang memang lebih bersifat organisasional seperti rendahnya komitmen, kapasitas SDM, dan sebagainya dalam melakukan pengukuran kinerja.
Proses perencanaan dan penganggaran merupakan sesuatu hal yang penting untuk dieksekusi dengan baik. Tujuan utama dari suatu instansi pemerintahan tidak hanya berkaitan dengan upaya pencapaian kinerja non keuangan yang diatur dalam Inpres 7 tahun 1999, tetapi juga berkaitan dengan pencapaian kinerja keuangan yang diproksikan dengan penyerapan anggaran.
Bagian dari pelaksanaan SAKIP beberapa diantaranya terkait dengan proses perencanaan dan penganggaran, dimana kualitas akuntabilitas kinerja dapat dipengaruhi oleh baik tidaknya proses perencanaan dan penganggaran. Ketika proses perencanaan dan penganggaran dapat dieksekusi dengan baik, hal tersebut akan berdampak pada peningkatan kualitas dari akuntabilitas kinerja di instansi pemerintah. Dengan demikian, implementasi metode Activity Based Costing untuk mendukung proses penganggaran dan Program Logic Model untuk mendukung proses perencanaan menjadi penting dilakukan.
Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah membawa perubahan di bidang penganggaran, salah satunya yaitu penggunaan pendekatan penganggaran berbasis kinerja. Penganggaran berbasis kinerja ini bisa meningkatkan keterkaitan antara input (pendanaan) dan outcome (prestasi kinerja) yang ingin dicapai dalam suatu instansi pemerintah sehingga harapannya adalah bisa memberikan informasi mengenai seberapa efektif dan efisien kegiatan yang dilaksanakan, serta bisa meningkatkan aktivitas dan efisiensi suatu kegiatan yang dilaksanakan.
Model penganggaran di kementerian keuangan menggunakan konsep Value for money yaitu menurunkan biaya pelayanan publik yang tidak efisien serta penghematan dalam penggunaan input (tidak boleh ada satu rupiah pun anggaran di instansi pemerintah yang tidak memiliki hasil atau manfaat bagi masyarakat), alokasi belanja yang berorientasi pada kepentingan publik, mengendalikan belanja birokrasi (belanja perjalanan dinas, rapat, dan lain sebagainya) dan peningkatan kesadaran akan penggunaan anggaran. Didalam konsep value for money ini salah satunya di terjemahkan melalui Activity Based Costing.
Ada beberapa prasyarat mengenai implementasi Activity Based Costing di pemerintahan yang pertama, terkait dengan struktur anggaran harus berdasarkan aktivitas yang sesuai dengan proses bisnis yang akan dijalankan. Kedua, aktivitas yang telah terstandarisasi untuk pencapaian output yang sama sehingga hal ini bisa mengurangi output yang tidak bernilai tambah. Terakhir, melakukan Standar Pelayanan Minimum (SPM) sehingga value output dapat diukur.
Prasyarat dalam implementasi Activity Based Costing di pemerintahan tentunya tidak lepas dari proses perencanaan yang matang. Dalam rangka untuk meningkatkan keterkaitan antara input-output-outcome, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 143/PMK.02/2015 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang mengadopsi Logic Model untuk membantu mensinkronkan antara input-output-outcome tersebut.
Fakta dilapangan menyebutkan bahwa dari data kementerian keuangan ada 11.702 total output APBN di tahun 2012. Bukan hanya sekedar jumlahnya saja tetapi didalam output tersebut ada 3.879 output APBN yang bersifat non-substansial, 360 output APBN terkarakteristik input, dan ada 2.141 output APBN yang tidak jelas & sulit dievaluasi, sehingga hal tersebut memang sangat perlu ditinjau kembali. Keterkaitan antara Activity Based Costing dengan Program Logic Model ini seperti kaki kiri dan kanan. Activity Based Costing akan berjalan dengan baik dengan berbagai prasyarat yang harus dipenuhi dalam Implementasi Activity Based Costing perlu melibatkan konsep Logic Model untuk membantu keterkaitan antara input-output-outcome, sehingga kemudian, output yang dihasilkan pun sesuai dengan standar yang ada dan tidak ada output yang sia-sia (tidak bernilai tambah).
