TamiangNews.com, PENAJAM -- Ibu kota negara (IKN) yang baru tidak hanya berada di Penajam Paser Utara (PPU). Sebagian wilayahnya juga berada di Kabupaten Kutai Kartanegara. Tepatnya di Kecamatan Samboja. Berikut sedikit gambaran wilayah kecamatan tersebut.
Menuju Kecamatan Samboja di Kutai Kartanegara (Kukar) tidak sesulit perjalanan ke wilayah Kecamatan Sepaku di PPU. Setidaknya, itulah yang saya rasakan saat melaju bersama fotografer Kaltim Post Fuad Muhammad kemarin (31/8). Jalur menuju Kecamatan Samboja tergolong baik.
Wilayah Samboja dilintasi jalur poros Balikpapan-Samarinda yang terbilang mulus. Di 1 kilometer sebelah timur jalan poros itu terdapat calon tol Balikpapan-Samarinda.
Ketika saya ke lokasi tol, tampak sebagian besar jalur sudah selesai dicor. Bahkan, sudah bisa dilewati kendaraan warga yang akan menyeberang dari kampung di sisi barat ke sisi timur atau sebaliknya. Mumpung belum beroperasi.
Alat-alat berat masih terus bekerja di beberapa sudut. Menumpahkan tanah di sisi yang masih berlubang, sebelum dipadatkan dan dicor. Dalam keterangan resminya 21 Agustus lalu, Direktur Operasi PT Jasa Marga Subakti Syukur menyatakan, tol tersebut hampir rampung. Pembebasan lahan sudah mencapai 99,33 persen dan konstruksinya mencapai 96,8 persen.
Tol pertama di Kalimantan itu tidak dibangun untuk mendukung IKN. Perencanaannya dilakukan sejak lama. Hanya, dalam rancangannya, IKN memang akan dilintasi tol tersebut. Target pengoperasian tol pada 2020 juga belum berubah. Tol sepanjang 99,35 km itu akan memiliki empat pintu keluar.
Dari jalan poros Balikpapan-Samarinda, saya berbelok sebentar ke salah satu kampung di Kelurahan Bukit Merdeka. Lokasi kelurahan itu, berdasar peta, berbatasan langsung dengan Desa Semoi 2 yang diyakini akan menjadi pusat IKN. Sebagian besar jalan di kampung tersebut, yang berada di sisi barat jalan poros, sudah dicor dengan baik.
Pun, ketika saya menyeberang ke timur jalan poros tempat sebagian besar wilayah Kecamatan Samboja berada. Jalannya sudah beraspal. Hanya ada beberapa titik, salah satunya sepanjang hampir 100 meter di Kelurahan Wonotirto, yang jalannya sedang diperbaiki menggunakan beton cor.
Sebagian besar wilayah Kecamatan Samboja berada di sisi timur jalan poros. Membentang hingga pesisir di tepi Selat Makassar. Jalan pesisir itu tembus hingga Samarinda bila ke utara. Sedangkan ke selatan tembus hingga Bandara Sepinggan, Balikpapan. Meski, jalurnya lebih sempit.
Dapat dikatakan bahwa mayoritas warga Samboja mengetahui ibu kota negara akan pindah ke wilayah mereka. Bahkan, mereka sudah yakin sejak presiden meminta izin di hadapan sidang bersama DPR dan DPD 16 Agustus lalu. Bukan saat presiden berpidato, melainkan saat anggota DPD asal Kaltim Muhammad Idris membacakan doa penutup.
Saat itu Idris berdoa agar para pemimpin Indonesia memindahkan IKN ke Kalimantan Timur. ”Wah, ini sudah (pasti). Berarti tinggal Kalimantan Timur mana, itu yang kami belum tahu,” terang Ketua RT 10 Kelurahan Bukit Merdeka Jusman saat ditemui di kediamannya kemarin.
Jusman menuturkan, pada prinsipnya warga terbuka terhadap keberadaan IKN. Mayoritas warga di kawasan tersebut juga perantau. Baik dari Jawa, Banjar, maupun Sulawesi. Jusman pun menjelaskan bahwa dirinya merupakan keturunan campuran Dayak dan Bugis. Karena itu, warga terbiasa dengan pendatang. ”Selama kami tidak digusur,” lanjut pria 55 tahun itu.
