Covid-19 telah megejutkan penduduk dunia di penghujung tahun 2019. Virus ini bekerja dengan menginfeksi sistem pernapasan manusia. Berdasarkan data dari https://covid19.go.id/, di Indonesia sampai dengan tanggal 17 Mei 2020, data sebaran pasien covid-19 yang dinyatakan positif sebanyak 18.010 orang, sembuh sebanyak 4.324 orang, dalam perawatan 12.495 orang, dan meninggal sebanyak 1.191 orang. Mau tidak mau virus ini menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat karena penyebarannya yang sangat cepat dan sampai sekarang belum ditemukan vaksinnya.
Kasus Covid-19 muncul pertama sekali di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China hingga menyebar ke seluruh dunia. Presiden Jokowi mengumumkan ada dua penduduk yang dikonfirmasi positif pada tanggal 2 Maret 2020. Ini adalah pemberitaan pertama terkait Covid-19 di negera kita. Kedua pasien langsung mendapat perawatan intensif. Peristiwa ini tentunya tidak berhenti begitu saja.
Langkah yang diambil Pemerintah
“Pandemi Covid-19 bukan hanya membawa masalah kesehatan masyarakat tapi juga membawa implikasi ekonomi yang sangat luas karena yang kita hadapi saat ini adalah situasi yang memaksa, maka Saya baru saja menandatangani Perppu tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan”, demikian konferensi pers Presiden Jokowi pada tanggal 31 Maret 2020. Pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan terkait perekonomian Indonesia karena situasi perekonomian dunia semakin memburuk seiring dengan peningkatan negara yang terdampak Covid-19. Banyak prediksi terkait perlemahan ekonomi dunia, antara lain proyeksi ekonomi global tumbuh minus di angka 3% oleh IMF, (Kemenkeu, 2020).
Presiden menetapkan berbagai peraturan sebagai acuan penanggulangan dampak Covid-19. Salah satu peraturan yang dikeluarkan adalah Inpres No 4 Tahun 2020 Tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, Serta Pengadaan Barang Dan Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Inpres ini merespon semakin luasnya penyebaran wabah Covid-19 yang telah ditetapkan sebagai pandemi global oleh WHO pada tanggal 11 Maret 2020. Langkah-langkah yang cepat, tepat, fokus, terpadu, dan sinergi diperlukan antar K/L dan Pemda dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.
Presiden menginstruksikan untuk mempercepat refocusing kegiatan dan realokasi anggaran melalui mekanisme revisi anggaran dan segera mengajukan usulan revisi anggaran kepada Menteri Keuangan sesuai dengan kewenangannya. Implikasi dari Inpres tersebut melahirkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2020 Tentang Perubahan Postur Dan Rincian Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020. Prioritas utama Pemerintah saat ini adalah sektor kesehatan dan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Pemerintah mengeluarkan kebijakan baik kepada K/L maupun Pemda untuk dapat menjalankan langkah-langkah pencegahan dan penanganan saat pandemi Covid-19 tanpa terbentur ketersediaan anggaran. Oleh karena itu, langkah awal yang dirumuskan K/L/Pemda di tengah kondisi pandemi adalah melakukan refocusing kegiatan, realokasi anggaran dan mengajukan revisi anggaran.
Perubahan Postur APBN
Tanggal 3 April 2020, PP No 54 tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN TA 2020 ditetapkan. Peraturan ini memuat perubahan terhadap postur dan rincian APBN TA 2020 yaitu anggaran pendapatan negara, anggaran belanja negara, surplus/defisit anggaran, pembiayaan anggaran. Melalui peraturan ini, anggaran K/L dipotong untuk menghadapi dampak Covid-19. Berdasarkan Pasal 2, anggaran belanja Pemerintah Pusat diutamakan penggunaannya dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan dengan memfokuskan pada belanja kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan perekonomian. Pasal 3 juga menyebutkan bahwa Anggaran Dana Desa dapat digunakan antara lain untuk jaring pengaman sosial di desa berupa bantuan langsung tunai kepada penduduk miskin di desa dan kegiatan penanganan wabah Covid-19.
Secara umum, seperti yang diungkapkan Menkeu dalam artikel “Menkeu Paparkan Hasil Refocusing dan Realokasi Anggaran di DPR”, K/L/Pemda telah menghemat belanja yang tidak terkait dengan penanggulangan Covid-19. Selama masa pandemi, belanja seperti perjalanan dinas, biaya rapat, honorarium, belanja non operasional, belanja barang, belanja-belanja lain ditunda. Salah satu contoh yaitu pertemuan/rapat saat ini tidak menggunakan ruangan yang berarti konsumsi listrik turun dan tidak ada belanja biaya konsumsi. Selain itu, belanja modal ditunda untuk dikerjakan multi year. Kegiatan proyek yang sudah dikontrakkan kemudian dinegoisasikan lagi kepada pihak ketiganya untuk dapat ditunda pengerjaannya.
