Notification

×

Iklan

Iklan

Dugaan Mark Up Tanah Kapa Langsa Akhirnya Diserahkan ke Kejati Aceh

Selasa, 17 Desember 2019 | Desember 17, 2019 WIB | 0 Views Last Updated 2019-12-17T11:25:10Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik
TamiangNews.com | BANDA ACEH -- LSM Gadjah Puteh, melaporkan dugaan praktik korupsi mark up (penggelembungan harga) pengadaan tanah untuk lahan perumahan Gampong Kapa, Langsa Timur kota Langsa, ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh di Banda Aceh, Selasa (17/12).
Laporan dengan nomor: 004/LSM'GP/XII/2019 tersebut disampaikan LSM Gadjah Puteh bersama LSM lainnya. Tiba di Kejati Aceh, laporan tersebut diterima jaksa penyidik, Umar, SH dan diregistrasi ke petugas Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kejati.

Kepada media di Banda Aceh, Direktur Eksekutif LSM Gadjah Puteh, Sayed Zahirsyah Almahdaly mengatakan, pihaknya melaporkan kasus itu karena dianggap telah merugikan keuangan Negara hingga milyaran rupiah.

“Kami menyampaikan bahwa dari hasil investigasi dan pengumpulan keterangan berikut bukti-bukti oleh tim LSM Gadjah Puteh serta beberapa elemen sipil lainnya berhasil mengungkap dugaan korupsi mark up pengadaan tanah tambak,” kata Said didampingi Muslim.

Tanah tersebut, jelasnya, untuk lahan yang direncanakan dibangun perumahan nelayan Gampong Kapa (letak sebenarnya di Gampong Sungai Lueng) kota Langsa yang bersumber dari dana Otonomi Khusus (Otsus) Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) tahun 2013.

Said mengatakan, pihaknya menyimpulkan tanah tambak yang dibebaskan oleh pemko Langsa untuk rencana pembangunan perumahan nelayan yang disebutnya dari Sofyanto itu, dinilai mark up dan merugikan keuangan Negara. Dia meyakini praktik korupsi tersebut dilakukan, direncanakan secara bersama-sama dan terstruktur.

 “Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan data-data yang ada pada kami dan keterangan dari mantan Geuchik (kepala desa) setempat serta perangkat gampong yang turut menandatangani akte jual beli puluhan hektare tanah tersebut oleh saudara Sofyanto dari masyarakat setempat pada waktu itu,” katanya. 

Dikatakannya lagi, berdasarkan data-data yang ada dan hasil investigasi dan keterangan pihak desa setempat, bahwa lahan tersebut dibeli Sofyanto dari masyarakat dengan harga murah. Berselang Tiga tahun kemudian yakni pada tahun 2013, tanah tersebut diusulkan oleh pihak pemko Langsa untuk dibebaskan dan dibayar mencapai angka Rp. 7 milyar lebih. 

Pembebasan itu dengan alasan untuk pembangunan perumahan nelayan. Namun, kata Said, perumahan tersebut tidak pernah terealisasi dan menjadi lahan tidur alias sia-sia.

 “Artinya telah dilakukan penggelembungan harga atau mark up tanah yang sangat signifikan oleh para pihak yang mengakibatkan kerugian Negara yang sangat besar,” katanya.

Hal tersebut, katanya, diperkuat lagi dengan persetujuan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh. Dalam surat keputusan BPN bernomor 930/KEP-11.10/X/2013, kakanwil BPN Aceh telah membentuk susunan keanggotaan pelaksanaa pengadaan tanah bagi pembebasan tanah untuk perumahan nelayan Gampong Kapa dan sekretariat.

“Didasari keluhan dan desakan masyarakat kota Langsa, sehingga kami bekerja keras dengan segala upaya kami lakukan dalam rangka mengungkap kerugian Negara ini. Dan kami meminta agar pihak kejaksaan untuk membuka dan menyelidiki kasus ini serta ditangani kembali secara serius,” harapnya.

Harga Tinggi

Sememtara Muslim menambahkan, tahun 2010 tanah tersebut dibeli dari para pelaku dugaan korupsi, sekitar 15 hektare dengan harga berkisar Rp. 10 juta/hektare dan dibuktikan dengan akte jual beli. Selanjutnya, tahun 2013, para pelaku menjual dengan harga tinggi sekitar Rp. 470 juta/hektare ke pemerintah kota Langsa, sehingga mencapai Rp. 7 miliar.

“Itu dari dana otsus APBA 2013. Sementara harga saat ini atau tahun 2019 ini di lokasi tersebut masih sekitar Rp. 25 juta/hektare,” tambah Muslim, seraya menyebutkan kasus tersebut telah keluar SP3 nya (surat penghentian penyidikan perkara) oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Langsa.

Meskipun demikian, Muslim menilai, SP3 yang dilakukan Kejari Langsa, hanya berdasarkan asumsi dan opini, dan tidak dengan pembuktian di lapangan. 

“Sesuai dengan bukti-bukti baru, semoga kasus ini bisa diusut kembali,” harapnya. 

Sebagai bahan pertimbangan turut disampaikan tembusannya kepada Kejagung RI di Jakarta, JAM WAS Kejagung RI di Jakarta, Ass Pengawas Kejati Aceh, Ombudsman Aceh dan Kejari Langsa.[]TN-W007
×
Berita Terbaru Update