Sebagian wilayah Kelurahan Bukit Merdeka merupakan lahan tahura (taman hutan raya). Selama ini warga yang tinggal di tahura memanfaatkan lahan untuk bercocok tanam. Mereka menanam sawit, karet, merica, dan buah naga. Kondisi itu pula yang membuat kawasan tersebut sulit untuk dilakukan jual beli tanah. ”Tapi, kalau yang minta dicarikan lahan sudah ada,” tuturnya.
Jusman menguraikan, selama ini kebutuhan dasar seperti listrik dan air sudah mencukupi. Meski, dia menyebut Kelurahan Bukit Merdeka belum mendapat pasokan air PDAM. Warga mengandalkan sumur biasa atau sumur bor untuk mendapatkan air. Sementara itu, di kelurahan lain seperti Sungai Merdeka, PDAM sudah masuk.
Sama halnya dengan listrik. Dia mengaku sudah jarang byar-pet. Kalaupun listrik mati, selalu ada sebabnya dan tidak lama. Misalnya, yang terjadi saat saya menemui Jusman di rumahnya kemarin. Listrik sedang dalam kondisi padam. ”Karena ada perbaikan gardu di dekat sini,” ujarnya. Sebelum listrik dipadamkan, selalu ada petugas PLN yang datang ke rumah untuk memberi tahu.
Salah satu faktor yang melandasi pemindahan ibu kota adalah tingkat kerawanan terhadap bencana, termasuk gempa. Saat gempa Palu yang berujung tsunami tahun lalu, getarannya terasa hingga Balikpapan. Namun, di Kelurahan Bukit Merdeka tidak terasa. ”Saya sejak tinggal di sini sebelum tahun 70, tidak pernah ada gempa,” tuturnya.
Tantangan utama menuju kawasan calon IKN sesungguhnya bukan kondisi jalan. Melainkan jarak tempuh. Dari pusat Kota Balikpapan menuju Kelurahan Bukit Merdeka, jaraknya kurang lebih 45 km. Sedangkan dari pusat Kota Samarinda lebih jauh lagi: kurang lebih 70 km. Keduanya melalui jalan poros.
Perbandingannya kurang lebih seperti jarak dari pusat Kota Bogor menuju ring satu Jakarta, yakni 65 km. Jarak tersebut bisa ditempuh dengan menggunakan KRL selama 1,5-2 jam atau LRT bila nanti sudah beroperasi. [] JAWAPOS
![]() |
Foto : Gerbang Tol Balikpapan-Samarinda dari sisi Palaran, Samarinda kemarin. Jalan bebas hambatan itu akan menjadi akses penunjang pusat pemerintahan RI di Sepaku dan Samboja (jawapos) |
Wilayah Samboja dilintasi jalur poros Balikpapan-Samarinda yang terbilang mulus. Di 1 kilometer sebelah timur jalan poros itu terdapat calon tol Balikpapan-Samarinda.
Ketika saya ke lokasi tol, tampak sebagian besar jalur sudah selesai dicor. Bahkan, sudah bisa dilewati kendaraan warga yang akan menyeberang dari kampung di sisi barat ke sisi timur atau sebaliknya. Mumpung belum beroperasi.
Alat-alat berat masih terus bekerja di beberapa sudut. Menumpahkan tanah di sisi yang masih berlubang, sebelum dipadatkan dan dicor. Dalam keterangan resminya 21 Agustus lalu, Direktur Operasi PT Jasa Marga Subakti Syukur menyatakan, tol tersebut hampir rampung. Pembebasan lahan sudah mencapai 99,33 persen dan konstruksinya mencapai 96,8 persen.
Tol pertama di Kalimantan itu tidak dibangun untuk mendukung IKN. Perencanaannya dilakukan sejak lama. Hanya, dalam rancangannya, IKN memang akan dilintasi tol tersebut. Target pengoperasian tol pada 2020 juga belum berubah. Tol sepanjang 99,35 km itu akan memiliki empat pintu keluar.
Dari jalan poros Balikpapan-Samarinda, saya berbelok sebentar ke salah satu kampung di Kelurahan Bukit Merdeka. Lokasi kelurahan itu, berdasar peta, berbatasan langsung dengan Desa Semoi 2 yang diyakini akan menjadi pusat IKN. Sebagian besar jalan di kampung tersebut, yang berada di sisi barat jalan poros, sudah dicor dengan baik.