Belanja yang Berkualitas
Belanja pemerintah dapat dihemat dan disesuaikan untuk kebutuhan yang memiliki skala prioritas tinggi apalagi pada kondisi pandemi saat ini. Pemerintah dan masyarakat harus bersinergi agar kita dapat melewati pandemi ini, sehingga pertumbuhan ekonomi yang sempat mengalami perlambatan dapat dikejar. Mekanisme belanja harus disusun sedemikian rupa sehingga proses belanja dapat dilakukan secara terkendali namun tetap fokus pada belanja kesehatan, jaring pengaman sosial, serta pemulihan dunia usaha yang terdampak.
Seorang penulis dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara bernama Andar Ristabet Hesda tahun 2017 pernah mengemukakan beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah dalam mengendalikan belanja agar tetap berkualitas, antara lain penajaman peran Personal In Charge (PIC) anggaran, penyusunan analisis kebutuhan yang komprehensif, evaluasi value for money, dan meningkatkan pemahaman penyelenggara negara terkait mekanisme bisnis dan pasar. Organisasi pemerintah selaku organisasi nonprofit memang tidak dituntut untuk menghasilkan keuntungan, tapi bukan berarti mengeluarkan uang (belanja) dengan seenaknya.
Belanja Berkualitas di Tengah Pandemi Covid-19
Pemerintah adalah organisasi yang bergerak, harus senantiasa beradaptasi dengan lingkungan ekonomi, sosial, dan politik. Hal ini sangat relevan dengan kondisi yang dihadapi saat ini. Kondisi buruk tidaklah mungkin direncanakan, namun tetap harus dijalani dengan meminimalisasi risiko yang akan terjadi.
Pemerintah harus mendistribusikan anggaran dengan tepat saat penerimaan negara menurun, namun tetap memengutamakan kepentingan masyarakat. Tidak salah pada kondisi saat ini, baik Pemerintah Pusat maupun Pemda sama-sama menerapkan prinsip “Spending better to serve better”.
Belanja yang memang dapat ditunda realisasinya harus dilakukan bahkan jika diperlukan dialokasikan untuk kegiatan prioritas terkait penanggulagan dampak Covid-19. Disinilah Pemimpin K/L dan Kepala Daerah mengambil kebijakan untuk tetap berkinerja dengan anggaran terbatas di tengah pandemi Covid-19.
Pengirim :
Evelyn Yusrina Sitompul
Mahasiswa Magister Akuntansi FEB UGM
Kasus Covid-19 muncul pertama sekali di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China hingga menyebar ke seluruh dunia. Presiden Jokowi mengumumkan ada dua penduduk yang dikonfirmasi positif pada tanggal 2 Maret 2020. Ini adalah pemberitaan pertama terkait Covid-19 di negera kita. Kedua pasien langsung mendapat perawatan intensif. Peristiwa ini tentunya tidak berhenti begitu saja.
Langkah yang diambil Pemerintah
“Pandemi Covid-19 bukan hanya membawa masalah kesehatan masyarakat tapi juga membawa implikasi ekonomi yang sangat luas karena yang kita hadapi saat ini adalah situasi yang memaksa, maka Saya baru saja menandatangani Perppu tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan”, demikian konferensi pers Presiden Jokowi pada tanggal 31 Maret 2020. Pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan terkait perekonomian Indonesia karena situasi perekonomian dunia semakin memburuk seiring dengan peningkatan negara yang terdampak Covid-19. Banyak prediksi terkait perlemahan ekonomi dunia, antara lain proyeksi ekonomi global tumbuh minus di angka 3% oleh IMF, (Kemenkeu, 2020).
Presiden menetapkan berbagai peraturan sebagai acuan penanggulangan dampak Covid-19. Salah satu peraturan yang dikeluarkan adalah Inpres No 4 Tahun 2020 Tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, Serta Pengadaan Barang Dan Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Inpres ini merespon semakin luasnya penyebaran wabah Covid-19 yang telah ditetapkan sebagai pandemi global oleh WHO pada tanggal 11 Maret 2020. Langkah-langkah yang cepat, tepat, fokus, terpadu, dan sinergi diperlukan antar K/L dan Pemda dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.
