TamiangNews.com, BANDA ACEH -- Gaji keuchik dan para aparatur di 90 gampong di Banda Aceh kembali tertahan pada tahun ini. Hingga Kamis (28/3), belum seorang aparatur pun yang menerima upah, karena tertahan hampir tiga bulan dalam dana gampong yang belum cair, akibat belum selesainya penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong (APBG) tahun 2019.
Seorang aparatur gampong yang menjadi sumber Serambi mengaku, pihaknya mengalami kesulitan dalam penyusunan APBG selama ini. Menurut dia, keterlambatan kali ini akibat kurangnya pendampingan secara langsung dari pemerintah. “Zaman ADG dulu (2010-2015), ada pendamping yang stay di gampong, termasuk membuat mekanisme pencairan dan lain-lain. Saya berharap ke depan ada lembaga pemerhati gampong yang mau membantu kami, tidak bisa begini terus,” ujar pria yang tak mau disebut identitasnya itu.
Sementara Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG) Banda Aceh, Drs Dwi Putrasyah yang dihubungi Serambi, Kamis (28/3) menyebut, belum ada satupun gampong yang mengajukan pencairan dana desa ke DPMG. Menurutnya, Dinas sudah menuntaskan sosialisasi dan pendampingan terhadap gampong pada Januari 2019. “Bahkan saat itu para keuchik sudah komitmen untuk menyelesaikan APBG pada Februari 2019. Tapi sampai hari ini belum ada yang mengajukan,” ujarnya.
Dwi menambahkan, pendampingan yang dilakukan pihaknya sudah maksimal, mulai dari pertemuan dengan keuchik di tiap kecamatan, mengedukasi operator sistem keuangan gampong, membuka desk di kantor DPMG Banda Aceh, dan menurunkan petugas untuk mengecek lagi ke kecamatan. “Sampai saat ini kami siap bila ada gampong yang ingin berkonsultasi,” katanya lagi.
Saat ditanya apa yang menjadi masalah utama bagi aparatur gampong dalam menyusun APBG itu, Dwi menyebut bahwa pihak gampong sulit memahami perubahan regulasi dari pemerintah. “Pengawasan dana desa saat ini memang semakin ketat. Tapi kami yakin penyusunan (APBG) ini akan segera siap, karena rata-rata gampong sudah siap 95 persen,” akunya.
Kepada aparatur gampong, Dwi Putrasyah mengimbau agar segera menyelesaikan tanggung jawab dan mengajukan pencairan dana. Menurutnya kendala pasti ada, karena saat ini gampong dengan pegawai rata-rata tujuh orang, harus memikul beban layaknya dinas. “Karena anggaran gampong hari ini lumayan besar. Terbesar Rp 2,3 miliar dan yang terkecil Rp 1,3 miliar,” kata Dwi, seraya menyebut dana transfer dari pusat pada tahun ini juga meningkat menjadi Rp 74 miliar lebih.
Sementara Anggota DPRK Banda Aceh, Irwansyah ST yang dimintai tanggapannya terkait kondisi ini mengibaratkan keterlambatan APBG seperti ‘penyakit’ tahunan yang menyerang seluruh gampong di Banda Aceh. “Ini penyakit tahunan, selama periode saya di dewan saja sudah kali keempat APBG terlambat. Sayangnya keterlambatan ini menimpa seluruh gampong di Banda Aceh,” katanya.