Pun, ketika saya menyeberang ke timur jalan poros tempat sebagian besar wilayah Kecamatan Samboja berada. Jalannya sudah beraspal. Hanya ada beberapa titik, salah satunya sepanjang hampir 100 meter di Kelurahan Wonotirto, yang jalannya sedang diperbaiki menggunakan beton cor.
Sebagian besar wilayah Kecamatan Samboja berada di sisi timur jalan poros. Membentang hingga pesisir di tepi Selat Makassar. Jalan pesisir itu tembus hingga Samarinda bila ke utara. Sedangkan ke selatan tembus hingga Bandara Sepinggan, Balikpapan. Meski, jalurnya lebih sempit.
Dapat dikatakan bahwa mayoritas warga Samboja mengetahui ibu kota negara akan pindah ke wilayah mereka. Bahkan, mereka sudah yakin sejak presiden meminta izin di hadapan sidang bersama DPR dan DPD 16 Agustus lalu. Bukan saat presiden berpidato, melainkan saat anggota DPD asal Kaltim Muhammad Idris membacakan doa penutup.
Saat itu Idris berdoa agar para pemimpin Indonesia memindahkan IKN ke Kalimantan Timur. ”Wah, ini sudah (pasti). Berarti tinggal Kalimantan Timur mana, itu yang kami belum tahu,” terang Ketua RT 10 Kelurahan Bukit Merdeka Jusman saat ditemui di kediamannya kemarin.
Jusman menuturkan, pada prinsipnya warga terbuka terhadap keberadaan IKN. Mayoritas warga di kawasan tersebut juga perantau. Baik dari Jawa, Banjar, maupun Sulawesi. Jusman pun menjelaskan bahwa dirinya merupakan keturunan campuran Dayak dan Bugis. Karena itu, warga terbiasa dengan pendatang. ”Selama kami tidak digusur,” lanjut pria 55 tahun itu.
Sebagian wilayah Kelurahan Bukit Merdeka merupakan lahan tahura (taman hutan raya). Selama ini warga yang tinggal di tahura memanfaatkan lahan untuk bercocok tanam. Mereka menanam sawit, karet, merica, dan buah naga. Kondisi itu pula yang membuat kawasan tersebut sulit untuk dilakukan jual beli tanah. ”Tapi, kalau yang minta dicarikan lahan sudah ada,” tuturnya.
Jusman menguraikan, selama ini kebutuhan dasar seperti listrik dan air sudah mencukupi. Meski, dia menyebut Kelurahan Bukit Merdeka belum mendapat pasokan air PDAM. Warga mengandalkan sumur biasa atau sumur bor untuk mendapatkan air. Sementara itu, di kelurahan lain seperti Sungai Merdeka, PDAM sudah masuk.
Sama halnya dengan listrik. Dia mengaku sudah jarang byar-pet. Kalaupun listrik mati, selalu ada sebabnya dan tidak lama. Misalnya, yang terjadi saat saya menemui Jusman di rumahnya kemarin. Listrik sedang dalam kondisi padam. ”Karena ada perbaikan gardu di dekat sini,” ujarnya. Sebelum listrik dipadamkan, selalu ada petugas PLN yang datang ke rumah untuk memberi tahu.
Salah satu faktor yang melandasi pemindahan ibu kota adalah tingkat kerawanan terhadap bencana, termasuk gempa. Saat gempa Palu yang berujung tsunami tahun lalu, getarannya terasa hingga Balikpapan. Namun, di Kelurahan Bukit Merdeka tidak terasa. ”Saya sejak tinggal di sini sebelum tahun 70, tidak pernah ada gempa,” tuturnya.
Tantangan utama menuju kawasan calon IKN sesungguhnya bukan kondisi jalan. Melainkan jarak tempuh. Dari pusat Kota Balikpapan menuju Kelurahan Bukit Merdeka, jaraknya kurang lebih 45 km. Sedangkan dari pusat Kota Samarinda lebih jauh lagi: kurang lebih 70 km. Keduanya melalui jalan poros.
Perbandingannya kurang lebih seperti jarak dari pusat Kota Bogor menuju ring satu Jakarta, yakni 65 km. Jarak tersebut bisa ditempuh dengan menggunakan KRL selama 1,5-2 jam atau LRT bila nanti sudah beroperasi. [] JAWAPOS