Kita tahu bahwa penyebaran Covid-19 di Indonesia jumlahnya sudah tidak dapat di pungkiri lagi sekitar (20.796). Ramadan tahun ini sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Bulan suci bagi umat Islam yang biasanya masjid dimeriahkan dengan beribadah hingga tradisi berbuka puasa bersama yang biasanya sering kali dilakukan di berbagai tempat seperti warung, rumah makan dan lainnya kini telah cenderung sepi. Ibadah Ramadan kali ini dijalankan dalam keadaan sunyi di masing-masing kediamannya.
Hari raya Idul fitri yang jatuh pada tanggal 24 Mei 2020 (1 syawal 1441 H) biasanya di hari kemenangan ini Umat Islam saling bersilaturrahmi berkunjung kerumah tetangga dan sana saudara telah menjadi tradisi bagi kami selaku umat muslim.
Namun pada kali ini kegiatan itu sangat beresiko jika kami melakukannya di tengah pandemi Covid-19 yang sampai sekarang penyebarannya begitu dahsyat, termasuk di Provinsi Jawa Timur yang setiap hari kasusnya semakin bertambah.
Idul fitri kali ini bagi saya sangat menyedihkan karena pemerintah telah melarang pelaksanaan salat Idul fitri berjamaah di masjid, selain itu pemerintah juga melarang mudik atau kebiasaan pulang kampung pada hari raya guna mengadang laju penyebaran Covid-19 yang telah termaktub dalam peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 tahun 2020 tentang pengendalian transportasi dan edaran Gugus Tugas Nomor 4 tahun 2020.
Melaksanakan alat Idul fitri dirumah saja bukan berarti mengurangi pahaha. Perlu kita pahami arti kata ibadah terlebih daluhu Ibadah artinya “menghamba” yaitu mengapdikan diri kita kepada Allah swt bukan sebagai ajang pamer dan sebagainya. Mengingat dalam ada beberapa ulama yang berpendapat dalam Ilmu Fiqih tentang salat Idul fitri terbagi menjadi tiga hukum.
Pertama penadapat dari imam Syafii dan Maliki yaitu “Sunah Muakkad” (salat sunah yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat “hampir mendekati wajib”), Kedua pendapat dari Imam hanafi yang menghukumi “Fardu Kifaya” (status hukum dari sebuah aktivitas Islam yang wajib dilakukan, tetapi bila sudah dilakukan oleh Muslim yang lain maka kewajiban itu gugur), Ketiga pendapat dari Imam Hambali yang menghukumi “Fardu Ain” (status hukum yang wajib dilakukan oleh seluruh umat Islam yang sudah memennuhi Syarat).
Kita tahu hukum akan tetap menjadi hukum, namun bukan berarti hukum tidak dapat dirubah. Hukum dapat saja berubah karena semakin berkembangnya zaman dan dalam suatu keadaan, seperti halnya melaksanakan salat Idul fitri dirumah saja, bisa saja melakukan salat Idul fitri dirumah itu menjadi wajib karena menimbang dan memperhatikan bahwa penyebaran Covid-19 yang semakin dahsyat. Maka dari situ hukum berubah dengan keadaan yang darurah.
Mengikuti anjuran Pemerintah dengan melaksanakan salat idul fitri di rumah kita akan tetap dapat melaksanakan solat Idul fitri dengan maksimal meskipun dalam situasi yang berbeda. Salatlah dengan Ruh bukan dengan Jazad karena ketika kita menggunakan jazad maka kita tidak akan mendapatkan pahala karena salat menggunakan jazad tidak akan menimbulkan keikhlasan, namun salat dengan Ruh kita akan mendapatkan pahala karena kita sadar menghadap Allah bukan dengan pamrih melainkan benar-bemar menyerahkan diri kepadanya tanpa mengharap apapun.
Pengirim :
Uswatun Hasanah
Mahasiswi IAIN MADURA
Program Studi
Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
![]() |
Foto : Ilustrasi |
Namun pada kali ini kegiatan itu sangat beresiko jika kami melakukannya di tengah pandemi Covid-19 yang sampai sekarang penyebarannya begitu dahsyat, termasuk di Provinsi Jawa Timur yang setiap hari kasusnya semakin bertambah.
Idul fitri kali ini bagi saya sangat menyedihkan karena pemerintah telah melarang pelaksanaan salat Idul fitri berjamaah di masjid, selain itu pemerintah juga melarang mudik atau kebiasaan pulang kampung pada hari raya guna mengadang laju penyebaran Covid-19 yang telah termaktub dalam peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 tahun 2020 tentang pengendalian transportasi dan edaran Gugus Tugas Nomor 4 tahun 2020.
![]() |
Foto : Uswatun HasanahMahasiswi IAIN Madura |
Pertama penadapat dari imam Syafii dan Maliki yaitu “Sunah Muakkad” (salat sunah yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat “hampir mendekati wajib”), Kedua pendapat dari Imam hanafi yang menghukumi “Fardu Kifaya” (status hukum dari sebuah aktivitas Islam yang wajib dilakukan, tetapi bila sudah dilakukan oleh Muslim yang lain maka kewajiban itu gugur), Ketiga pendapat dari Imam Hambali yang menghukumi “Fardu Ain” (status hukum yang wajib dilakukan oleh seluruh umat Islam yang sudah memennuhi Syarat).
Kita tahu hukum akan tetap menjadi hukum, namun bukan berarti hukum tidak dapat dirubah. Hukum dapat saja berubah karena semakin berkembangnya zaman dan dalam suatu keadaan, seperti halnya melaksanakan salat Idul fitri dirumah saja, bisa saja melakukan salat Idul fitri dirumah itu menjadi wajib karena menimbang dan memperhatikan bahwa penyebaran Covid-19 yang semakin dahsyat. Maka dari situ hukum berubah dengan keadaan yang darurah.
Mengikuti anjuran Pemerintah dengan melaksanakan salat idul fitri di rumah kita akan tetap dapat melaksanakan solat Idul fitri dengan maksimal meskipun dalam situasi yang berbeda. Salatlah dengan Ruh bukan dengan Jazad karena ketika kita menggunakan jazad maka kita tidak akan mendapatkan pahala karena salat menggunakan jazad tidak akan menimbulkan keikhlasan, namun salat dengan Ruh kita akan mendapatkan pahala karena kita sadar menghadap Allah bukan dengan pamrih melainkan benar-bemar menyerahkan diri kepadanya tanpa mengharap apapun.
Pengirim :
Uswatun Hasanah
Mahasiswi IAIN MADURA
Program Studi
Ilmu al-Qur’an dan Tafsir