Irwansyah menganalogikan kondisi itu seperti proses pendidikan di sekolah. Jika dalam satu kelas terdiri dari 50 murid yang mana seluruhnya tak lulus ujian kenaikan kelas, maka bisa dipastikan kesalahan terletak pada gurunya. “Meski kesalahan di muridnya juga ada, tapi jika semua muridnya gagal naik kelas maka kesalahan gurunya jauh lebih besar,” ujar Irwansyah, dan berharap komunikasi antara DPMG dan gampong dapat lebih intens.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRK Banda Aceh itu memperingatkan bahwa molornya pencairan APBG akan berdampak pada terlambatnya pembangunan, pembayaran gaji aparatur, serta kebutuhan dana lainnya di setiap gampong. “Anggap saja ada 10 aparatur di setiap gampong, maka ada 900 orang yang belum menikmati gajinya sampai saat ini. Bayangkan jika 900 orang ini adalah tulang punggung keluarga dan gaji di gampong adalah penghasilan utama mereka, tentu keadaan ini sangat menyulitkan keluarga mereka,” demikian Irwansyah. [] SERAMBINEWS
Foto : Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG) Banda Aceh, Drs Dwi Putrasyah |
Sementara Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG) Banda Aceh, Drs Dwi Putrasyah yang dihubungi Serambi, Kamis (28/3) menyebut, belum ada satupun gampong yang mengajukan pencairan dana desa ke DPMG. Menurutnya, Dinas sudah menuntaskan sosialisasi dan pendampingan terhadap gampong pada Januari 2019. “Bahkan saat itu para keuchik sudah komitmen untuk menyelesaikan APBG pada Februari 2019. Tapi sampai hari ini belum ada yang mengajukan,” ujarnya.
Dwi menambahkan, pendampingan yang dilakukan pihaknya sudah maksimal, mulai dari pertemuan dengan keuchik di tiap kecamatan, mengedukasi operator sistem keuangan gampong, membuka desk di kantor DPMG Banda Aceh, dan menurunkan petugas untuk mengecek lagi ke kecamatan. “Sampai saat ini kami siap bila ada gampong yang ingin berkonsultasi,” katanya lagi.
Saat ditanya apa yang menjadi masalah utama bagi aparatur gampong dalam menyusun APBG itu, Dwi menyebut bahwa pihak gampong sulit memahami perubahan regulasi dari pemerintah. “Pengawasan dana desa saat ini memang semakin ketat. Tapi kami yakin penyusunan (APBG) ini akan segera siap, karena rata-rata gampong sudah siap 95 persen,” akunya.
Kepada aparatur gampong, Dwi Putrasyah mengimbau agar segera menyelesaikan tanggung jawab dan mengajukan pencairan dana. Menurutnya kendala pasti ada, karena saat ini gampong dengan pegawai rata-rata tujuh orang, harus memikul beban layaknya dinas. “Karena anggaran gampong hari ini lumayan besar. Terbesar Rp 2,3 miliar dan yang terkecil Rp 1,3 miliar,” kata Dwi, seraya menyebut dana transfer dari pusat pada tahun ini juga meningkat menjadi Rp 74 miliar lebih.
Sementara Anggota DPRK Banda Aceh, Irwansyah ST yang dimintai tanggapannya terkait kondisi ini mengibaratkan keterlambatan APBG seperti ‘penyakit’ tahunan yang menyerang seluruh gampong di Banda Aceh. “Ini penyakit tahunan, selama periode saya di dewan saja sudah kali keempat APBG terlambat. Sayangnya keterlambatan ini menimpa seluruh gampong di Banda Aceh,” katanya.
Irwansyah menganalogikan kondisi itu seperti proses pendidikan di sekolah. Jika dalam satu kelas terdiri dari 50 murid yang mana seluruhnya tak lulus ujian kenaikan kelas, maka bisa dipastikan kesalahan terletak pada gurunya. “Meski kesalahan di muridnya juga ada, tapi jika semua muridnya gagal naik kelas maka kesalahan gurunya jauh lebih besar,” ujar Irwansyah, dan berharap komunikasi antara DPMG dan gampong dapat lebih intens.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRK Banda Aceh itu memperingatkan bahwa molornya pencairan APBG akan berdampak pada terlambatnya pembangunan, pembayaran gaji aparatur, serta kebutuhan dana lainnya di setiap gampong. “Anggap saja ada 10 aparatur di setiap gampong, maka ada 900 orang yang belum menikmati gajinya sampai saat ini. Bayangkan jika 900 orang ini adalah tulang punggung keluarga dan gaji di gampong adalah penghasilan utama mereka, tentu keadaan ini sangat menyulitkan keluarga mereka,” demikian Irwansyah. [] SERAMBINEWS