Konsep Activity Based Costing sendiri sudah diterapkan di beberapa negara di dunia pada organisasi sektor publik. Seperti di Amerika, Activity Based Costing mulai digunakan di Kota Indianapolis, Indiana, dan Chartlote di California utara yang sudah diterapkan sejak awal tahun 1990an yang kemudian diikuti oleh banyak negara bagian dan pemerintahan daerah yang lainnya. Didalam konsep Activity Based Costing pada instansi pemerintah itu tujuannya adalah pada keakuratan biaya, pengurangan biaya, pengurangan aktifitas (selektif berorientasi publik). Sampai dengan tahun 2020, konsep Activity Based Costing masih belum diterapkan di Instansi Pemerintah Indonesia dan masih banyak kendala-kendala dalam implementasi Activity Based Costing di Instansi Pemerintah Indonesia. Untuk saat ini masih dalam tahap proses perencanaan penerapan pada Instansi Pemerintah yang ada di Indonesia yang rencananya akan diterapkan di Indonesia pada tahun 2023.
Program Logic Model memberikan gambaran yang sangat logic dan sederhana namun memiliki dampak yang sangat besar. Betapa pentingnya suatu perencanaan sampai dengan tahap pelaksanaan dalam membantu melaksanakan evaluasi dalam suatu kegiatan yang akan dilaksanakan di instansi pemerintah sehingga kegiatan yang akan dijalankan bisa lebih efektif dan efisien. Selain Metode Activity Based Costing yang masih belum diterapkan di Indonesia, konsep Logic model ini juga masih belum banyak di terapkan pada instansi pemerintah di Indonesia. Hal ini menyebabkan masih banyak instansi pemerintah yang memiliki kinerja rendah.
Pengirim :
Fatih Henggar Panggalih
Mahasiswa Magister Akuntansi FEB UGM
Sejak adanya Inpres 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah mewajibkan seluruh Instansi Pemerintah di Indonesia termasuk Pemerintah Daerah untuk melaksanakan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan membuat Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).
Sudah 20 tahun berlalu sistem pengukuran kinerja yang diimplementasikan di Pemerintah Daerah Indonesia tetapi kinerjanya masih rendah. Ada banyak faktor yang menyebabkan Instansi Pemerintah sulit untuk melaksanakan SAKIP yang tentu saja salah satu yang paling krusial secara teknis yaitu adanya kesulitan dalam mendefinisikan, menentukan dan mengukur bahkan pada saat menggunakannya serta ada juga hal-hal yang memang lebih bersifat organisasional seperti rendahnya komitmen, kapasitas SDM, dan sebagainya dalam melakukan pengukuran kinerja.
Proses perencanaan dan penganggaran merupakan sesuatu hal yang penting untuk dieksekusi dengan baik. Tujuan utama dari suatu instansi pemerintahan tidak hanya berkaitan dengan upaya pencapaian kinerja non keuangan yang diatur dalam Inpres 7 tahun 1999, tetapi juga berkaitan dengan pencapaian kinerja keuangan yang diproksikan dengan penyerapan anggaran.
Bagian dari pelaksanaan SAKIP beberapa diantaranya terkait dengan proses perencanaan dan penganggaran, dimana kualitas akuntabilitas kinerja dapat dipengaruhi oleh baik tidaknya proses perencanaan dan penganggaran. Ketika proses perencanaan dan penganggaran dapat dieksekusi dengan baik, hal tersebut akan berdampak pada peningkatan kualitas dari akuntabilitas kinerja di instansi pemerintah. Dengan demikian, implementasi metode Activity Based Costing untuk mendukung proses penganggaran dan Program Logic Model untuk mendukung proses perencanaan menjadi penting dilakukan.
Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah membawa perubahan di bidang penganggaran, salah satunya yaitu penggunaan pendekatan penganggaran berbasis kinerja. Penganggaran berbasis kinerja ini bisa meningkatkan keterkaitan antara input (pendanaan) dan outcome (prestasi kinerja) yang ingin dicapai dalam suatu instansi pemerintah sehingga harapannya adalah bisa memberikan informasi mengenai seberapa efektif dan efisien kegiatan yang dilaksanakan, serta bisa meningkatkan aktivitas dan efisiensi suatu kegiatan yang dilaksanakan.
