TamiangNews.com, JAKARTA -- Daniel Mitchell asal Utah, Amerika Serikat (AS) tak habis pikir saat melihat anak laki-lakinya nyaris kehilangan nyawa. Sang anak, Alexander, kini harus disokong dua mesin yang membantunya 'bernapas untuk hidup'.
"Dari sakit sampai sekarat hanya butuh waktu dua hari. Dokter bilang dia sekarang. Sejujurnya, saya bahkan sudah menyiapkan pemakaman anak saya. Aku terus menangis," katanya, dikutip dari Washington Post.
Sebelum sakit, Alexander adalah seorang pendaki gunung. Namun suatu hari ia terbangun dan merasakan mual parah, nyeri dada dan kesulitan bernapas.
Awalnya ia mengira ia terkena flu, tapi kesehatannya semakin memburuk sampai-sampai keluarga dan dokter yang menanganinya terheran-heran. Yang lebih menakutkan lagi, dokter menyebut kedua paru-paru Alexander gagal fungsi dan membutuhkan mesin penyokong.
Mesin bernama ECMO ini memompa darah dari tubuh pasien ke paru-paru buatan yang menambah oksigen dan menyingkirkan karbon dioksida, seperti fungsi paru-paru asli. Kemudian darah dikembalikan ke tubuh pasien.
Daniel berkata anaknya bisa mati dalam 30 detik saja jika tabungnya tercabut. Dokter juga memperingatkan soal kemungkinan Alexander harus menjalani transplantasi paru apabila tidak ada perbaikan.
Apa yang sebenarnya terjadi? Saat masuk rumah sakit, para dokter mengira Alexander terkena pneumonia bakterial. Tetapi mereka melihat adanya sesuatu yang tidak biasa, yakni adanya sel-sel imun abnormal di dalam paru-parunya.
Sel-sel abnormal ini terkait dengan pneumonia mematikan yang sering terjadi para lansia yang tak sengaja menghirup tetesan pencahar berbahan dasar minyak. Diagnosis keluar dan Alexander dinyatakan mengidap sindrom distres pernafasan akut (ARDS), cedera fatal dan membahayakan nyawa pada paru-paru.
Setelah ditelusuri, rupanya hal ini bermula sejak Alexander menggunakan vape arau rokok elektrik dua tahun lalu. Hal ini ia lakukan karena ingin berhenti merokok konvensional dan ia tahu bahwa vape dipromosikan lebih sehat.
Selama itu ia hanya menggunakan produk nikotin yang memiliki rasa, namun tidak membuatnya sakit. Pada pertengahan bulan Juni lalu, Alexander mengaku membeli cairan vape dengan merek berbeda yang cukup terkenal dengan rasa mint peach.
Ia juga mengaku tidak terlalu banyak menggunakan vape saat itu, yang kemudian ia jatuh sakit. Beruntung, sembilan hari setelah menggunakan mesin penyokong oksigen tersebut, paru-parunya sembuh dan ia diperbolehkan pulang.
"Orang dewasa bisa membuat keputusan untuk diri mereka sendiri. Namun pengalamanku seharusnya jadi peringatan soal bahaya yang tak dijelaskan soal vaping. Aku tidak menyangka (vape) membuatku nyaris mati," katanya.
Enam minggu usai pulang dari rumah sakit, Alexander kembali mendaki. Sayangnya kapasitas paru-parunya telah menurun sebanyak 25 persen, sehingga ia tidak dapat berkegiatan seperti semula.
Sekitar 22 negara bagian AS dilaporkan setidaknya 193 kasus potensial penyakit paru. Penyakit ini cukup misterius dan ditemukan di kalangan pengguna vape, dan enyebab di baliknya sedang dalam investigasi. Satu kasus kematian telah dilaporkan pada Jumat (23/8) lalu di negara bagian Illinois. [] DETIK
Foto : Detik |
Sebelum sakit, Alexander adalah seorang pendaki gunung. Namun suatu hari ia terbangun dan merasakan mual parah, nyeri dada dan kesulitan bernapas.
Awalnya ia mengira ia terkena flu, tapi kesehatannya semakin memburuk sampai-sampai keluarga dan dokter yang menanganinya terheran-heran. Yang lebih menakutkan lagi, dokter menyebut kedua paru-paru Alexander gagal fungsi dan membutuhkan mesin penyokong.
Mesin bernama ECMO ini memompa darah dari tubuh pasien ke paru-paru buatan yang menambah oksigen dan menyingkirkan karbon dioksida, seperti fungsi paru-paru asli. Kemudian darah dikembalikan ke tubuh pasien.
Daniel berkata anaknya bisa mati dalam 30 detik saja jika tabungnya tercabut. Dokter juga memperingatkan soal kemungkinan Alexander harus menjalani transplantasi paru apabila tidak ada perbaikan.
Apa yang sebenarnya terjadi? Saat masuk rumah sakit, para dokter mengira Alexander terkena pneumonia bakterial. Tetapi mereka melihat adanya sesuatu yang tidak biasa, yakni adanya sel-sel imun abnormal di dalam paru-parunya.
Sel-sel abnormal ini terkait dengan pneumonia mematikan yang sering terjadi para lansia yang tak sengaja menghirup tetesan pencahar berbahan dasar minyak. Diagnosis keluar dan Alexander dinyatakan mengidap sindrom distres pernafasan akut (ARDS), cedera fatal dan membahayakan nyawa pada paru-paru.
Setelah ditelusuri, rupanya hal ini bermula sejak Alexander menggunakan vape arau rokok elektrik dua tahun lalu. Hal ini ia lakukan karena ingin berhenti merokok konvensional dan ia tahu bahwa vape dipromosikan lebih sehat.
Selama itu ia hanya menggunakan produk nikotin yang memiliki rasa, namun tidak membuatnya sakit. Pada pertengahan bulan Juni lalu, Alexander mengaku membeli cairan vape dengan merek berbeda yang cukup terkenal dengan rasa mint peach.
Ia juga mengaku tidak terlalu banyak menggunakan vape saat itu, yang kemudian ia jatuh sakit. Beruntung, sembilan hari setelah menggunakan mesin penyokong oksigen tersebut, paru-parunya sembuh dan ia diperbolehkan pulang.
"Orang dewasa bisa membuat keputusan untuk diri mereka sendiri. Namun pengalamanku seharusnya jadi peringatan soal bahaya yang tak dijelaskan soal vaping. Aku tidak menyangka (vape) membuatku nyaris mati," katanya.
Enam minggu usai pulang dari rumah sakit, Alexander kembali mendaki. Sayangnya kapasitas paru-parunya telah menurun sebanyak 25 persen, sehingga ia tidak dapat berkegiatan seperti semula.
Sekitar 22 negara bagian AS dilaporkan setidaknya 193 kasus potensial penyakit paru. Penyakit ini cukup misterius dan ditemukan di kalangan pengguna vape, dan enyebab di baliknya sedang dalam investigasi. Satu kasus kematian telah dilaporkan pada Jumat (23/8) lalu di negara bagian Illinois. [] DETIK