Presiden menginstruksikan untuk mempercepat refocusing kegiatan dan realokasi anggaran melalui mekanisme revisi anggaran dan segera mengajukan usulan revisi anggaran kepada Menteri Keuangan sesuai dengan kewenangannya. Implikasi dari Inpres tersebut melahirkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2020 Tentang Perubahan Postur Dan Rincian Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020. Prioritas utama Pemerintah saat ini adalah sektor kesehatan dan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Pemerintah mengeluarkan kebijakan baik kepada K/L maupun Pemda untuk dapat menjalankan langkah-langkah pencegahan dan penanganan saat pandemi Covid-19 tanpa terbentur ketersediaan anggaran. Oleh karena itu, langkah awal yang dirumuskan K/L/Pemda di tengah kondisi pandemi adalah melakukan refocusing kegiatan, realokasi anggaran dan mengajukan revisi anggaran.
Perubahan Postur APBN
Tanggal 3 April 2020, PP No 54 tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN TA 2020 ditetapkan. Peraturan ini memuat perubahan terhadap postur dan rincian APBN TA 2020 yaitu anggaran pendapatan negara, anggaran belanja negara, surplus/defisit anggaran, pembiayaan anggaran. Melalui peraturan ini, anggaran K/L dipotong untuk menghadapi dampak Covid-19. Berdasarkan Pasal 2, anggaran belanja Pemerintah Pusat diutamakan penggunaannya dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan dengan memfokuskan pada belanja kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan perekonomian. Pasal 3 juga menyebutkan bahwa Anggaran Dana Desa dapat digunakan antara lain untuk jaring pengaman sosial di desa berupa bantuan langsung tunai kepada penduduk miskin di desa dan kegiatan penanganan wabah Covid-19.
Secara umum, seperti yang diungkapkan Menkeu dalam artikel “Menkeu Paparkan Hasil Refocusing dan Realokasi Anggaran di DPR”, K/L/Pemda telah menghemat belanja yang tidak terkait dengan penanggulangan Covid-19. Selama masa pandemi, belanja seperti perjalanan dinas, biaya rapat, honorarium, belanja non operasional, belanja barang, belanja-belanja lain ditunda. Salah satu contoh yaitu pertemuan/rapat saat ini tidak menggunakan ruangan yang berarti konsumsi listrik turun dan tidak ada belanja biaya konsumsi. Selain itu, belanja modal ditunda untuk dikerjakan multi year. Kegiatan proyek yang sudah dikontrakkan kemudian dinegoisasikan lagi kepada pihak ketiganya untuk dapat ditunda pengerjaannya.
Belanja yang Berkualitas
Belanja pemerintah dapat dihemat dan disesuaikan untuk kebutuhan yang memiliki skala prioritas tinggi apalagi pada kondisi pandemi saat ini. Pemerintah dan masyarakat harus bersinergi agar kita dapat melewati pandemi ini, sehingga pertumbuhan ekonomi yang sempat mengalami perlambatan dapat dikejar. Mekanisme belanja harus disusun sedemikian rupa sehingga proses belanja dapat dilakukan secara terkendali namun tetap fokus pada belanja kesehatan, jaring pengaman sosial, serta pemulihan dunia usaha yang terdampak.
Seorang penulis dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara bernama Andar Ristabet Hesda tahun 2017 pernah mengemukakan beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah dalam mengendalikan belanja agar tetap berkualitas, antara lain penajaman peran Personal In Charge (PIC) anggaran, penyusunan analisis kebutuhan yang komprehensif, evaluasi value for money, dan meningkatkan pemahaman penyelenggara negara terkait mekanisme bisnis dan pasar. Organisasi pemerintah selaku organisasi nonprofit memang tidak dituntut untuk menghasilkan keuntungan, tapi bukan berarti mengeluarkan uang (belanja) dengan seenaknya.
Belanja Berkualitas di Tengah Pandemi Covid-19
Pemerintah adalah organisasi yang bergerak, harus senantiasa beradaptasi dengan lingkungan ekonomi, sosial, dan politik. Hal ini sangat relevan dengan kondisi yang dihadapi saat ini. Kondisi buruk tidaklah mungkin direncanakan, namun tetap harus dijalani dengan meminimalisasi risiko yang akan terjadi.
Pemerintah harus mendistribusikan anggaran dengan tepat saat penerimaan negara menurun, namun tetap memengutamakan kepentingan masyarakat. Tidak salah pada kondisi saat ini, baik Pemerintah Pusat maupun Pemda sama-sama menerapkan prinsip “Spending better to serve better”.
Belanja yang memang dapat ditunda realisasinya harus dilakukan bahkan jika diperlukan dialokasikan untuk kegiatan prioritas terkait penanggulagan dampak Covid-19. Disinilah Pemimpin K/L dan Kepala Daerah mengambil kebijakan untuk tetap berkinerja dengan anggaran terbatas di tengah pandemi Covid-19.
Pengirim :
Evelyn Yusrina Sitompul
Mahasiswa Magister Akuntansi FEB UGM