Model penganggaran di kementerian keuangan menggunakan konsep Value for money yaitu menurunkan biaya pelayanan publik yang tidak efisien serta penghematan dalam penggunaan input (tidak boleh ada satu rupiah pun anggaran di instansi pemerintah yang tidak memiliki hasil atau manfaat bagi masyarakat), alokasi belanja yang berorientasi pada kepentingan publik, mengendalikan belanja birokrasi (belanja perjalanan dinas, rapat, dan lain sebagainya) dan peningkatan kesadaran akan penggunaan anggaran. Didalam konsep value for money ini salah satunya di terjemahkan melalui Activity Based Costing.
Ada beberapa prasyarat mengenai implementasi Activity Based Costing di pemerintahan yang pertama, terkait dengan struktur anggaran harus berdasarkan aktivitas yang sesuai dengan proses bisnis yang akan dijalankan. Kedua, aktivitas yang telah terstandarisasi untuk pencapaian output yang sama sehingga hal ini bisa mengurangi output yang tidak bernilai tambah. Terakhir, melakukan Standar Pelayanan Minimum (SPM) sehingga value output dapat diukur.
Prasyarat dalam implementasi Activity Based Costing di pemerintahan tentunya tidak lepas dari proses perencanaan yang matang. Dalam rangka untuk meningkatkan keterkaitan antara input-output-outcome, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 143/PMK.02/2015 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang mengadopsi Logic Model untuk membantu mensinkronkan antara input-output-outcome tersebut.
Fakta dilapangan menyebutkan bahwa dari data kementerian keuangan ada 11.702 total output APBN di tahun 2012. Bukan hanya sekedar jumlahnya saja tetapi didalam output tersebut ada 3.879 output APBN yang bersifat non-substansial, 360 output APBN terkarakteristik input, dan ada 2.141 output APBN yang tidak jelas & sulit dievaluasi, sehingga hal tersebut memang sangat perlu ditinjau kembali. Keterkaitan antara Activity Based Costing dengan Program Logic Model ini seperti kaki kiri dan kanan. Activity Based Costing akan berjalan dengan baik dengan berbagai prasyarat yang harus dipenuhi dalam Implementasi Activity Based Costing perlu melibatkan konsep Logic Model untuk membantu keterkaitan antara input-output-outcome, sehingga kemudian, output yang dihasilkan pun sesuai dengan standar yang ada dan tidak ada output yang sia-sia (tidak bernilai tambah).
Konsep Activity Based Costing sendiri sudah diterapkan di beberapa negara di dunia pada organisasi sektor publik. Seperti di Amerika, Activity Based Costing mulai digunakan di Kota Indianapolis, Indiana, dan Chartlote di California utara yang sudah diterapkan sejak awal tahun 1990an yang kemudian diikuti oleh banyak negara bagian dan pemerintahan daerah yang lainnya. Didalam konsep Activity Based Costing pada instansi pemerintah itu tujuannya adalah pada keakuratan biaya, pengurangan biaya, pengurangan aktifitas (selektif berorientasi publik). Sampai dengan tahun 2020, konsep Activity Based Costing masih belum diterapkan di Instansi Pemerintah Indonesia dan masih banyak kendala-kendala dalam implementasi Activity Based Costing di Instansi Pemerintah Indonesia. Untuk saat ini masih dalam tahap proses perencanaan penerapan pada Instansi Pemerintah yang ada di Indonesia yang rencananya akan diterapkan di Indonesia pada tahun 2023.
Program Logic Model memberikan gambaran yang sangat logic dan sederhana namun memiliki dampak yang sangat besar. Betapa pentingnya suatu perencanaan sampai dengan tahap pelaksanaan dalam membantu melaksanakan evaluasi dalam suatu kegiatan yang akan dilaksanakan di instansi pemerintah sehingga kegiatan yang akan dijalankan bisa lebih efektif dan efisien. Selain Metode Activity Based Costing yang masih belum diterapkan di Indonesia, konsep Logic model ini juga masih belum banyak di terapkan pada instansi pemerintah di Indonesia. Hal ini menyebabkan masih banyak instansi pemerintah yang memiliki kinerja rendah.
Pengirim :
Fatih Henggar Panggalih
Mahasiswa Magister Akuntansi FEB UGM