Notification

×

Iklan

Iklan

Virus Korona di Indonesia : Belajar dari Vietnam dan Singapura

Rabu, 18 Maret 2020 | Maret 18, 2020 WIB | 0 Views Last Updated 2020-03-18T09:59:22Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik
Penulis Fauzi Wahyu Zamzami
Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia.

TamiangNews.com | JAKARTA -- 
Wabah Virus Korona (Covid-19) menimbulkan kurang lebih 3.000 korban jiwa dengan jumlah kasus yang mencapai 90 ribu di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, menurut data menunjukkan bahwa terdapat 172 kasus dengan spesifikasi 156 dirawat, 9 sembuh, dan 7 meninggal per 17 Maret 2020. 
Virus Korona telah ditetapkan oleh WHO (World Heath Organization) sebagai pandemi global. Virus ini sangat cepat menyebar yang dimulai dari Wuhan, Tiongkok pada akhir 2019. 

Oleh karena itu, Indonesia perlu banyak belajar dari negara lain dan mengaplikasikan setidaknya satu atau dua metode yang digunakan oleh negara-negara yang tergolong berhasil menangani virus ini seperti Vietnam dan Singapura. 
Vietnam merupakan negara pertama di Asia yang mengumumkan bahwa semua pasien Virus Korona di negaranya sembuh total dalam artian tidak adalagi yang positif atas virus tersebut. 

Dalam waktu yang singkat kurang lebih 3 minggu dari kasus pertama diumumkan, pemerintah bersikap tegas dan cepat dalam menanganinya. 

Oleh karena itu, pada tanggal 13 Februari 2020 Vietnam menyatakan bahwa seluruh pasien yang terinfeksi berjumlah 16 orang telah sembuh. 

Kecepatan penanganan tersebut tidak akan mungkin terjadi apabila tidak adanya respon yang cepat dari pemerintah dalam menanganinya. 

Rafi Kot sebagai seorang Dokter asal Israel menjelaskan bagaimana Kementerian Kesehatan melakukan tindakan pemeriksaan agar pasien selalu aman dari virus tersebut. 

Bahkan ada suatu kejadian dimana suatu pasien diperiksa secara terus menerus selama 7 kali dan menunjukkan hasil negatif namun di pemeriksaan yang ke 8 pasien tersebut dinyatakan positif. 

Pemerintah setempat khususnya Kementerian Kesehatan melakukan pertemuan setiap hari bahkan sampai beberapa kali dalam sehari hanya untuk memastikan bahwa virus tersebut harus secepatnya hilang.

Sikap siap siaga warga Vietnam menghadapi virus ini perlu diapresiasi karena walaupun tidak berniat untuk mengisolasi daerah tertentu, warga sudah sadar untuk membatasi pekerjaannya di luar rumah bahkan permintaan untuk diperiksa ke rumah sakit pun semakin meningkat. 

Vietnam memiliki beberapa langkah utama diantaranya pertama, pencegahan sejak awal dimana ketika kasus pertama masuk pada 1 Februari pemerintah menetapkan Virus Corona sebagai epidemi. 

Hal ini berbeda dengan Indonesia yang terlalu santai menghadapi virus ini sehingga kurangnya pencegahan dari awal seperti pengecekan di bandara, tempat wisata, dan sebagainya. 

Kedua, Karantina desa yang mana 10.600 orang penduduk Son Loi dikarantina selama 20 hari. WHO menyatakan bahwa respon cepat pemerintah Vietnam sangat penting dalam mengatasi krisis tahap awal. 

Ketiga, tindakan medis yang sangat kooperatif yang diinsturksikan untuk mengikuti beberapa protokol untuk menilai infeksi dan tingkat keparahan, namun berbeda dengan Indonesia dimana ada salah satu rumah sakit yang tidak menerima atau menelantarkan pasiennya yang sudah memasuki tahap PDP (Pasien Dalam Pengawasan). 

Keempat, meliburkan dan prioritas pencegahan virus di lingkungan sekolah dimana pemerintah meliburkan sekolah di 63 kota dan provinsi serta menginstruksikan guru-guru untuk mendisinfeksi kelas-kelas sebelum siswa kembali ke sekolah.
Selain Vietnam, Singapura juga memiliki keahlian tersendiri dalam menghadapi serta menangani virus ini. Singapura merupakan negara pertama yang mengonfirmasi adanya Virus Korona di negaranya selain Tiongkok. 

Singapura juga melaporkan bahwa sebagian besar warga negaranya yang terjangkit virus korona telah sembuh. 

Dari 108 orang yang terinfeksi, 78 diantaranya dilaporkan sembuh. Oleh karena itu, Duta Besar Republik Indonesia untuk Singapura, I Gede Ngurah Swajaya memberikan beberapa contoh yang dapat dicontoh oleh Indonesia. 

Pertama, transparansi yang mana secara regular pemerintah memberikan informasi kepada masyarakat melalui Kementerian Kesehatan. 

Peta deteksi penyebaran yang diawali oleh pemerintah dengan mendatangi semua rumah sakit yang digunakan untuk mengisolasi warga dengan mewawancarai mereka untuk membuat peta lengkap secara virtual dan daftar kontak terdekat. 

Kedua, kompaknya kerjasama dengan pihak internasional seperti dengan Malaysia. Singapura juga memberikan tes kit untuk Tiongkok supaya bisa mendeteksi 3 jenis virus. 

Ketiga, siaga penularan meluas melalui penundaan atau pembatalan acara-acara public dan mengecek suhu setiap para pendatang yang datang ke Singapura baik perjalanan darat, laut, maupun udara.
Dari beberapa pembelajaran diatas, penulis menyarankan beberapa hal untuk pemerintah Indonesia. 

Pertama, siap siaga yang dilakukan oleh Indonesia dapat dikatakan telat oleh karena itu perlu ada kebijakan untuk mencegah wabah semakin meluas salah satunya Lockdown dengan mempertimbangkan aspek perekonomian untuk para pedagang kaki lima dan sebagainya. 

Kedua, melakukan pengecekan suhu secara intensif dan akurat di berbagai kedatangan transportasi karena terkadang masih banyak warga yang bisa lolos tanpa dicek apapun. 

Ketiga, kebijakan di daerah perbatasan lebih diperketat karena daerah perbatasan merupakan daerah yang sangat rawan akan penyebaran dari warga negara asing. 

Keempat, pemerintah harus memiliki kebijakan yang kuat untuk menindak rumah sakit yang tidak mau mengurus pasien dalam status PDP. 

Diakhir, penulis ingin menyampaikan bahwa untuk menghilangkan virus yang semakin merajalela ini maka perlu adanya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat. 

Pemerintah memberikan insturksi secara jelas kepada masyarakat dan masyarakat menjalankan instruksinya. Karena tanpa dua komponen tersebut terjalin baik maka akan sulit untuk menghilangkan virus ini.****
×
Berita Terbaru Update